Sabtu, 31 Oktober 2015

JARAK DAN KOPI KITA

credit by: EBITAli

setelah beberapa jam perahu kami memecah ombak, kami pun tiba di ternate. membereskan semua barang dan memindahkan ke daratan yang akan selanjutkan harus di penginapan.

penerbanganku kembali ke makassar masih keesokan harinya. masih ada kurang lebih satu hari untuk istirahat.

aku masih sesekali menengok kearah laut kearah timur tepat dimana speed boat kami dari arah timur meninggalkan pulau kecil itu. pulau kecil yang diaman sudah tersisa jarak dan waktu.

sesekali aku mengingat senyum dan lambaian tangan dari dokter muda itu, senyum dan dekapan manisnya itu masih sedikit kurasa. aku sadar entah kapan waktu lagi akan bisa bertemu langsung dengan dia.

perjalanan ke penginapan pun masih terasa begitu berat. bukan barang bawaan dan sampel yang menumpuk yang membbuat langkah ku ini begitu berat. tapi aku yakin rasa rindu yang belum benar benra tuntas tereduksi isu telah menjadi sedimen yang selalu menguap ke menemus memori yang sudah tersimpan. membuka kenangan kembali sewaktu-waktu.

mungkin ini hanya sementara namun aku selalu berhipotesis salah.

rindu ini makin mengakar, setelah semua yang kudenngar dari bibir tipis dokter berambut panjang di pulau tadi pagi.

sudah lah mungkin ini akan berlalu,

perjalanan ku ke penginapan yang tak jauh dari dermaga sandar speedboat kami. disambut dengan senyum pak haji yang sudah menunggu sedari tadi kedatangan kami. pak haji membawa mobilnya mengantarkan ku menuju penginapan. sedangkan zul dan teman-teman lainnya kembali kerumah meraka karena tugas telah usai.

sesampainya di penginapan, pak haji mengajakku untuk pergi mencari makan. perut yang sedari tadi diguncang ombak inipun rasanya sudah sangat kosong, namun sedari tadi juga aku tidak merasakan lapar sama sekali, yang hanya ku rasakan adalah rasa jauh terpisah lautan kembali dengan uty.

aku diantar pak haji untuk menaruh semua barang dan sampel di kamar penginapan. kemudian melanjutkan untuk pergi mencari makan. tak lama setelah mengunci kembali pintu hotel, handphoneku pun ku nyalakan kembali.

efek besar meninggal pulau di ujung utara itu adalah aku lupa bahwa aku punya handphone yang harus kunyalakan.

begitu handphone menyala begitu banyak pesan yang masuk. salah satunya adalah dari puspa.  tak sempat ku menyelesaikan membaca pesan itu, dering telponku berbunyi dan ku lihat itu dari puspa.

"hallo assalamualaikum...." kuangkat telpon itu sembari jalan menuruni tangga penginapan menuju perkiran mobil didepan.

"waalaikumsalam, masssssssssss... kemana aja sih,,, gak ninggalin kabar sama sekali" puspa diujung telpon itu begitu terlihat sewot  karena aku beberaapa hari tidak bissa sedikitpun menghubunginnya.

"heheheh, jangan marah dong.. mas gak ada sinyal dek... disana terpencil sekali.. handphone aja kayak benda yang gak punya fungsi... beneran,, serius,,,," kau yang mencoba menjelaskan agar dia mengerti.

aku selalu terhibur dengan suaranya yang lucu itu, sifat bocahnya yang masih kental membuat dia terkadang menjadi hiburanku jikalau lelah menghampiri di tanah perantauan.

"udah ya jangan marah,, kan yang penting mas udah bisa dihubungin lagi kan jadi udah gak khawatir toh.. heheh" aku masih saja terus menggodanya nya...

"iya deh iya, maaf ya mas udah sewot, soalnya aku khawatir banget mas" nada manjanya itu membuat aku menjadikan ada rindu dan ingin cepat sampai di makassar.

sekarang mendadak rasa rinduku muncul untuk puspa. namun sosok uty masih berada dalam pikiranku juga.

aku melanjutkan perjalanan menuju tempat makan yang berada di dekat dermaga kapal rakyat di kota ternate.

dengan mengenakan pakaian dan tas pinggang yang masih kukenakan dari pulau dama karenaa pak haji tidak memberiku kesempatan berganti baju sebelum makan.

**
makanan ikan bakar tersedia di meja kami, kami menikmati sajian itu, perut yang sudah lapar angin berhembus sepot, ombak yang sesekali menghantam daratan menjadikan semua begitu pas.

hataman ombak itu menjadikan campuran gesekan hati antara kita, angin sepoy itu menunjukkan adanya yang berubah, menjadikan teduh dan terlalu indah untuk tidak memikirkanmu. dan sajian dimeja menjadikan hal terakhir untuk menutup kekosongan yang sedari tadi tertahan dan telupakan akan satu kata yang berarti.

yaitu rindu.

perbincanganku dengan pak haji kali ini tidak begitu semenarik bisanya, karena ada hal yang menjadikan aku sedikit tidak fokus dengan topik obrolan dengan pak haji serja kawan-kawan.
\
hal yang tidak begitu menjadikan fokus pada tema pembicaraan itu adalah sepucuk kertas yang entah kenapa ada di tas pinggangku, kertas asing yang tentunya bukan surat tugas ataupun surat keterangan sampel yang aku bawa. kertas ini begitu kusam, aku yakin ini sudah lama sekali, namun baru sebentar berada di kantongku.

pikiranku pun sudah mulai tidak begitu fokus, akhirnya kau meinta ke pak haji untuk kembali ke penginapan berdalih istirahat karena badan terasa capek.

sesampainya di penginapan aku pun masuk sebentar dan membersihkan badan

sedikit beristirahat sembari menikamti acara televisi yang menggantung di dinding penginapan.

kertas asing itu masih belum sempat aku baca...

aku putuskan untuk membacanya.


Kisah klasikku
Jika kamu tak ingin tak usah.
Biar saja batin masih tertidur dalam kenangan
Itu pun jika aku boleh berharap
Bisakah kamu yang akan membangunkanku dari tidurku
Aku yakin aku tidak tidur
Pelukmu akan kurasa suatu saat nanti
Dengan kerinduan yang begitu mendalam
Lalu setelahnya setidaknya aku bisa bersyukur karenamu.
Kurasa waktuku tak begitu banyak, ini akan begini?
Atau…
Ini akan? Ah sudahlah

Mungkin hanya kimia
Benar-benar kimia saja yang kau rasa. Sedangkan kurasa waktu
Waktu belum berhasil mengajariku
Hanya mengajarimu
Bukan kita
Atau hanya kamu ku pikir?
Segala hal tentang kamu
Duduk disebelahku, di kedai dengan musim semi eropa
Kamu yang menyampaikan satu hal sebagaimana manusia.
Aku manusia, lebih tepatnya wanita
Wanita yang selalu merindukanmu
Aku berhati juga,
Namun setidaknya musim semi ini yang akan mewakiliku
Menemaniku di setiap teguk kopi ini

Gottingen, musim semi ke dua
Dari ku di benua eropa
Untuk kamu bery.


ternyata kertas kusam itu sudah lama memang ditulis oleh uty, entah berapa tahun lalu, belum ada keternagan waktu yang tertulis.

yang jelas secara tidak sadar, perjalanan ku ke dermaga pulau dama tadi itu secara sengaja dan terencana uty menyelipkan supucuk surat itu ke tas pinggangku yang terletak posisi belakang punggungku.

surat itu diselipkan ketika pas aku sedang sibuk mengemas barangku masuk ke speedboot.

setelah membaca surat itu hati ini memang begitu tidak karuan, tadinya aku hanya ingin beristirahat namun hingga sore menjelang aku masih saja resah.

akhirnya aku pun memutuskan jalan jalan sore ke dermaga menikmati hembusan angin sore di pinggir pantai.

sebuah perahu nelayan yang sudah terparkir di dekat pantai itupun menjadi tempat duduk ku menatap ke arah utara. mengingat dan sembari sesekali menikmati rasa rindu akan pertemuan dengan uty.

aku pun memesan kopi hitam untuk mnikmati sore ini.

kopi sudah datang, aroma karbon dan wnaginya kaffein itu menghampiri

disitulah aku menyadari kamu sudah jauh dan kamu menyisakan kerinduan itu

rindu akan kamu dokter muda dengan mimpimu yang tak pernah padam serta kopi hitammu yang selalu menggugah adrenalin untuk tetap tidak leleh belajar dan terus belajar walaupun aku baru saja belajar untuk merindukanmu.


Bersambung....
SEE YOU NEXT WEEK GAIS



Minggu, 25 Oktober 2015

PAGI DAN PERTEMUAN YANG MENJANJIKAN

pasir yang terhapus ombak

pagi itu telah datang, uty menghampiriku dengan kopi hitamnya, sepagi ini dokter muda itu  telah begitu memperhatikanku, namun ini memang pagi yang kembali memberatkan kita untuk kesekian kalinya. pertemuan yang begitu mendadak menimbulkan perpisahan (kembali) setelah beberapa tahun lalu kami saling kehilangan.

Pak desa dan beberapa temanku sudah bersiap jalan menuju dermaga, barang bawaanku juga sudah tersimpan dan dibawa oleh zul ke kapal yang akan membawa kita menujuternate kembali. ombak pagi ini begitu ramah, tidak begitu berderu kencang, namun pasir tetap lah pasir yang akan terbawa dan berdesir pelan mengikuti arah ombak. pasir tetap lah pasir yang selalu terbawa dan disapu ombak. perasaan kehilang itu tetaplah ada, apalagi rasa ridnu yang hanya kita habiskan tak lebih dari purnama yang habis periode oleh putaran bumi. kamu tetaplah wanita yang selalu mencoba memberikan apapun yang kamu bisa dan terbaik untukku walau lebih sering aku tidak bisa membalas segala kebahagiaan yang kamu bawa untukku.

kini pagi sudah menjawab semua, rindu mempunyai waktu. sedangkan kehilangan hanya akan menunggu waktu. dalam pertemuan selalu ada perpisahan. teori empiris itu sudah menjadi akar dalam setiap roda kehidupan. sekarang aku akan kembali kehilangan, begitupun uty yang akan meghabiskan waktu untuk berpetualang dan berarti bagi negeri yang ia sangat cintai. walau seorang wanita aku rasa dia adalah wanita tangguh setangguh ombak yang selalu akan menemukan daratannya.

semua sudah siap meninggalkan pulau ini, tinggal aku yang terasa berat meninggalkan pulau ini. pulau yang akan menjadi tempat yang tenang dan damai dalam setiap pertemuan. pertemuaku dengan uty yang begitu sendu dan syahdu. aku berjalan pelan menuju dermaga bersama uty. melintasi setiap jalan berdua dengan diam sembari sesekali aku melihat wajahnya yang entah kenapa tidak semangat sekali. aku yakin dia sedang kembali menyembunyikan kesedihanya itu. dan memang selalu uty adalah karang hidup yang selalu bertahan dengan terjangan apapun walau akhirnya air mata nya adalah tanda terjatuhnya kekokohan hatinya itu.

beberapa meter lagi kami akan mencapai dermaga itu, dermaga yang akan memisahkan kita sampai waktu yang belum ditentukan. dermaga yang menggoreskan kenangan dimana aku melihat dan mendekap tubuhnya dengan erat untuk sekedar menenangkan dia akan sakitnya kerinduan itu. pasir pasir itu berbisik, suara ombak menjadi musik sendu yang akan membatasi kita kembali ke geografis berbeda.

"ber, kamu hati-hati ya, jaga baik-baik diri kamu" ucap uty tepat ketika kaki ini sudah meninjak pelataran dermaga.

" iya ty, kamu juga, kami jaga diri baik-baik, kamu jauh dari keluarga"  aku masih saja mencoba datar,

sebenarnya diriku juga masih menyembunyikan apa yang akan aku rasa pada uty. rasa kehilangan dan riindu yang masih belum usai. rindu yang terbatas waktu itu belum cukup waktu untuk ku tinggalkan.

namun langkah kaki ini harus maju kedepan meninggalkan sesuatu sebelum aku tertinggal akan kapal yang akan membawaku kembali pulang ke makassar dan bertemu dengan duniaku yang baru yaitu puspa.

aku masih yakin kopi hitam dari uty masih belum terkalahkan dan selalu menjadi pengobat rindu yang mempunyai batas waktu, senyum nya masih menempel dalam seteguk pertama kopi hitam itu. belum berubah sampai saat kita bertemu kembali tiba.

"ty, aku berangkat dulu ya, maaf aku masih belum bisa membuat kamu tersenyum" salam ini akan segera membawa kami ditanah yang berbeda.

"iya ber, aku yakin suatu saat kita bertemu lagi. kamu tetap semangat ya" sembari terseyum uty menghantarkanku masuk kedalam kapal yang akan membawaku ke ternate

nyala mesin kapal sudah mulai membising, membuat daya dengar kami menurun, dan akan meredam semua pembicaraan kami. kapal sudah mulai tergerak, tangan pak desa dan anggotanya melambai ke kami, melambai menemani kapal yang sudah mulai hengkang dari dermaga. kapal sudah mulai menjauh pelan pelan, terlihat uty yang masih berjalan meninggalkan dermaga dan turun kepantai sembari tetap melihat aku yang masih duduk di belakang dekat dengan mesin kapal yang sudah menjadi keras dengan buih air laut yang teraduk oleh baling-baling mesin.

masih berdiri diatas pantai pasir putih dan diantara bebatuan tempat pertama kami bertemu waktu itu. aku sudah tidak bisa jelas melihat mata dan wajahnya yang ayu itu. aku yakin air mata nya itu akan menetes kembali namun aku sudah menjauh dan entah bagaimana lagi aku harus tetap mengingatnya.

aku masih hanya berharap dan selalu memeluknya dalam doa, memeluk sebagai seorang sahabat yang banyak mengajarkanku semua lini arti perjuangan.

begitulah cara kami saling menghargai rindu dan selalu mengerti cara disetiap sisi ambisi dan misi, berbicara perjuangan dan artinya dalam segelas kopi hitam yang dibuat tidak dengan sekedarnya, namu dibuat berdasarkan perasaan terbaik yang menjadi kan kita tetap tersenyum, tertawa, bersedih serta mengerti arti dalam setiap teguknya.

Tegukan pertama, ada senyum yang menyelimuti rindu,
Tegukan kedua, ada arti dalam setiap bahasa diri dan komunikasi yang membuat tegukan ketiga menjadi hangat
Tegukan ketiga akan selalu menjadikan setiap perbincangan menjadi hangat dan berkesan disetiap sisinya, mengartikan manis nya pertemuan dan kebersamaan yang tak bisa dibayar dengan apapun
Tegukan berikutnya menjadikan setiap pemikiran menjadi tenang, menjadikan emosi teredam serta menjadikan air mata sepantasnya jatuh untuk sekedar menghargai perasaan yang terpendam
Tegukan terakhir memberikan arti bahwa setiap mimpi mempunyai titik pencapaian dan membuat menjadikan semangat baru untuk tetap Fokus meraihnya.

akhirnya kapalpun sudah menjauh dan tak lagi terlihat pulau dama yang menjadikan damai itu nyata, serta menjadikan pertemaun kembali itu begitu menjanjikan.

--- Bersambung ---
SEE YOU NEXT WEEK GAIS

Minggu, 04 Oktober 2015

SECANGKIR KOPI UNTUK MENUNGGU **

credit by : tali jiwo

aku masih dalam dekapan indri, 
masih disini tentunya, kafe nyonya tua akan menjadi hal yang paling aku ingat jika aku mengingat indri. penerbangan memang masih lama. dalam hal ini aku biasa sangat membenci delay pesawat maskapai lokal yang selalu menjadi langganan delay namun tidak pernah terdengar isue kebangkrutannya. 

disini dengan indri menjadikan aku sangat menyukai delay pesawat. hal yang tida aku sukai menjadi hal yang akan menjadi sesuatu yang akan aku sukai. delay maskapai paling romantis bagiku. masih dalam pelukan indri menjelang detik detik penentuan kebersamaan kita dan akan menjadi manusia yang terpisah secara geografis. 

"jika ada pertemuan pasti akan ada perpisahan" (anonim)

aku mulai dan akan terbiasa dengan pribahasa itu. aku pernah bertemu dan sudah bertemu dengan indri serta menghabiskan hampir beberapa tahun untuk sekedar membuatnya tersenyum dari sakit hatinya yang sudah menjadi kerak dalam hatinya. hingga jogja yang menjadi saksi kebersamaan kita walau pun dalam legenda jaman dulu salju akan menjadi hal paling indah dan romantis di setiap cerita eropa, namun kami sepasang orang jawa tulen mengubah hal yang paling indah dan romantis dalam kebersamaan itu ada hembusan abu vulkanik yang bertebangan dan menutupi jogja waktu itu.

perlahan aku mulai membalas pelukaannya dan mencoba menyuruh dia untuk duduk kembali dan bercerita atau pun menjelaskan sesuatu yang membuatnya tiba tiba memelukku. 

kami pun akhirnya duduk berhadapan, indri yang sedari tadi memesan capuccino hangat. kuperhatikan capuccino hangat itu maish belum kehilangan hangatnya, mungkin baru beberapa saat dia disini. aku pun memesan cappuccino panas untuk sore yang hangat  ini. 

perbincangan akan segera dimulai, aku bersiap untuk beberapa pertanyaan, namun peluh yang masih membasahi matanyanya dan belum kering itu mengurungkan niatku untuk memukul dia dengan pertanyaan pertanyaan yang sedari tadi aku siapkan untuk menghakimi indri. aku mengurungkan niat dan aku melemparkan senyum yang paling manis untuk sore ini kepadanya. 

jakarta sore ini memang sangat cerah, perpisahan secara geografis ini memang mengalihkan raga ke pulau lain, namun hatiku memang belum terpisah secara geografis. indri masih sibuk dengan mengusap peluhnya dan mencoba tersenyum sesekali.

"kenapa ya dalam hati mesti ada dua rasa" 
indri pun melontarkan pernyataan itu sembari sesekali mengusap air matanya

"hey, kenapa kamu? kok tiba-tiba nanya gini?"
aku mencoba menanyakan maksutya itu

"iya cid, aku salah, aku terlalu egois, aku masih belum bisa ninggali kamu, aku salah aku gak bisa ambil keputusan malah aku lari dari kamu."
kemudian indri pun masih meneteskan peluhnya kembali

"aku masih bingung maksut kamu apa? ada apa sebenarnya?"
aku masih menunggu air matanya itu kering dan dia menjelaskan dengan tenang tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"aku sebenernya nyaman sama kamu cid, kamu tuh orang yang paling sabar ngadepin aku, aku banyak belajar dari kamu apa itu perjuangan. tapi kenapa hati ini masih terbagi dua, kenapa aku masih mengingat orang yang membuat aku runtuh dan berantakan. dia udah jahat tapi kenapa dia gak bisa buat hatiku ini menerima kamu, aku masih bingung kenapa seolah dia ini masih menghalangi buat aku bener-bener nerima kamu"
masih dengan tersedak sedak dia menjelaskannya, matanya yang sedari tadi becek oleh peluh air matanya, dan kini memerah. aku rasa dia menjelaskannya begitu dalam.

"kenapa sih kamu menghilang, coba kamu jelaskan ini dari pas kamu wisuda kemarin, setidaknya aku masih punya kesempatan buat menata lagi hati kamu yang berantakan, kao kayak gini sama aja kamu matiin hati aku, kamu udah berantakin aku tapi kamu sekarang malah menjelaskan ini begitu akhir,"
aku bercampur emosi menjelaskan dan ber-argumen kepadanya,

"aku jahat ya? "
pertanyaan itu membuat aku makin tidak bisa menyalahkannya, aku selalu takluk dengan pernyataan yang berintonasi senduh dengan tatap matanya yang kini basah,

lantas kalo sudah seperti ini aku bisa apa, aku akan keperaduan baru, ke tempat baru, ini begitu mendadak, ini begitu mendalam, ini adalah agus yang selalu terpecundangi dengan lawan, tentu lawannya itu adalah hati yang sudah tidak mengenal logika. sore ini begitu memerah megan sudah mulai menampakkan dirinya, matahari pun akan kembali keperaduannya, bersembunyi dan dia akan kembali esok hari dengan semangat baru, lain halnya dengan aku, aku bagai dalam pelarian yang terasing dan tak bisa bersembunyi, bahkan untuk kembali lagi dan bersemangat aku pun enggan. tidak ada yang tersisa di jakarta ini, semua kenangan yang sudah rapi tesimpan diantara tumpukan kardus dan koper yang sudah siap terbagasikan. beribu bahasa tersimpan rapi, berbagai barang sudah terjual dengan harga yang pantas, namun kejadian sore ini tak terjual walau kopi kita sudah akan kehilangan hangatnya, pelukan indri yang hangat mengawali sore tadi yang tersisa diantara bibir gelas yang masih dipenuhi oleh kafein itu.

"cid, kenapa diem... kamu jangan gitu dong, aku udah jelasin kan?"
dia sudah mulai kehaabisan peluh dan mengering becekan air mata yang sedari tadi masih tersimpan di kelopak matanya

"apa yang mesti harus aku terima lagi? aku yakin penjelasn kamu tak sependek itu, disini aku gak mau lagi sentengah setengah, aku ingin kamu menhabiskan semua isi hatimu yang sedari kemarin kamu tahan dan aku juga menahan utnuk mendengarnya. boardingku beberapa jam lagi ndi"
aku yang kali ini sedikit menguasai suasana mencoba untuk membuka hati indri

"iya aku minta maaf, jujur dalam hati ini aku ingin sama kamu, aku udah nyaman sama kamu, bahkan kamu yang begitu pasif yang kerjaannya selalu menunggu aku menjelaskan dan aku yakin kamu itu orang yang selalu menjaga perasaanmu, kamu itu udah memberikan lebih dari yang terbaik, aku disini untuk kamu cid, bukan untuk dia yang udah datang dan pergi gitu aja. memang ini semua terlalu curang buat kamu, tapi aku terlalu berekspetasi, andai waktu bisa di undur kan kembali, aku hanya ingin mengenal mu terlebih dulu dari pada dia"
mata nya memerah kembali, air mata itu terlalu mudah jatuh dihadapanku

"udah kamu minum dulu cappuccino itu, setidaknya itu akan membuat lebih lega dan selalu mengingatku disini, disore ini"

kami pun mulai menikmati sore dengan cappoccino kami masing masing, walaupun hangat nya sudah mulai bernajak pergi, namun masih ada tersisa hangat nya pertemuan yang tak akan bisa terkalahkan walauun itu terlalu telak dan aku yang berhasil mengendalikan diriku untuk tetap menyimpan pelukan dan senyumannya indri dalam setiap teguk cappuccino sedikit gulu ini.

"eh aku lupa nuangin gulanya ke gelasmu cid, terlalu larut sih ya.. hehe"
dia mencoba mengeluarkan senyuman mematikannya itu, yang tetap selalu ku tunggu.

"iya gapapa, pantesan pait nih, cuman cukuplah, dengan lihat kamu senyum gini aja paitnya gak bakal terasa kok" heheh
memang pait itu tidak akan terasa sekarang namun pait itu yang akan terus terasa hingga akhirnua geografis lah yang akan melarut kan nya sedikit demi sedikit

"cid, aku sayang sama kamu, aku mau kamu tetap menghubungi aku, aku mau kamu yang ada di hati ku, aku mau kamu gak berubah"
dia akhirnya jujur dengan perasaanya, dan kini dia tersenyum dalam tegukan kopinya itu

aku memang sudah sangat mengharapkan dia, aku memang sangat sayang kepada dia, tapi bagiku ini akan terasa beda. geografis akan membuatnya dia berubah, walaupun aku tau bahwa pergerakan akan mengakibatkan gesekan. aku tetap menerimanya, aku ingin mencobanya walaupun pasti aku akan kalah kembali dengan waktu, secara masalalunya lebih dekat dengannya dan aku terlalu jauh dengannya. jika disetiap tegukan di kopi yang sama dia masih mengharapkan dan merasakan hal yang akan sama maka cappuccino ini adalah bagian termanis yang akan menutup sore ini diantara megan dan matahari yang kembali keperaduaannya, walaupun aku tahu bahwa matahri bukan kembali leperaduan tapi matahari akan menyinari bagian bumi yang lain, setidaknya matahari esok tetap hangat walaupun geografis kita sudah beda.

"aku gak mau ngasih kamu janji apapun yang jelas kau cuman berharap kamu selalu konsisten merasakan manis yang sama di setiap kopi yang kamu nikmati, aku gak akan ninggalin kamu, cuman aku berharap kamu tidak terlalu jahat untuk pergi lagi dan diam dengan akhir penjelasan yang tidak bisa aku bantah"
kemudian aku mencium keningnya, dan dia pun mempersilahkan

pertemuan kita sore itu memang bukan akhir dari episode yang selalu menggantung dan menjadi pertanyaan di setiap langkah. pertemuan sore itu merupakan awal pergerakan baru yang selalu penuh tanya dan akan timbul gesekan yang luar biasa. pertemuan sore itu menjadi hal yang termanis sebelum aku meninggalkan jakarta ini. hirup pikuk kemacetan dan kekaacauan nya tetap akan selali aku rindukan dengan adanya dia yang akan menghiasi setiap malam di ujung telpon genggam ini.

perbincangan kami akan hal-hal indah pun dimulai, kami yang menhabiskan sore dengan sedikit drama itu menjadi lupa akan sakitnya masing-masing yang sudah dirasa setelah sekian lama, kami seolah lupa bahwa rasa sakit tadi turut larut dalam gelapnya malam, aku pun berjalan menuju pintu keberangkatan, dengan tangan yang tergandeng oleh tangan indri, berjalan meninggalkan cafe nyonya tua yang sudah mendewasakan kami tentang besabar. indri yang masih belum rela melepas tangannya untuk perpindahanku,

aku melepaskan nya dan masuk kedalam bandara, melaporkan bagasi yang akan di masukkan kedalam pesawat dan siap terbang ke tanah bugis. kemudian aku sejenak meminta izin untuk keluar sebentar sebelum panggilan boarding datang. aku hanya ingin menikmati sore ini yang tentunya tidak akan datang kembali, aku hanya menikmati sore ini yang akan menjadi catatan hangat dalam setiap cappuccinoku hingga akhirnya kafein dalam kopi itu meningkatkan andrenalinku untuk jadi sebuah semangat baru dan akan menjadi ada alasan untuk kembali ke ibu kota.

indri masih begitu manja untuk melepaskan ku ke perantauan baru, aku pun mengantarkan dia kembali ke mobilnya untuk dia kembali kerumahnya sebelum malam menjadi terlalu gelap dan jahat. seusai sholat aku berjalan dengannya keparkiran bandara menuju mobilnya untuk mengantarkan dia.

"kamu hati-hati ya cid disana, kamu jangan lupa terus kasih kabar, aku nunggu kamu disini, kamu jangan lupa untuk tetap selalu kejakarta buat nengok aku."
senyum manisnya itu kembai menghampir dan aku membalasnya dengan senyuman kembali

tak lama kemudian dia kembali memelukku sangat erat.

"eh udah, malu diluhat orang ndi"

"udah biarin aku cuman malu udah nyakitin kamu dan ninggalin kamu tanpa kabar"

"udah ya, nanti kalo aku kejakarta lagi bisa peluk lagi ya, doain aku disana ya, kamu jangan lagi diem tanpa kabar"

"iya siap profesorku"

perbincangan ringan dan penuh dengan suguhan manis kata serta senyuman itu menutup malam dan menjadikan semangat untuk bekal di perantauan.

aku mulai beranjak pergi dari tempatnya dan sesekali melihat dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

sore itu seolah berubah


SAMPAI JUMPA KEMBALI

SEE YOU NEXT WEEK GAIS......

SALAMM ULTRAMEN :))