Sabtu, 30 Mei 2015

Kopi Konsentrasi Rindu



Lanjutan.....

Perlahan langkah kaki beralas sandal jepit ini sudah mendekati dermaga. Dermaga kayu dekat puskesmas yang sudah menjadi tempat janjiku malam ini dengan uty. Dari kejauhan terlihat zul dan jay sibuk pengamatan dan pengambilan data, sehingga aku pun tidak ingin mengganggu keseriusan mereka. Langkah kaki ini pun sampai didepan puskesmas. Melihat kearah rumah dinas di puskesmas itu masih belum terlihat uty menampakkan sosoknya. Sembari menunggu aku pun sedikit senam senyum untuk menghilangkan rasa gugupku, maklum pertemuan kita tadi sore membuat aku mendadak lupa cara senyum dan selalu terpikir tentang uty.

Tak lama ku menunggu uty pun keluar dari rumah dinas itu. Dengan membawa 2 buah mug yang sengaja ditutup atasnya untuk menjaga isinya tetap panas. Rambut ikal yang terikat dan jaket merah muda yang menempel di badan wanita ini membuat jantungku berdebar kencang. Masih ingat betul ketika kami 7 tahun lalu di café mas ambon, uty mengenakan jaket merah muda dan rambut terikat seperti ini. iya sama, sama hal yang kurasakan dahulu, dahulu bukan sekarang lagi. namun kenapa tetap sama?.. Lagi-lagi uty mencoba masuk dan mengingatkan ku dengan kenangan yang tadi sore baru saja berntakan dan perlahan aku bereskan.

“udah lama disini ber?” pertanyaan pembuka malam ini dari uty
 “sory agak lama soalnya aku bikin kopi buat kita berdua” 
dengan kedua tangan memegang mug yang tertutup yang sedari tadi sudah aku lihat dari pintu rumah dinasnya.
pict ilustrasi by ebit

“enggak kok palingan baru 10 menit disini ty, wah makasih ya repot-repot banget, tapi paslah ya ngopi di pinggir pantai malam gini.” jawabku dengan memasang muka yang santai

“yuk ber, kita kedermaga yuk” dengan langkah kaki menuju arah dermaga.

Dermaga kayu kecil ini, yang sudah mulai kehilangan bagian kayunya karena di dera ombak berkali-kali bahkan ribuan kali, seperti aku yang sudah perlahan kehilangan rindu yang terpisah tanpa harus aku berani mengungkapkan selamat berjumpa kembali

Akhirnya kami duduk berdua diterangi lampu eletrik yang sudah dibawah uty dari rumah dinas. Buliran ombak terlihat masih jelas ada di bawah kami. Air laut surut memperlihatkan karang dan batu serta pasir putih yang tersinari lampu elektrik. Kerinduan ku yang sudah lama surut kini mendadak pasang kembali. Jerman dan Indonesia itu tidak dekat. Serta 7 tahun itu bukan waktu yang sebentar.

“kamu masih  inget ber kopi yang pertama kali kita minum di café mas ambon? Akibat kita berlaga coba-coba kopi hitam biar kayak orang dewasa.. tapi sesudah itu kita malah pesen segelas buat berdua sebagai menu tambahan.”

Aku sangat ingat betul, bahkan kamu yang meracik berapa sendok gula yang kamu tuang di cangkir kopi itu. Ya kopi hitam segelas berdua itu kita habiskan setelah kita menghabiskan milkshake yang kita pesan masing-masing. Bahkan kopi hitam pertama dan manis nya pas itu yang selalu menemaniku untuk menebus rasa salah ku tak berucap selamat tinggal di bandara itu kepada mu.

“iya masih ingat ty, itu kan kamu yang selau meracik gulanya berapa sendok biar pas.” Sahutku masih terlihat datar

“ini kopi aku bikin sesuai dengan apa yang dulu kita rasakan, kopi hitam pertama kita ber. 1 setengah sendok makan dalam 250 cc larutan kaffein”

“iya ty, artinya 55 persen konsentrasi gula dalam kopi kan racikan berbasis kimia kita dulu. Gak teralalu manis dan gak terlalu pait”

Cuman kamu yang bisa membuat 55 persen konsentrasi manis tepat dalam larutan caffeine itu, kamu yang selalu berhasil bereksperimen dengan larutan hitam ini

“kamu memang selalu ingat ty, gak pernah lupa ya” lanjutku

“iya ber, selama aku dijerman aku mengganti gula itu dengan susu. Aku sudah jarang sekali minum kopi hitam sepeti itu ber. Cuman kali ini aku sengaja bikin berdua dengan kamu kopi hitam kesukaan kamu dengan gula sesuai dengan resepku.”

Gaya becanda uty selalu membuat kau tertawan dan seolah ada di 7 tahun lalu.

“aku juga udah 2 tahun ini gak lagi konsumsi kopi hitam berlebihan ty, biasa juga aku kalo ngafe paling cappuccino”

“sama ber, di jerman juga aku lebih senang pesen cappuccino” sahut uty

Kita memang hampir sama dalam pemikiran, hingga kopi hitam itu menjadi cappuccino menjadi alasan klasik diriku tidak bisa melupakannya. Aku mengganti dengan cappuccino supaya aku segera bisa melupakanmu. Bertahun tahun aku sukses, tapi kopi hitam buatanmu menggagalkanku untuk benar-benar melupakanmu.  Bahkan aku rindu sekali dengan cappuccino dingin ku.

Cara uty menyajikan kopi hitam ini bahkan bahasan nya ini mengisyaratkan bahwa sebernarnya dia masih ada rasa kepadaku, bahkan dia mungkin terlalu menderita menahan sesuatu dan menunggu Sesuatu yang dulu selalu diharapkannya keluar dari mulut ku.

“kamu di jerman kemarin gimana ty?” pertanyaanku kali ini mencoba mengalihkan agar pembicaraan kita makin berkembang.

“aku dijerman tinggal dirumah salah satu orang Surabaya yang sudah lama kuliah disana dan sekarang juga jadi pengusaha disana, dia temannya pamanku yang ada dijakarta. Namanya pak santoso, yang istrinya juga kerja di kedubes Indonesia untuk jerman disana ber. Kuliah dijerman itu betul-betul asyik dan nyaman, segala sesuatunya lengkap dan dekat membuat aku gak bosan. Paling kalau aku kangen sama Indonesia aku pergi ke café ujung jalan punya pak barata, orang bandung yang punya kedai kopi cukup rame disana.”

“kamu kalo kesitu sendirian? Kamu gak ada teman disana?” sahutku begitu penasaran

“ada teman kampus ber, cuman kan kadang kalau mereka libur mereka balik ke negaranya ber, kan kalau aku sih gak balik paling ya jalan aja sendiri ber”

“emang kamu gak ada pacar atau soulmate kah disana?” tanyaku mulai agak serius

“gak ada ber, kan soulmate ku waktu itu di bogor kuliah” jawabnya sembari senyum

Dia selalu tidak berubah, bahkan ketika disana pun dia belum bisa menemukan sahabat sedekat ku. Mungkin lebih dari sahabat.  

Jerman tidak berhasil mengubah sikapnya kepadaku. Bahkan 7 tahun lamanya negeri 4 musim itu masih menyisakan tropis di hati itu. Ya tropis yang hangat itu adalah kedekatan sahabat yang sudah menjadi soulmate hanya kurun waktu bersama satu tahun.

Pembicaraan pun menjadi terlalu serius bagi kami di pulau beratap bintang dan berpayung purnama itu.

Selama di Jerman memang uty beberapa kali menelpon ke Indonesia, salah satu nomor yang di tuju adalah no handphone ku, namun sempat sekali terangkat oleh ku ketika aku sedang berada di kereta ekonomi yang penuh sesak sore itu, sehingga aku tak bisa mendengar jelas suara dari nomor telpon tanpa nama itu. Dan itu juga terakhir kali aku memegang handphone ku yang sudah ku punya dari kelas satu SMA. Selebihnya handphone lama ku itu berpindah tangan hingga tak tau tangan siapa yang sudah meraih handphoneku.

Semenjak handphone ku raib dikereta sore itu aku pun tidak punya handphone selama beberapa bulan, bahkan untuk membeli handphone pun aku tidak berani meminta uang kepada orang tuaku yang saat itu usaha fotocopynya sedang bangkrut. Hanya tersisi tabungan untuk pulang ketika lebaran yang waktu itu semakin dekat.

Jerman memang negara yang tidak pernah uty duga bahwa dia akan kesana. Padahal mimpinya menjadi seorang peneliti di laboratorium tidak dapat dia capai. Gelar dokter keluarga memang sudah dia pegang sekarang. Namun wawasan dan cita-cita nya yang ingin bekerja  di laboratorium telah dititipkan kepada ku, bagaimana tidak sewaktu test Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Seluruh Indonesia (SPMB) waktu itu yang mengisi berkas dan formulir adalah uty, bahkan terkadang dia harus kerumah ku untuk hanya sekedar menjemputku dan membereskan berkas formulir SPMBku.

Jurusan KIMIA adalah prioritas pertama dan kedua di formulirku, Universitas Indonesia dan Institu Pertanian Bogor berderet nama universitas yang di pilihkan uty untuk ku diberkas SPMBku. Ketika Test masuk yang waktu itu, uty yang menjemputku pagi-pagi bahkan yang membangunkanku. Begitu baiknya uty kepadaku yang memang tak kusadari aku bukan hanya sekedar sahabat yang dititipkan mimpinya.



Jumpa Malam Minggu Selanjutnya Gais.....

Jumat, 22 Mei 2015

KELUARGA CAHAYA

dari kiri : sitengah, ibuk, bungsu, ayah, dan aku
sedikit istirahat sejenak dari aktivitas cerita mingguan .R.I. secangkir kopi malam minggu

Aku menyempatkan menulis cerita tentang kami, sebuah keluarga yang selalu ingin menjadi penerang bagi siapa saja, yang merupakan filosofi hidup dibalik nama orang tertua diantara kami ber lima.

Kami ber-lima
satu darah dan dalam silsilah yang sama

Kami terdiri dari 2 orang perempuan dan 3 orang laki-laki
satu atap bersama

layaknya keluarga yang lain pada umumnya
kami tidaklah jauh berbeda. sepasang ayah dan ibu dalam satu atap, dengan 3 orang anak yang hampir tidak ada kemiripannya. kami lahir di kota dimana kami besar disana. kota sidoarjo atau kota krupuk dengan icon utam ditengah kota udang dan ikan bandeng bertengger di kota yang tidak sebesar kota metropolitan. berdekatan dengan surabaya dan kota malang.

Bencana lumpur akibat ketamakan manusia membuat kota kami terkenal dengan sebutan lumpur lapindo. kota kami cukup nyaman walaupun suhu rata-rata kota ini sangat kelewat hangat namun kami selalu bersyukur dilahirkan di kota ini dan kami sebut kota ini adalah kampung halaman kami

Agustus merupakan bulan yang menjadikan saksi kelahiran 3 dari 5 anggota keluarga. aku, ayah dan bungsu.

Ayah..
Merupakan kepala keluarga bagi kami, pencari nafkah dan orang yang selalu mengingat kami untuk menahan lapar demi ketiga anaknya. aku yakin semua ayah akan melakukan hal yang sama untuk anak-anaknya, yaitu mencari nafkah dan berjuang entah itu siang ataupun malam yang jelas dia tidak pernah menyerah demi sekedar mengisi perut kecil kami waktu itu. bahkan dia selalu ingin membuat teduh kami, mendidik kami dengan memeberikan sekolah dan pendidikan yang layak bagi kami bertiga. walaupun kami hanya tiga bersaudara namun jarak kelahiran kami tidak begitu jauh. aku anak sulung berjarak 3 tahun lebih tua dibanding si tinggi alias tengah, dan si tinggi hanya berjarak 2 tahun lebih tua dibanding si bungsu.

Kami cukup bersyukur, ayah bekerja sebagai seorang Pegawai Negara dan menjadi seorang pengajar. ya seorang guru dengan biasa slogannya pahlawan tanpa tanda jasa. dan selalu mendidik dan memberikan terbaik untuk anak bangsa agar bangsa ini menjadi pintar dan cerdas. dahulu seorang guru adalah sebuah profesi yang jarang sekali di minati oleh orang, beda dengan hal nya saat ini.

Sebagai seorang guru, tentu dia sangat memperhatikan pendidikan murid nya dan juga anaknya dirumah. dia selalu detail dalam cara pembelajarannya, cenderung keras dalam mendidik. seorang guru matematika, dengan hitunganya yang selalu teliti. tak jarang ketika kami bertiga malas belajar mungkin telinga kami akan memerah karena jeweran atau sentilan beliau. memang sangat sakit, tapi dia sudah memperhitungkan dengaan tepat, bahwa sakitnya itu akan membuat kita tidak sakit dimakan peradaban jaman.
beliau sangat yakin bahwa ilmu  perhitungannya selalu membuat kami bisa menghitung peluang ataupun mengambil peluang, dengan matematikanya kami selalu diajarkan bahwa disetiap tindakan itu ada perhitungannya.
"ketika kita tidak cermat berhitung maka kita akan kehilangan setidaknya beberapa angka dalam setiap peluang nya. ketika kita bertindak tanpa perhitungan maka kita akan mudah menjadi keledai yang selalu masuk dalam lubang yang sama" (bapak dengan kumisnya)

Beliau adalah orang yang selalu membatasi uang jajan kami, dimana dia selalu punya alasan. aasan yang cukup jelas. melarang kami jajan sembarang dengan tujuan bahwa lebih baik makan dirumah menikmati hidangan rasa surga dari tangan bidadarinya yaitu ibu. beliau selalu ingin menjarkan kami bahwa masakan ibu adalah makanan dengan pengawasan yang tepat beda dengan makanan jalanan yang banyak zat berbahayanya. dengan masakan ibu kita bisa menghargai dan selalu menyayangi ibu kita yang bersusah payah bangun pagi dan tidur lebih malam dari pada kita.

Ibuk...
Wanita tercantik bagi kami di muka bumi ini, tangan halus nya yang terbuat dari seperempat kulit bidadari adalah mukjizat tuhan yang maha kuasa. kasih sayang nya begitu mendalam, membesarkan dan mengawasi setiap apa yang akan masuk dalam mulut kami.

beliau adalah pembohong yang sangat lihat dimuka bumi ini. pembohong.. ya pembohong yang selalu mengatakan kenyang disaat perutnya lapar, pembohong dimana beliau mengatakan tidak doyan padahal itu adalah makanan kesukaan dia, beliau yang salalu menahan kantuk ketika kami masih rewel sakit dan belum terlelap, pembohong yang selalu mampu membohongi dirinya demi anak-anaknya untuk tetap hidup.

Beliau adalah orang yang selalu mendoakan kami setiap malam hingga terkadang kantung mata nya tidak bisa membohongi lagi. beliau adalah wanita super yang selalu mampu menghilangkan rasa sakit dalam tubuh kami. layaknya seorang superhero dia adalah orang yang selalu membela anaknya, dan selalu melindungi anaknya ketika disakiti.
"ibuk itu selalu mendoakan kamu dan adek-adekmu untuk selalu hidup mulia, sukses dunia dan akhirat dan bisa membanggakan orang tua" (ibuk dengan mukena putih yang sudah kusut)
Ibuk adalah orang yang selalu cerewet kepada kita, bagaimana tidak, ketika kami tidak belajar waktu itu mulut dia adalah mulut yang selalu mengoceh sana sini dan mengomel disamping kita memarahi kita untuk tujuan mengusir rasa malas yang sudah menempel. beliau ada disetiap detik kita belajar, beliau yang menemani kita ketika kita sakit dan sekarang kulit mulus nya itu sudah mulai mengeriput, bahkan ingatan nya pun sudah menurun, mulut cerewetnya itu pun sekarang hanya terdengar melalui kotak suara dan jaringan telfon saja. yang jelas ketika kami jauh dialah orang yang tak pernah lelah mengingatkan kita bahkan orang yang selalu menanyakan kabar kita. wanita itu adalah ibu, dimana pun dan sejauh apapun kita dialah orang yang tak pernah gengsi dan tak pernah bosan untuk ingin mendengar anaknya tetap sehat di ribuan kilometer dari nya.

Aku....
anak pertama dari keluarga cahaya, secara simetris ataupun asimetris memang muka ku yang paling tidak ada kemiripan dengan anggota yang lain. orang dengan warisan nama unsur cahaya, dimana dilahirkan dibulan yang sama dengan ayah.

Aku hanya orang yang sangat beruntung bisa dibesarkan dan tumbuh bersama keluarga cahaya, aku hanya lah orang yang selalu percaya dan berhitung bahwa setiap peluang itu diciptakan untuk diraih dan digapai menjadi sebuah kesuksesan. aku diwarisi sikap yang sangat lembek dari ibu namun juga diwarisi sikap yang detail dari ayah.

Aku sangat ingat bahwa ayah pernah melarangku untuk bermain musik, karena beliau punya alasan bahwa lebih baik aku mengaji daripada bermain musik yang belum tentu manfaatnya. beliau juga selau mendoktrin bahwa ketenangan rohani lewat media mengaji akan jauh lebih membekali aku nanti, suatu saat nanti ribuan jam dari hari itu.
Golongan darah AB  denga postur yang cukup besar membuat aku sangat dikenal dari kecil hingga sebesar ini. pemimpi yang selalu percaya bahwa setiap keberuntungan itu adalah setiap kata doa yang di lontarkan oleh wanita tecantik didunia yaitu ibu.
"Aku hanya yakin keberuntugan dari tuhan adalah doa yang dikabulkan dari wanita yang memberikan kehidupan, dan yang selalu memastikan aku sehat walaupun jaraknya ribuan kilo dari sisinya"
Sangat aneh dan selalu yakin bahwa setiap langkah adalah sejarah yang akan aku tuai dikemudia hari.
Aku adalah pengejar kereta yang handal, penghitung estimasi waktu yang hampir tepat. aku yang selalu ingin masuk kelas kuliah walaupun terlambat karena aku yakin bahwa ada hal yang selalu ingin aku curi dari pengajar yaitu ilmu. Aku yang selalu aktif dan hampir tidak bisa duduk manis. orang yang selalu ingin berteman dengan orang banyak dan cenderung banyak teman, namun aku lebih suka menyendiri, menikmati tenang dan hal baru tanpa bising yang mengganggu, orang dengan rasa bosan yang begitu besar.

Aku yang selalu ingat bahwa dengan berjuang aku akan meraih apa yang sudah aku perjuangkan
Pilihan untuk hidup mandiri ku ambil setelah lulus sekolah menengah atas dan memilih kota bogor sebagai persinggahan dan kota pembentuk karakter. begitu banyak orang yang menginspirasi kutemukan dikota hujan ini, dari mulai teman satu kampus hingga teman kostn yang selalu memebrikan motivasi bahwa hidup itu bergerak, jangan diam, karena dengan diam kita tidak akan pernah berani mencoba. 

Hingga akhirnya aku bergerak dan mencoba untuk beralih ke kota depok untuk melanjutkan pendidikan ku. lain hal dibogor lain hal di depok. di depok aku ditakdirkan untuk mengenal orang-orang yang percaya akan harapan untuk meraih lebih dan berani ketahap-tahap yang sudah dilalui. didepok aku mengenal akan teman yang selalu setia dan selalu bersahabat sejalan menuju hal yang kami sebuh itu mimpi dan harapan. di depok aku hanya mengalami proses pemupukan atas bibit mimpi-mimpi ku dari sidoarjo-bogor hingga depok. 

Mencoba peruntungan di Kota metropolitan, bekerja untuk kuliah, akhirnya aku harus mulai berhitung kembali karena aku memilih lepas tanggung jawab orangtua dan membukukan tanggung jawab pribadi. Karena aku yakin di kota ini aku berjuang menggapai dan ingin terus berkarya dengan ilmu, bahwa aku yakin ilmu itu yang akan mengangkat derajat kita dengan terus mengamalkan nya disetiap langkah kehidupan, layaknya ayah yang selalu mengajar dan mengajar agar bangsa ini tidak bodoh.

Sitengah
Setyo, namun tinggi dan kurus.
anak kedua dari kelaurga cahaya, tenang, cerdas, suka bergaul, pecinta alam, riset adalah hidupnya, rumah dan keluarga adalah tempat berlabunya, sangat protektif terhadap bungsu, suka bertengkar mulut dengan si bungsu, malas mandi dan jarang merawat diri.

Berjuang dan terus menghasilkan hal baru adalah tujuannya, tak heran dengan hanya tiga tahun setengah dia sudah meraih gelar akademis sarjananya, seorang pemimpin yang selalu tidak pernah serius, berdarah hangat dan lebih peduli dengan sekitarnya. pemakan segala, walaupun dahulu kecilnya paling susah makan. 
"Negara ini adalah negara dengan anugrah khatulistiwa dimana semua bisa tumbuh subur dan matang secara alami, hanya kita butuh generasi modern yang mampu melestarikan tanah-tanah agar tidak terbangun gedung-gedung menjulang tinggi" (Tengah dengan laptop usangnya)
Eksak dan Pertanian adalah pagu jiwa yang membentuk karakternya. dia yakin bahwa pertanian adalah hal yang terbesar dari bangsa ini, dengan pertanian rakyat bisa merasakan hasil bumi khatulistiwa di setiap meja makannya, dia yakin bahwa dengan pertanian yang sudah mulai dipolitisi oleh pejabat tamak, indonesia bisa bangkit dan menjadi macan asia kembali. 

Aku dan si Tengah tidak begitu banyak bicara dirumah, namun bahasa batin kita setidaknya mewakili apa yang kita maksut satu sama lain. 

Bisa dikatakan dialah yang selalu dekat dengan keluarga dan bungsu, karena dia memiliki jarak terdekat dengan keluarga. karena dia sekarang mulai menyadari bahwa sepasang manusia yang melahirkan kami dan sudah mulai mengeriput itu adalah bagian terpenting yang harus kami jaga. 

Bungsu
Bungsu adalah anak peremuan terakhir yang sangat manja dan keras kepala.
perpaduan gen yang paling mirip dengan ayah dan ibuk. gadis yang sudah tak lagi kecil ini selalu menjadi hiburan bagi ayah dan ibuk. sikap manja dan absurd nya terkadang membuat suatu saat diaman kita berkumpul dan menjadi ramai. 
"mas, yuk temenin sama anterin aku keluar" (Bungsu dengan segemgam manjanya)
Bungsu adalah anak Ayah, dalam artian, si bungsu dan ayah mempunyai jalinan batin yang cukup kuat. bagaimana tidak, bungsu adalah cita-cita ayah dan anak perempuan ayah yang paling cantik. 

Rasa sayang kami kepada si bungsu terkadang membuat dia merasa betah dirumah, malah terkadang diam kami membuat dia selalu mencari perhatian kami hanya untuk sekedar menertawakan tindakan konyolnya.

Bungsu adalah adik kecil yang sudah dewasa, yang sudah punya banyak teman dan sudah mengenal kehidupan luar. Bungsu yang sudah menjadi mahasiswa ini selalu ingin di manja oleh ayahnya.

Karena sibungsu sadar bahwa laki-laki yang tulus menyayangi dia adalah ayah dengan kumis dan rambut yang mulai memutih. 

Catatan Kecil yang Tersirat
Keluarga Cahaya

Aku yakin bahwa setiap keluarga adalah tempat labuhan dan setulus nya cinta yang bisa memenuhi apa yang  kita maksut dalam setiap maksut langkah berjalan, sejauh apapun kamu melangkah, aku yakin keluarga ada tempat kembali prioritas yang akan kamu tuju. 

Selamat bertemu minggu depan

Sabtu, 16 Mei 2015

Buku Kimia Halaman 67


Lanjutan ....

Café itu membuat dan merancang banyak kenangan diantara kita.  Bahkan aku masih ingat pesan dia kepadaku setelah kelulusan kita.

Kamu jangan membenci kimia karena guru nya, Kimia itu mengajarkan kita akan proses dan sabar dalam setiap reaksinya. Kimia juga mengajarkan segala sesuatu itu ada kandungan dan konsentrasinya bermacam-macam. sehingga sesuatu masalah pasti ada kandungan berbeda dan penyelesaiannya pun bermacam-macam. Pokoknya kamu harus suka sama kimia deh.

Memang dengan kimia aku bisa mengenal uty. Dengan kimia, uty mencoba dan berhasil membuat reaksi kompleks dalam hati ini. Segala rasa yang eksak dan lebih indah dari warna jingga atau merah muda. Uty berhasil membuatku mencintai kimia dengan baik dan begitu pun mengerti akan dirinya.

Walaupun akhirnya uty kuliah di jerman dan bukan mengambil kimia. Dia selalu tidak lupa akan isi halam 67 di diktat kimia karangan penerbit lokal tentang rekasi oksidasi dan reduksi. 

Reaksi redoks adalah suatu reaksi dimana, reaksi tersebut akan terjadi ketika suatu atom ada yang melepas dan ada yang menerima. bisa disebut juga serah terima elektron.

 
Sekarang pandangannya itu membuat aku semakin larut dan terjadi reaksi redoks. elektron-elektron kenangan bersama ketika duduk di bangku depan ruang kelas IPA 1 itu pun kembali bereaksi di setiap denyut dan nafas kami. 

Sore pun berubah menjadi gelap, awan merah menandakan indahnya sore akan berubah menjadi gelapnya malam. Malam ini cukup cerah, setidaknya ribuan bintang sudah mulai Nampak sesore ini. Aku akhirnya membereskan semua alat dan sampel ku untuk ku simpan dalam speedboat yang berlabuh tak jauh dari puskesmas.

“kalo malam biasa aku duduk minum kopi didermaga itu sama bu bidan ber, kali ini bu bidan lagi sibuk sama anak dan suaminya. Kalau kamu gak keberatan, yuk lihat purnama abis isyak di dermaga sana” ajak uty kepadaku.
 “ok, aku gak keberatan kok… aku malah seneng ty” perlahan bibir ini tersenyum kepadanya

Kami yang sudah mulai membiasakan diri seolah diantara kami tidak ada apa-apa sebelumnya, walaupun dalam hati kami masing-masing kami bergejolak karena kotak kenangan yang tertutup rapat itu sekarang mulai hancur berantakan dan isi nya terhambur. Membuat kita tidak bisa lagi merapikannya.

Apa dikata.. kotak sudah hancur sekarang yang kita butuhkan adalah sedikit demi sedikit mengumpulkannya agar tidak semakin tercecer dan hilang susah dicari.

Ajakan malam ini tentu merupakan obat rinduku padanya. Begitu pun uty aku yakin dia cukup kesepian di pulau sekecil ini. Uty memang tidak lama di pulau ini, hanya beberapa hari kedepan dia disini. Begitupun aku mungkin siang besok akan hanya jejak ku yang tertinggal disini.

Kami saling merindukan, jarak yang cukup jauh dan waktu yang lama membuat kita belum sempat menjilid dan menyelesaikan urusan hati yang terselubung dalam ikatan sahabat itu. Kini kita memiliki beberapa jam setidaknya untuk menata kembali serpihan kenangan yang sudah terpaksa berserakan karena kotak telah hancur.

Adzan magrib berkumandang, aku mulai bersiap-siap mandi dan segera menuju ke masjid kecil yang letaknya ditengah pulau. Pulau sekecil ini hanya punya 2 desa yang terpisah oleh bukit berbentuk kebun cengkeh dan memiliki satu masjid dengan dua kelompok penduduk yang memeluk 2  agama berbeda namun rukun satu sama lain. Magrib yang begitu tenang, beruntung listrik iuran warga desa sudah mulai bagus dan dioperasikan, listrik pun menyala mungkin hingga jam 10 malam nanti.

Seusai sholat magrib, aku dan pak desa kembali dari masjid menuju kerumahnya. Pak desa yang begitu ramah ini selalu mengajakku bercerita tentang desa ini, keadaan ini, Suasana ini dan setidaknya obrolan santai tentang hasil kebun cengkeh yang hasil nya melimpah ruah di pulau ini yang berhasil menghidupi mereka selama ini ketika hasil tangkapan ikan sudah mulai sedikit.

Sesampainya dirumah, aku pun diajak makan bersama dengan 7 anak pak desa beserta istri dan ibu dari pak desa. Beberapa ikan goreng yang digoreng kering tersedia di meja makan besar itu, sayur tumis dan beberapa mangkuk mie instan mendampinginya. Tak lupa beberapa piring berisi kue basah yang di buat tadi sore oleh istri pak desa menemani makan malam kita. Begitu nikmat kulihat suasana makan keluarga ini, 

sudah lama aku tidak merasakan makan bersama seperti ini. Bahkan kehidupanku setelah SMA merantau ke bogor serta di Jakarta membuat jarang sekali aku menikmati makan bersama dalam meja besar dengan keluargaku. Suasana ini sudah cukup mewakili rindu ku dengan kedua orang tuaku di kampung sana.


Suara adzan isyak mulai terdengar, beberapa anak pak desa membereskan meja dan berbagi tugas mencuci piring, sementara istri pak desa membuang sampah. Sedangkan aku dan pak desa bergantian wudlu dan segera menuju ke masjid. Sembari berjalan kaki dengan pak desa, aku selalu memandang kearah langit malam ini. Bulan purnama begitu terlihat sempurna dengan ribuan bintang tak jauh dari letak purnama itu. 

Seusai sholat isyak aku pun kembali kerumah pak desa untuk beganti baju. Kaos dan celana tiga perempat melekat dibadan tak lupa jaket yang juga melekat agar badan tidak kedinginan di dermaga nanti. Belum sempat keluar dari pintu rumah pak desa membekaliku dengan senter kecil untuk jaga-jaga apabila nanti pulang terlalu malam dan listrik mati.

Sembari jalan menyusuri desa menuju dermaga, terlihat para warga yang sudah mulai keluar dari rumahnya untuk membuat lingkaran kecil diskusi didepan rumah mereka. Senyum ramah dibalik cahaya lampu yang tak seterang di kota-kota besar menyambut dan tertuju kepadaku yang melangkah kan kaki melewati kumpulan orang-orang didesa itu. Beruntung mereka mengenalku sebagai tamu pak desa sehingga mereka terlihat begitu segan dan selalu menyapaku. Namun memang desa ini merupakan desa yang paling ramah dan terbuka terhadap orang baru walaupun dulunya pulau ini masuk dalam pertikaian antar agama di pertengahan tahun millennium.

Perlahan langkah sandal kaki beralas sandal jepit ini sudah mendekati dermaga. Dermaga kayu dekat puskesmas yang sudah menjadi tempat janjiku malam ini dengan uty. Dari kejauhan terlihat zul dan jay sibuk pengamatan dan pengambilan data, sehingga aku pun tidak ingin mengganggu keseriusan mereka. Langkah kaki ini pun sampai didepan puskesmas. 

Melihat kearah rumah dinas di puskesmas itu masih belum terlihat uty menampakkan sosoknya. Sembari menunggu aku pun sedikit senam senyum untuk menghilangkan rasa gugupku, maklum pertemuan kita tadi sore membuat aku mendadak lupa cara senyum dan selalu terpikir tentang uty.

Tak lama ku menunggu uty pun keluar dari rumah dinas itu. Dengan membawa 2 buah mug yang sengaja ditutup atasnya untuk menjaga isinya tetap panas. Rambut ikal yang terikat dan jaket merah muda yang menempel di badan wanita ini membuat jantungku berdebar kencang. Masih ingat betul ketika kami 7 tahun lalu di café mas ambon, uty mengenakan jaket merah muda dan rambut terikat seperti ini. Lagi-lagi uty mencoba masuk dan mengingatkan ku dengan kenangan yang tadi sore baru saja berntakan dan perlahan aku bereskan.

“udah lama disini ber?”
pertanyaan pembuka malam ini dari uty
 “sory agak lama soalnya aku bikin kopi buat kita berdua”
dengan kedua tangan memegang mug yang tertutup yang sedari tadi sudah aku lihat dari pintu rumah dinasnya. 



TUNGGU PURNAMA MINGGU DEPAN GAIS.... :)

Selasa, 05 Mei 2015

Kopi dan Mimpi Darimu


Cerita lanjutan kopi di ujung utara.....

Tepat didepan kelas ipa 1 sore itu hanya kami berdua di kelas tertua di sekolah ini.
Rasa sedih itu tiba-tiba mendera kami. Berdua dalam kursi beton merah itu. Tiba-tiba mulut kita terkunci. Aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan aku harus membohongi rasa kehilanganku itu. Sedangku kurasa uty sedang membutuhkan ungkapan rasa sayangku untuknya. kami sama-sama menjadi orang yang tidak pernah jujur dalam hidup kami. kami membohongi diri kami masing-masing, yang tersisa hanyalah sebuah diam tanpa penyelesaian

Disitu mungkin uty kecewa terhadapku, bahkan ketika dia mau berangkat ke jerman, aku begitu tega tidak mengantarnya bahkan sekedar membalas pesan singkatnya aku tak berani. aku terlalu takut kehilangan. 

padahal beberapa minggu lalu aku sudah janji untuk mengantarkan dia di bandara sebelum keberangkatannya, bahkan aku lupa memberikan sarung tangan yang sudah aku beli untuknya. tapi hal itu hanya menjadi wacana yang begitu besar hingga tiba-tiba aku harus terdiam dan tak merespon pesan singkatnya sehari sebelum dia berangkat. 

Menjauh, kau akan menjauh
Menjauh begitu jauh dari tempat kita saat ini
Menjauh, bahkan atap bintang kita terlihat sama namun berbeda
Ketika ku menutup mataku, aku tak lagi melihat senyummu



“ber, besok aku berangkat ke jerman… kamu jaga baik-baik dirimu di bogor ya. Jangan lupa belajar kimianya lebih rajin. Jangan suka bolos lagi, nanti gak ada aku kamu bolos seenaknya lagi. Hehehehe. Nomorku gak bakal aktif disana, nanti kalo sempat aku email kamu. Kamu masih ingatkan email yang aku buatin buat kamu? Jangan di hapus ya”

Pesan singkat itu memang pesan singkat terakhir sebelum aku beralih kebogor dan melihat uty hilang pindah benua. begitu sedih kurasa, begitu dalam. Aku kehilangan dia. Bahkan kaki ku ini lemas dan tak bisa menahan mu utuk bertemu. Tapi aku terlalu takut. Aku hanya larut menyaksikan dan membaca pesan singkat itu. Hingga akhirnya aku tidak akan berani mengunjungi tempat-tempat yang pernah kita kunjungi. Termaksut café di kota Surabaya itu, yang pasti kamu tidak akan bisa menuangkan gula sesuai dengan seleraku dalam kopi ku, begitupun aku terperangkap dalam ruang sahabat yang tidak pernah peka terhadap rasa perhatianmu.

Kini pesawat terbang jenis boeing itu membawa mu pergi, bahkan aku tidak berani masuk diruang tunggu ketika melihatmu menengok kanan-kiri mencari seseorang dan aku rasa itu adalah aku. Hingga panggilan boarding terdengar di pengeras suara Bandar udara juanda. Aku hanya sembunyi di himpitan mobil yang terparkir didepan pintu keberangkatan. Hingga akhirnya kamu sudah terbang jauh dibelahan benua biru disana.

Semua kenangan bersama uty rapi sekali aku simpan di lemari osis sebelum aku berangkat ke bogor untuk melanjutkan mimpi ku. Mimpi yang kau ajarkan, mimpi dengan kimia yang dengan sabar kau ajarkan melebihi guru tua berkumis yang super galak di kelas 12 itu.

Sudah berjalan 7 tahun kita berpisah. Begitu rapinya aku menyimpan semua tentang kita di bangunan tua yang kabar terakhir sudah dirobohkan dan dipugar. Tapi hanya tersisa mimpi ini yang masih aku bawa dan membawaku hijrah dari Jakarta menuju Makassar. Sekarang kita bertemu dalam pulau yang kecil ini yang tidak pernah kita duga.

Kami masih terdiam di tepi pantai, di atas dermaga tua yang sudah mulai kehilangan kayu-kayunya akibat tergerus ombak.

“kamu… uty…” aku mencoba membiasa tapi dekub jantung ini begitu cepat, nafasku pun mulai tak beraturan mencoba tenang aku tidak bisa. Rasa kaget dan rindu itu muncul bersamaan. Sudah aku buang kunci kota rinduku terhadapmu jauh, kenapa mesti kamu sengaja mendobraknya dan membongkarnya. Bukan salah mu itu salah ku.

“iya… bery…” kamu terlihat kehilangan pola nafas yang mulai bernatakan. Kamu pasti merasakan hal yang sama.

Kami kembali terdiam beberapa detik tanpa ada kehilangan tatap mata itu.

“kamu apa kabar?” uty mencoba memulai pembicaraan

sedangkan aku hanya sibuk merapikan nafasku

“Alhamdulillah baik, kamu apa kabar? Kapan pulang dari jerman?” lanjutku

“aku pulang 3 bulan lalu ber, eh kamu kok kurusan sih sekarang?” lanjut uty dengan wajah yang masih membiasakan diri kepadaku

“ hahaha, kamu ngeledek ih sukanya. Wah kok gak bilang kalau pulang sih?” lanjutku dengan mulai terbiasa melihat paras cantiknya yang sudah semakin putih karena musim di eropa.

“heheh sengaja gak bilang.. hehehe” candanya seolah menutupi rasa gugupnya

Semenjak email yang sudah dibuatkan uty waktu dulu aku lupa password nya, aku pun sudah hampir melupakannya.

Bagaimana mengasih kabar kedatangannya, sedang kan kita tidak punya kontak untuk saling memberi salam.

Uty memang terlihat sangat berbeda dengan waktu 7 tahun lalu. Paras nya yang semakin cantik dan kulitnya yang sudah menjadi terang, aku sangat yakin tidak mungkin dia masih menunggu ku yang sudah hampir 7 tahun tanpa kabar. Begitupun aku yang sudah mempunyai kehidupan sendiri dan dekat dengan puspa.

Jika sekarang ini kesempatan terakhir ku untuk membuat itu menjadi benar
Kita berdiri, dan bisa melihat cahaya itu
Jika aku ingin mengatakan apa yang tidak bisa aku katakana
Aku membuka hati menunjukkan semua dan belum membiarkan itu terlalu dalam
Jika aku membuka hati aku akan berbicara tentang hati ku dan berbicara rasaku padamu
Tapi sudah terlalu lama kita tak berdiri bersama seperti dulu berjalan seiring sampai akhirnya aku memahami
Disini saya sudah jauh, jauh dengan bintang yang berbeda

Sekarang mungkin hanya penyesalan yang aku ratapi. Kenangan ku bersama uty yang hanya sebatas sahabat dekat yang saling menunggu untuk satu orang mengungkapkan kata “sayang”. Perjumpaan di pintu masuk check in juanda menjadi kenangan yang harus tertutup seiring dengan panggilan boarding pesawat yang membawanya ke belahan bumi yang berbeda.

“eh 2 bulan lalu sebelum aku ditugasin disini aku masih sempet muter-muter Surabaya loh…” lanjut obrolan uty seolah membuka kenangan itu.

“ah yang bener? Kemana aja? Ketemu siapa aja?” lanjut pertanyaan bertubi-tubiku kepadanya.
“sendirian aku muter, kebetulan mobil papa nganggur jadi aku pakai muter-muter, aku juga beberapa kali ke café mas ambon loh, kamu masih inget gak?” jawaban uty seolah memaksaku untuk rindu kepadanya

“heheh, iya masih inget kok” jawabku kaku dan tak ingin pembicaraan itu berlanjut


Café mas ambon adalah tempat pertama kali kita ngopi dan makan setelah menyaksikan film dibioskop, café yang selalu menjadikan minggu siang kami berbunga, walaupun hanya sekedar milkshake dan kentang goreng, kami bisa larut dalam ratusan bahasan tanpa menyadari waktu sudah semakin sore. 

sudah sore... lanjut minggu depan ya... :) :) ;)