Minggu, 04 Oktober 2015

SECANGKIR KOPI UNTUK MENUNGGU **

credit by : tali jiwo

aku masih dalam dekapan indri, 
masih disini tentunya, kafe nyonya tua akan menjadi hal yang paling aku ingat jika aku mengingat indri. penerbangan memang masih lama. dalam hal ini aku biasa sangat membenci delay pesawat maskapai lokal yang selalu menjadi langganan delay namun tidak pernah terdengar isue kebangkrutannya. 

disini dengan indri menjadikan aku sangat menyukai delay pesawat. hal yang tida aku sukai menjadi hal yang akan menjadi sesuatu yang akan aku sukai. delay maskapai paling romantis bagiku. masih dalam pelukan indri menjelang detik detik penentuan kebersamaan kita dan akan menjadi manusia yang terpisah secara geografis. 

"jika ada pertemuan pasti akan ada perpisahan" (anonim)

aku mulai dan akan terbiasa dengan pribahasa itu. aku pernah bertemu dan sudah bertemu dengan indri serta menghabiskan hampir beberapa tahun untuk sekedar membuatnya tersenyum dari sakit hatinya yang sudah menjadi kerak dalam hatinya. hingga jogja yang menjadi saksi kebersamaan kita walau pun dalam legenda jaman dulu salju akan menjadi hal paling indah dan romantis di setiap cerita eropa, namun kami sepasang orang jawa tulen mengubah hal yang paling indah dan romantis dalam kebersamaan itu ada hembusan abu vulkanik yang bertebangan dan menutupi jogja waktu itu.

perlahan aku mulai membalas pelukaannya dan mencoba menyuruh dia untuk duduk kembali dan bercerita atau pun menjelaskan sesuatu yang membuatnya tiba tiba memelukku. 

kami pun akhirnya duduk berhadapan, indri yang sedari tadi memesan capuccino hangat. kuperhatikan capuccino hangat itu maish belum kehilangan hangatnya, mungkin baru beberapa saat dia disini. aku pun memesan cappuccino panas untuk sore yang hangat  ini. 

perbincangan akan segera dimulai, aku bersiap untuk beberapa pertanyaan, namun peluh yang masih membasahi matanyanya dan belum kering itu mengurungkan niatku untuk memukul dia dengan pertanyaan pertanyaan yang sedari tadi aku siapkan untuk menghakimi indri. aku mengurungkan niat dan aku melemparkan senyum yang paling manis untuk sore ini kepadanya. 

jakarta sore ini memang sangat cerah, perpisahan secara geografis ini memang mengalihkan raga ke pulau lain, namun hatiku memang belum terpisah secara geografis. indri masih sibuk dengan mengusap peluhnya dan mencoba tersenyum sesekali.

"kenapa ya dalam hati mesti ada dua rasa" 
indri pun melontarkan pernyataan itu sembari sesekali mengusap air matanya

"hey, kenapa kamu? kok tiba-tiba nanya gini?"
aku mencoba menanyakan maksutya itu

"iya cid, aku salah, aku terlalu egois, aku masih belum bisa ninggali kamu, aku salah aku gak bisa ambil keputusan malah aku lari dari kamu."
kemudian indri pun masih meneteskan peluhnya kembali

"aku masih bingung maksut kamu apa? ada apa sebenarnya?"
aku masih menunggu air matanya itu kering dan dia menjelaskan dengan tenang tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"aku sebenernya nyaman sama kamu cid, kamu tuh orang yang paling sabar ngadepin aku, aku banyak belajar dari kamu apa itu perjuangan. tapi kenapa hati ini masih terbagi dua, kenapa aku masih mengingat orang yang membuat aku runtuh dan berantakan. dia udah jahat tapi kenapa dia gak bisa buat hatiku ini menerima kamu, aku masih bingung kenapa seolah dia ini masih menghalangi buat aku bener-bener nerima kamu"
masih dengan tersedak sedak dia menjelaskannya, matanya yang sedari tadi becek oleh peluh air matanya, dan kini memerah. aku rasa dia menjelaskannya begitu dalam.

"kenapa sih kamu menghilang, coba kamu jelaskan ini dari pas kamu wisuda kemarin, setidaknya aku masih punya kesempatan buat menata lagi hati kamu yang berantakan, kao kayak gini sama aja kamu matiin hati aku, kamu udah berantakin aku tapi kamu sekarang malah menjelaskan ini begitu akhir,"
aku bercampur emosi menjelaskan dan ber-argumen kepadanya,

"aku jahat ya? "
pertanyaan itu membuat aku makin tidak bisa menyalahkannya, aku selalu takluk dengan pernyataan yang berintonasi senduh dengan tatap matanya yang kini basah,

lantas kalo sudah seperti ini aku bisa apa, aku akan keperaduan baru, ke tempat baru, ini begitu mendadak, ini begitu mendalam, ini adalah agus yang selalu terpecundangi dengan lawan, tentu lawannya itu adalah hati yang sudah tidak mengenal logika. sore ini begitu memerah megan sudah mulai menampakkan dirinya, matahari pun akan kembali keperaduannya, bersembunyi dan dia akan kembali esok hari dengan semangat baru, lain halnya dengan aku, aku bagai dalam pelarian yang terasing dan tak bisa bersembunyi, bahkan untuk kembali lagi dan bersemangat aku pun enggan. tidak ada yang tersisa di jakarta ini, semua kenangan yang sudah rapi tesimpan diantara tumpukan kardus dan koper yang sudah siap terbagasikan. beribu bahasa tersimpan rapi, berbagai barang sudah terjual dengan harga yang pantas, namun kejadian sore ini tak terjual walau kopi kita sudah akan kehilangan hangatnya, pelukan indri yang hangat mengawali sore tadi yang tersisa diantara bibir gelas yang masih dipenuhi oleh kafein itu.

"cid, kenapa diem... kamu jangan gitu dong, aku udah jelasin kan?"
dia sudah mulai kehaabisan peluh dan mengering becekan air mata yang sedari tadi masih tersimpan di kelopak matanya

"apa yang mesti harus aku terima lagi? aku yakin penjelasn kamu tak sependek itu, disini aku gak mau lagi sentengah setengah, aku ingin kamu menhabiskan semua isi hatimu yang sedari kemarin kamu tahan dan aku juga menahan utnuk mendengarnya. boardingku beberapa jam lagi ndi"
aku yang kali ini sedikit menguasai suasana mencoba untuk membuka hati indri

"iya aku minta maaf, jujur dalam hati ini aku ingin sama kamu, aku udah nyaman sama kamu, bahkan kamu yang begitu pasif yang kerjaannya selalu menunggu aku menjelaskan dan aku yakin kamu itu orang yang selalu menjaga perasaanmu, kamu itu udah memberikan lebih dari yang terbaik, aku disini untuk kamu cid, bukan untuk dia yang udah datang dan pergi gitu aja. memang ini semua terlalu curang buat kamu, tapi aku terlalu berekspetasi, andai waktu bisa di undur kan kembali, aku hanya ingin mengenal mu terlebih dulu dari pada dia"
mata nya memerah kembali, air mata itu terlalu mudah jatuh dihadapanku

"udah kamu minum dulu cappuccino itu, setidaknya itu akan membuat lebih lega dan selalu mengingatku disini, disore ini"

kami pun mulai menikmati sore dengan cappoccino kami masing masing, walaupun hangat nya sudah mulai bernajak pergi, namun masih ada tersisa hangat nya pertemuan yang tak akan bisa terkalahkan walauun itu terlalu telak dan aku yang berhasil mengendalikan diriku untuk tetap menyimpan pelukan dan senyumannya indri dalam setiap teguk cappuccino sedikit gulu ini.

"eh aku lupa nuangin gulanya ke gelasmu cid, terlalu larut sih ya.. hehe"
dia mencoba mengeluarkan senyuman mematikannya itu, yang tetap selalu ku tunggu.

"iya gapapa, pantesan pait nih, cuman cukuplah, dengan lihat kamu senyum gini aja paitnya gak bakal terasa kok" heheh
memang pait itu tidak akan terasa sekarang namun pait itu yang akan terus terasa hingga akhirnua geografis lah yang akan melarut kan nya sedikit demi sedikit

"cid, aku sayang sama kamu, aku mau kamu tetap menghubungi aku, aku mau kamu yang ada di hati ku, aku mau kamu gak berubah"
dia akhirnya jujur dengan perasaanya, dan kini dia tersenyum dalam tegukan kopinya itu

aku memang sudah sangat mengharapkan dia, aku memang sangat sayang kepada dia, tapi bagiku ini akan terasa beda. geografis akan membuatnya dia berubah, walaupun aku tau bahwa pergerakan akan mengakibatkan gesekan. aku tetap menerimanya, aku ingin mencobanya walaupun pasti aku akan kalah kembali dengan waktu, secara masalalunya lebih dekat dengannya dan aku terlalu jauh dengannya. jika disetiap tegukan di kopi yang sama dia masih mengharapkan dan merasakan hal yang akan sama maka cappuccino ini adalah bagian termanis yang akan menutup sore ini diantara megan dan matahari yang kembali keperaduaannya, walaupun aku tahu bahwa matahri bukan kembali leperaduan tapi matahari akan menyinari bagian bumi yang lain, setidaknya matahari esok tetap hangat walaupun geografis kita sudah beda.

"aku gak mau ngasih kamu janji apapun yang jelas kau cuman berharap kamu selalu konsisten merasakan manis yang sama di setiap kopi yang kamu nikmati, aku gak akan ninggalin kamu, cuman aku berharap kamu tidak terlalu jahat untuk pergi lagi dan diam dengan akhir penjelasan yang tidak bisa aku bantah"
kemudian aku mencium keningnya, dan dia pun mempersilahkan

pertemuan kita sore itu memang bukan akhir dari episode yang selalu menggantung dan menjadi pertanyaan di setiap langkah. pertemuan sore itu merupakan awal pergerakan baru yang selalu penuh tanya dan akan timbul gesekan yang luar biasa. pertemuan sore itu menjadi hal yang termanis sebelum aku meninggalkan jakarta ini. hirup pikuk kemacetan dan kekaacauan nya tetap akan selali aku rindukan dengan adanya dia yang akan menghiasi setiap malam di ujung telpon genggam ini.

perbincangan kami akan hal-hal indah pun dimulai, kami yang menhabiskan sore dengan sedikit drama itu menjadi lupa akan sakitnya masing-masing yang sudah dirasa setelah sekian lama, kami seolah lupa bahwa rasa sakit tadi turut larut dalam gelapnya malam, aku pun berjalan menuju pintu keberangkatan, dengan tangan yang tergandeng oleh tangan indri, berjalan meninggalkan cafe nyonya tua yang sudah mendewasakan kami tentang besabar. indri yang masih belum rela melepas tangannya untuk perpindahanku,

aku melepaskan nya dan masuk kedalam bandara, melaporkan bagasi yang akan di masukkan kedalam pesawat dan siap terbang ke tanah bugis. kemudian aku sejenak meminta izin untuk keluar sebentar sebelum panggilan boarding datang. aku hanya ingin menikmati sore ini yang tentunya tidak akan datang kembali, aku hanya menikmati sore ini yang akan menjadi catatan hangat dalam setiap cappuccinoku hingga akhirnya kafein dalam kopi itu meningkatkan andrenalinku untuk jadi sebuah semangat baru dan akan menjadi ada alasan untuk kembali ke ibu kota.

indri masih begitu manja untuk melepaskan ku ke perantauan baru, aku pun mengantarkan dia kembali ke mobilnya untuk dia kembali kerumahnya sebelum malam menjadi terlalu gelap dan jahat. seusai sholat aku berjalan dengannya keparkiran bandara menuju mobilnya untuk mengantarkan dia.

"kamu hati-hati ya cid disana, kamu jangan lupa terus kasih kabar, aku nunggu kamu disini, kamu jangan lupa untuk tetap selalu kejakarta buat nengok aku."
senyum manisnya itu kembai menghampir dan aku membalasnya dengan senyuman kembali

tak lama kemudian dia kembali memelukku sangat erat.

"eh udah, malu diluhat orang ndi"

"udah biarin aku cuman malu udah nyakitin kamu dan ninggalin kamu tanpa kabar"

"udah ya, nanti kalo aku kejakarta lagi bisa peluk lagi ya, doain aku disana ya, kamu jangan lagi diem tanpa kabar"

"iya siap profesorku"

perbincangan ringan dan penuh dengan suguhan manis kata serta senyuman itu menutup malam dan menjadikan semangat untuk bekal di perantauan.

aku mulai beranjak pergi dari tempatnya dan sesekali melihat dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.

sore itu seolah berubah


SAMPAI JUMPA KEMBALI

SEE YOU NEXT WEEK GAIS......

SALAMM ULTRAMEN :))



Tidak ada komentar:

Posting Komentar