Sabtu, 26 September 2015

SECANGKIR KOPI UNTUK MENUNGGU *

credit by : asyaura

TUNGGU AKU DISITU!!

suara itu keluar dari mulutnya, itu membuat saya harus diam disini.
gak ada alasan lagi? ya tidak ada lagi. hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.
kata itu menjadi kata yang paling mengerikan didalam hidup. TUNGGU.
kata akhir yang membatasi ruang gerak dan menjadi salam sebelum dia pergi.

**
pesanku yang kukirim sore itu belum juga mendapat balasan. hingga akhirnya aku pun sudah merapikan barang dengan rapi dan siap untuk berangkat esok siang menuju makassar. aku masih berharap ada kabar dari indri, setidaknya kita masih punya kesempatan untuk bicara. berbicara hati ke hati memperjuangkan harapan yang sedari dulu aku inginkan. aku sudah cukup lelah untuk selalu berharap dan berjuang tanpa hasil. apalagi masalaluku yang tak pernah jelas karena aku terlalu takut. selama ini aku selalu memikirkan perasaan orang lain dan meduakan perasaan dalam diriku sendiri.mengalah dengan keadaan itu mungkin lebih tepat. jika cinta adalah perjuangan maka aku adaah barisan depan yang selalu terkena busur lawan. busur itu beracun dan selalu memupuskan harapan. racun itu adalah rasa takut akan gagal.

indri yang belum ada kabar sama sekali dari beberapa waktu semenjak pertemuan terakhir kita.

aku masih berharap untuk bertemu dengan dia walaupun aku harus selalu mengalah dan berpura-pura tidak apa-apa, padahal aku menahan rindu yang sudah terinfeksi menjadi luka dan radang yang harus segera di obati, bagaikan sebuah reaksi korosif, perlahan namun menggerus perasaan dan dalam. entah apa yang harus kudambakan lagi untuk bertemu dia sedangkan dia sudah lama bahkan tidak ada pedulinya dengan diri ini yang sudah lama merindukannya. tanpa ikatan.

semua sudah siap, semua sudah rapi, dan semua siap hengkang. namun perasaan ini selalu kalah dan penuh pertimbangan, walaupun aku seorang laki-laki namun kini logika ku telah terkikis perlahan dan hilang di taklukkan oleh dia dan ketidakpastiaannya. dalam sebuah perhitungan pasti ada perhitungan nilai ketidakpastian untuk sebuah persentasi kepercayaan, jika hasil nya adalah 0 maka statment itu tidak dapat dipercaya dan segala alasan akan ditepis serta tidak berlaku, jika itu angka 1 maka semua alasan akan dapat diterima dan kejelasan akan sebuah statment menjadi nyata. Ah SUDAHLAH aku terlalu berhitung untuk kali ini! 

jika bertemu dengan indri adalah sebuah obat dengan nilai ketidakpastiaan nya 1, maka logikaku sudah terkalah-kan dengan perasaan. namun segala alasan yang akan keluar dari mulut dia akan berubah menjadi senjata yang mematikan serta semua alasan dapat aku terima, walaupun itu sangat terpaksa dan sedikit diluar logika.

badan gempal ini kemudian tergerak berdiri mengangkat satu persatu barang yang akan di bawa, di bawa menjauhi dan menempati tempat yang baru lagi, berpindah ketempat yang setidaknya membuat aku mencari nafas lagi untuk bertemu dengan apapun yang bisa mengalihkan hitungan konyol tentang logika yang jelas-jelas terpercaya namun aku selalu ragu dengan-nya.
jika semua akan berpindah pada waktunya kenapa saat ini sudah saat nya berpindah namun hati tetap sama belum bisa berpindah.

aku mulai mengunci pintu kostn yang sudah terlalu lapuk ini,
kreeeeekkkkk..... crek...crek....
dua kali terkunci dan sedikit memastikan terkunci dengan menggerakkan batang pintu agar aku sudah yakin untuk berpindah.

kunci sudah kuserahkan kembali kepada sang mpu kostan, wanita tua yang super galak disaat bulan baru itu masih terlihat agak sedikit cemberut karena dalam beberapa bulan kedapan rumahnya yang bisa menjadi ladang penghasilannya akan mendadak sepi dan tak berpenghuni, suara gemeriuh berisik dan pakain yang tergantung setiap hari dijemuran akan mendadak hilang.

aku mulai berpamitan dengan tetangga dekat kostan bahkan ibu warung makan yang biasa menjadi tempat berhutang kami ketika tanggal sudah mulai menua. aku adalah jejak terkahir yang menjauhi rumah tua itu, berjalan setap demi setapak menuruni tangga dan gang sempit menuju jalan raya untuk menuju ke terminal dan lanjut kebandara serta itu berpindah kembali merantau ditempat yang baru.

sesampainya di bus, aku sesekali menengok handphone memastikan bahwa dia sudah tidak ada dan sudah hilang. beranjak duduk dalam bus yang akan membawaku kebandara, berdiam melamun sesekali menengok jendela dan menarik nafas menghirup udara bogor yang akan aku tinggalkan dan entah kapan aku akan merasakan udara sesejuk ini walaupun terkadang panas juga datang disini.

bus pun sudah mulai melaju, kondektur yang berpakaian batik itu sudah mulai berdiri dan menarik ongkos sembari menanyakan maskapai apa yang akan dituju oleh penumpang satu-satu.
haru ini menyelimuti sore ini, mungkin rasa nyaman dan rasa perpisahan itu agak menyakitkan setidaknya pandangan disetiap jalan bogor ini begitu membuat diri ini akan merindukannya.

rasa kantuk sudah mulai mengahmpiri namun dering handphone ini mengagetkanku dan setelah kutengok muncul nama orang yang sedari kemarin bahkan sudah lama tidak ada kabar hadir datang dalam frekwensi dan membuka mata. aku masih ragu akan menganggkat telpon darinya, namun dilain sisi aku sangat ingin bertemu dengan dia. apapun konsekwensinya aku harus tetap menghargainya, walaupun sering kali perlakuan berbeda sering aku dapatkan. 

"assalamualaikum...... sudah berangkat ya?"

sapaan dari ujung telpon itu terlihat sedih berat, entah apa yang membuat dia begitu terlihat berat ini, terasa ada yang ditahan, tapi entahlah, aku hanya takut berhipotesis.

"waalaikumsalam, iya na....."

sahutku seolah tidak ada apa-apa, bahkan aku kali ini masih berpura-pura untuk tetap tidak ada apa-apa serta melebarkan senyum sekalipun tidak terlohat karena hanya suara yang terdengar.

"aku sudah ada di bandara ya, aku tunggu kamu di cafe nyonya tua ya cid"

lagi-lagi apapun tindakan dia selalu berhasil mengalihkan pemikiran kan dan menghancurkan semua hipotesis ku. ini begitu membunuh.

"loh, kok udah disana? ada apa?

aku masih penasaran, senyumnya aja sudah membuatku gila sekarang malah tindakan seperti ini dilalukukan olehnya.

"udah jangan banyak tanya dulum simpen semua pertanyaannya buat disini nanti. pokoknya aku tunggu ya, kamu udah di bus kan menuju bandara?"

aku pun masih tak percaya dan meng-iya-kan apapun itu.

perjalanan sore ini memang benar-benar menuju dan menjemput senja. perjalanan menuju bandara sekaligus perjalanan akan jawaban kata yang pernah dia lontarkan sebulum dia akhirnya tiba-tiba menghilang dan tidak ada kabar sedikit pun. begitu mendebarkan,

sudah kususun banyak pertanyaan yang akan aku lontarkan untuk dia, begitu banyak hitungan yang akan keluar namun tetap aku selalu terpaku pada satu titik ketidakpastian karena semua yang dia lakukan sudah benar-benar menghancurkan logika ku, bukan menjadi haru perjalanan menuju kebandara namun semua berubah dengan suara manis wanita yang sudah aku tunggu, suara wanita yang selalu membiarkan aku berhitung dan bermain logika dan akhirnya angka ketidakpastiaan 0 keluar dengan semua alasan dan dia adalah harga mutlak yang benar dan mudah aku percaya.

**

bandara sore itu, masih tak jauh dari ashar. aku turun dari bandara, walaupun tiket keberangkatan ku mengalami penundaan jadwal hingga malam nanti namun ini masih sangat lama untuk masuk dalam tempat boarding.

aku berjalan dengan mendorong beberapa koper dan travel bag dalam kereta dorong menuju cafe yang sudah kami janjikan untuk bertemu. tidak begitu jauh dengan terminal bandara tempat aku turun tadi.

cafe dengan interior tua dan bernuasa merah putih itu terlihat tidak terlalu mencolok dan jauh dari kesan mewah yang biasanya aksen mewah selalu hadir dalam setiap cafe yang ada dibandara.

wanita berhijab coklat itu sudah duduk disana, sendirian. aku kenal dia, dia adalah indri. aku perlahan menghampiri diam-diam, memelankan langkah kaki ku.

ketika dia mulai menyadari akan keberadaan ku dia pun menoleh dan mata nya masih terlihat agak sedikit sembam seperti orang yang baru saja menangis.

"haloo... sudah lama ?"

aku tersenyum dan kembali berpura-pura tegar untuk menutupi gundah dan rinduku kepadanya.
dia masih terlihat cantik dan aku masih merasakan hal yang sama. tak berubah walaupun sudah sangat kecewa dengannya.

dia kemudian berdiri dan aku mendekat, dia kemudian makin mendekat dan kemudian dia memelukku begitu erat.

aku masih belum percaya dengan adegan ini. cafe yang terlihat sepi dari pengunjung.

pelukannya begitu erat.

tapi aku masih belum membalas pelukan itu.


SEE YOUU GAISS

SAMPAI JUMPA MINGGI DEPAN YA