Sabtu, 25 Juni 2016

KITA YANG TERSEDUH



Waktu itu, kami dipertemukan. sebenarnya dalam kondisi yang sama-sama tidak begitu romantis. kami yang masih terbelenggu dengan masa lalu kami masing-masing. tapi kami waktu itu sama-sama satu misi bahwa perjuangan itu bukan mengenai satu subjek saja, perjuangan itu harus diperankan aktif oleh dua subjek yang sudah sama-sama bereaksi. 

Kami bukan unsur logam tanah golangan satu A dalam tabel periodik yang selalu reaktif dengan air. kami tidak juga melawan arus. kami sama-sama di pertemukan lewat masa lalu kita masing-masing. seperti kota sidoarjo yang di bentuk oleh dua arus sungai dan bertemu di hilir nya membetuk gugusan delta. cuman kami tidak membentuk gugus delta, kami hanya membentuk komitmen untuk belajar memahami. 

Sebenarnya kami jauh dari kata siap, siap untuk saling bertanggung jawab. tapi keyakinan hati membuat kita yakin bahwa tangga nada itu diawali dengan "do" yang berarti kerjakan. jadi sesuatu itu harus dikerjakan dan mencoba untuk di kerjakan. 

Kami dipertemukan bukan karena jarak yang begitu dekat, satu di makassar satunya di sidoarjo. berbekal keyakinan untuk menyempurnakan separuh agama, aku waktu itu sekitar bulan februari aku membuat satu keputusan untuk sekedar singgah kerumahnya. kami bukan berteman semenjak SD ataupun SMA, bahkan kami bukan lah pasangan yang di ciptkan oleh cinta lokasi organisasi di kampus, jelas bukan. lah wong kita beda kampus kok. 

Keputusan bertamu awalnya atas inisiatifku untuk lebih mengenal kamu.

Keteguhan hati dan tekad untuk segera menjemput kebaikan menjadi salah satu motivasiku untuk datang bertemu dengan mu.

Ya walaupun sadar nanti nya ini akan mejadi berat karena kita tidak pernah ssaling mengenal bahkan berteman sebelumnya. latarbelakang pendidikan kita yang sangat berebda juga menjadikan sedikit tantangan bagiku.

kamu yang menjadi satu lulusan sekolah semi militer yang terkenal dengan kasus senioritas itu, sedangkan aku yang hanya kuliah di kampus yang terkenal dengan aksi turun jalan dan karya-karya kritisnya. hal itu turut menjadi sebuah latarbelakang yang berbeda, walaupun akhirnya aku saat ini menjadi seorang yang berdiri di bawah naungan pemerintahan.

Pada dasarnya aku pikir sama , kita sama sama berfokus pada pemerintah cuman waktu itu kita hanya beda pandangan.

Tunggu sebentar aku ingin mambahas pertemuan kita.

waktu itu tepatnya sore hari. aku bertamu, dan kebetulan aku sehabis dari jakarta dan sebetlnya hendak kembali ke makassar, namun aku mengubah rute penerbangan yang harusnya CGK-UPG menjadi CGK-SUB-CGK. transit satu hari, karena sebetulnya masalah pekerjaan saat itu sangat super duper memunsingkan, hasil pertemuan dijakarta mau tak mau harus aku presentasikan nanti pada saat masuk kerja. kemudian banyaknya tugas dan beberapa revisian dari penerbit membuat aku sangat kacau.

Alih-alih izin ke atasan untuk beristirahat sejenak di kampung membuat aku banyak alasan untuk sekedar satu hari di kampung.

Setelah mendapat nomor mu dari sesorang yang tidak bisa disebutkan, aku satu minggu sibuk mencari perhatianmu, alibi sekedar menanyakan "lagi ngapain kah, sudah makan kah. atau hanya sekedar sapa" menjadi rutinitasku satu minggu sebelum aku ke jakarta.

waktu itu sikap mu sangat dingin sekali, bahkan kamu lebih jutek daripada mbak-mbak konter tiket kereta api. sikap-sikap sangat dingin yang kamu berikan merespon semua kata kata sampah yang ku kirimkan menjadikan aku termotivasi untuk terus mencuri perhatianmu. terkadang rasa-rasa hampir menyerah itu ada,

tapi ya sudahlah, kan setidaknya aku sudah berniat baik, dan ingin berbuat baik.

keinginanku untuk segera menjalin hubungan  yang sangat serius sudah aku pupuk dari dua tahun yang lalu. ketika itu aku masih menjain hubungan dengan pendamping wisuda ku. dia lah yang ku kira menjadi labuhan terakhir namun pada akhirnya aku harus bercerita tentang jarak yang sulit dengan situasi yag tidak benar-benar memeiliki.

disitu lah aku mulai menyadari bahwa setelah lulus kuliah dan sudah mendapatkan pekerjaan menjadi sebuah langkah baru untuk menatap hidup yang lebih pasti. setelah berhitung dengan angka dan peluang pada akhirnya aku sadar langkah yang paling berpeluang dalam hidup dan sebetulnya semua orang sanggup untuk menjalaninya, namun lagi-lagi langkah ini tidak pernah bersinggungan langsung dengan materi, langkah ini berhubungan dengan metal.

Langkah tersebut adalah Langkah menjalin hubungan serius dan sambut masa depan bersama.

Kegagalan ku dengan pendamping wisuda saat itu membuat aku banyak berpikir bahwa sebuah hubugan tanpa kitan yang serius hanya akan membuang waktu dan banyak materi serta pikiran. jatuh hati ku dengan dia waktu itu sangat membuatku kecewa dan membuatku untuk takut terjatuh untuk kedua kalinnya.

Semenjak saat itu aku juga sempat dekat dengan beberapa teman perempuan yang pada akhirnya banyak keraguan yang timbul. diantara keraguan itu aku mengingat kata seorang teman

"tinggal kan jika itu meragukanmu"

disitu aku sadar bahwa hal yang meragukan pasti akan menjadikan merugikan,

sepat juga ada sebuah perjodohan kecil yang terjadi kepadaku, dan lagi-lagi aku waktu itu berharap tidak ada keraguan diantara kita berdua, namun pada saat itu akhirnya aku menyadari lagi bahwa ada keraguan, bagaimana aku tidak dia memperlihatkan gerak-gerik yang tidak begitu merespon baik keinginanku untuk segera membangun hal yang lebih serius. hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk meninggalkan rasa yang ku bangun dan harapan yang tumbang akibat keraguan itu.

Dijalan menuju rumah mu, aku mengevaluasi diriku seperti itu.

kali ini aku tidak ingin membuang waktu.

kemudian aku duduk di ruang tamu mu, melihat beberapa foto yang terpajang di dinding dan di atas meja mu sidikit memberikan gambaran tentang dirimu.

aku benar-benar belum pernah melihat kamu sebelumnya.

Ibu mu menyambut baik aku dan sedikit kaget juga.

Menurutnya waktu itu juga belum ada laki-laki yang berinisiatif untuk datang dan bertamu walaupun belum kenal denganu. pertemuan itu juga menjadi pertemuan pertama aku dan ibumu. sabut baik itu membuat ada sedikit nafas lega dan menjadi hal yang lebih memotivasi.

Kamu masih belum keluar dari persembunyianmu, antara malu dan takut.  kemudian ibu mu masuk dan mencoba merayumu untuk keluar. ya seperti anak kecil yang masih malu dan mesti sedikit di paksa orantuanya itu tepatnya pas pertama kali pertemuan kita itu.

kemudian kamu keluar menghampiri ku, diruang tamu aku masih merasa kaget saja, kamu sepertinya masih belum sempat bertemu dengan aku. tapi aku mencoba meyakin kan diri ku sendiri waktu itu, menatap kamu yang jauh beda dengan hipotesisku.

Kamu masih terlihat belum terbiasa disitu, masih seperti ada rasa traumatis bertemu dengan seorang laki-laki baru.

kemudian pertemuan itu akhirnya berlanjut dari waktu ke waktu, hampir setiap sebun sekali aku mencoba menerjang jarak makassar sidoarjo,

Awal sikap digin kamu selalu tunjukkan, bahkan leluconanku yang ku anggap paling lucu itu kamu beri senyum sinis saja. komuikasi masih sering berjalan setiap malam tapi beberapa kali dan lebih sering hanya seaarah, belum ada sambutan tangan mu untuku.

Aku tidak kehilangan akal dan terus ku coba, hingga akhirnya kamu di setiap obrolan selalu menekan kan bahwa kamu tidak bia hubungan jarak jauh dikarenakan kamu trauma.

Aku kembali menyakinkan mu terus dan terus, karena sejak aku duduk kursi ruang tamu rumah mu, disitu aku sudah memilih kamu.

Hingga akhirnya ajakan ku untuk sekedar menghabiskan waktu malam minggu dan menikmati secangkir kopi kamu sambut dengan baik, walaupun kamu tidak suka kopi tapi kamu menerima ajakanku.

Jalan cerita tidak lah semulus itu, karena kesibukan kantormu waktu itu membuat kamu tidak bisa menerima untuk menikmati kopi bersama ku.

Komuikasi pun terus berjalan, hingga aku mengatakan niat ku

"aku mau serius, dan bilang kalau kamu sudah siap, yang jelas aku menunggu mu dan beri aku kepastian maka aku akan segera melamarmu"

pesan pendek itu ku kirim kan kepada mu, dan kamu lagi-lagi mengatas namakan pengalaman pahit mu dulu bersama sesorang yang sempat mengecewakanmu.

Tapi aku mencaoba untuk konsisten,

Ketika itu aku bahkan lupa tepatnya, yang jelas bulan maret dan itu kali kedua nya kita jalan berdua, seusai jalan dan mengantarkan kamu kerumahmu, kamu pun akhirnya memeberikan kepastian.

"mas aku udah siap"

itu sedikit melegakanku, menjadi berbunga hatiku, ini seperti sebuah proses biji kopi yang ku umpamakan itu adalah sebiji niat yang akhirnya matang dan terpetik oleh sang petaninya. biji kopi itupun terjemur dan kemudian di sangrai dengan panas dan waktu yang tepat. komunikasi lah yang menjadikan sambutan hangat darimu yang pas tersambut, dan kemudian biji kopi tersebut di tumbuk halus. ego dan sikap mu yang keras tadinya menjadi sangat lunak seiring waktu dan beberapa pertemuan yang kita jalani.

Pada akhirnya biji kopi itu pun menjadi kopi yang nikmat, terseduh sederhana oleh waktu dan sebuah proses.

Kita saat ini sudah terseduh bersama, tekad untuk menatap masa depan di depan kita sudah menjadikan motivasi baru untuk memeberikan rasa manis di seduhan kopi sederhana kita.

aku harap tidak terlalu pahit dan tidak terlalu manis, aku hanya ingin kopi ini menjadikan perjalanan kita sangat berkesan hingga akhirnya menua bersama serta kopi itu benar-benar kehilangan panasnya.

Terseduh Oleh Waktu...

AGUS & DINI

Bersambung.....

Sabtu, 18 Juni 2016

DIALOG SENJA



matahari hendak akan tenggelam.
aku dan kamu masih di sini, tempat yang sudah menjadikan hal yang biasa kita lakukan untuk sekedar tukar pikiran.
hanya sekedar membahas rindu, ini adalah situasi yang tepat.
belum ada pertemuan yang kita lakukan untuk sekedar menjadikannya ritual sabtu malam.

rambutmu terurai. menjadikan citra yang elok, keindahan yang selalu aku nikmati disetiap sabtu malam di tanah rantau. kamu masih di depanku, tentunya.
tempat yang sama, meja nomor 22. bercengkram dengan kamu di sabtu malam ini akan menjadikan sore ini menjadi hal yang akan pada umum nya manis dengan takaran pas seperti kopi kita ini.

melipur sepi, sesederhana itu perbincangan kita setiap sore di sabtu ini.
kamu selalu menjadikan dirimu pelipur sepi bagi ku.
dari  ujung barat di ujung pantai yang sebenarnya tidak pernah ada ujungnya. redup hilang sinar matahari tenggelam dan terbitlah kamu yang mempunyai senyum manis dan menjadi buah pikiran ku disetiap sabtu ini.

matahari sudah akan mulai tenggelam artinya senja akan datang dan aku tak sabar ingin melihat senja yang menjadikan kita semakin hangat dan berselimut dawaian angin laut yang selalu berhembus ke darat dan menyapu daun sehingga menciptakan melodi alam. aku selalu terlalu terbawa suasana jika membahas kamu dan senja.

"mas, aku mau magang di jakarta"
"lah kok dijakarta? gak di daerah sini aja?"
"aku pengen cari pengalaman mas, dan pengen lihat jakarta juga toh"
gaya bicara ala makassar mu menjadikan hal yang seiuspun menjadi sangat unik dan sedikit menjadikan senyum bagiku.
"di jakarta mana kah?"
sedikit menggodanya aku mencoba menggunakan logat yang sama walaupun medok ku tidak bisa benar benar hilang.
"ihh apasih kamu, niru niru tapi masih mendok"
"ya kan belajar toh... "
"hahahaha, opo toh mas" kali ini dia menggodaku dengan menirukan gaya medokku.
"yee... dasar. eh kamu magang dimana di jakarta?"
"aku rencana di jakarta selatan mas, di rumah sakit gitu, bagian administrasinya."
"oh begitu, wahh bagus tuh kalo dirumah sakit, nanti ketemu dokter dokter ganteng"
"walaupun dokternya ganteng mas tetep kok selalu di hatiku"
"hahahhaha dasar abg alay"

saling menggoda dan sesekali tertawa membuat suasana sore ini sangat menyamankan. samar kejenuhan tidak sekali membayangi kita.

senja mulai memerah,

"mas, bukannya kamu punya mantan ya di jakarta?"
tersedak aku... tadinya aku hanya ingin meminum kopi  ku yang mulai menghangat. namun pertanyaan itu akhirnya keluar juga selama kami sangat dekat seperti ini.

"iya dek, tapi aku udah gak pernah komunikasi sama dia lagi"
"siapakah namanya mas?"
cepat sekali dia langsung merespon dan menimpalkan pertanyaan yang tentunya sedikit mengulik masa lalu ku di jakarta.
"penting kah untuk di bahas?"
"mas marah ya?"

sebenarnya aku selalu tidak ingin membahas hal yang satu ini.
hal ini begitu dalam, keterpisahan yang mendalam dan di kala senja ini membuatku enggan mengingat tentang indri.

"mas, jangan diem dong"

mimik muka yang tiba-tiba diam dan terlihat sangat tidak nyaman mulai terlihat di wajahku.

puspa mencoba mendinginkan ku dan nampaknya dia juga khawatir akan pertanyaan nya itu.

"iya aku dulu punya indri dijakarta"
"kenapa mas kok gak komunikasi baik sama dia sampai saat ini?"
"karena tidak ada yang perlu dikomunikasikan lagi"

pembicaraan sore ini sedikit memberatkan suasana, rasa ingin tahumu membuatku tak nyaman. mengulik masa lalu tentang indri agak begitu membuat dada ini sesak.

bagaikan disiram hujan, tanah ini basah. namun kita akan tahu bawa rintik hujan itu aku selalu umpamakan begitu indah. ini seperti hati ini waktu  itu, sungguh bersemi merasakan indahnya suka cita waktu itu bersama indri. gerimis itu sudah redah meninggalkan sisah basah di tanah. namun hujan itu tidak benar-benar redah, gerimis sisa dari indri sungguh kapan saja menyiram hati ini yang sudah kering kerontang. bahkan aku sadar ada kamu di depan ku. yang menggantikan tempat rindu untuk berkumpul. namun aku masih sangat tidak mengerti bahwa bayanganmu tidak benar-benar hilang di hati ini. indri masih menjadi pelangi. namun pelangi itu indah dan tidak akan bertahan lama di hati ini. sekejap datang lalu pergi setelah mentari benar-benar menghangatan tanah itu.

"aku harap kamu bukan menjadi pelangi dek"
"loh mas kan pelangi itu indah toh"
"iya indah, namun datang lalu cepat pergi" aku kembali menyeruput kopi ku yang mulai dingin terkena semilir angin sore ini.

sebenarnya masih ada resah yang timbul karena sepotong nama masalalu itu, maksutku indri.
dia masih menjadi pelangi di hati ini, gerimis yang mulai reda akan menyisakan pelangi yang indah namun datang tak lama kemudian pergi begitu saja.

aku sadar bahwa indri memang menjadi sebuah memori indah yang masih beum rapi tersimpan. aku sudah memilih puspa, itu nyatanya kali ini.

"mas, nanti kalo aku di jakarta kalau aku ketemu indri. aku boleh ya ngobrol sama dia"
"iya gak apa apa dek, itu hak kamu. tapi ingat aku sudah nyaman sama kamu"
"iya mas aku tau"

senja sudah mulai kehilangan merahnya, gelap akan datang, lampu-lampu cafe ini akan menyala menerangi kita menggantikan cahaya sore yang tadinya membuat dia tergantug dan redup.

lampu itu masih tetap tergantung dan mulai bersinar.

sebenarnya kisah tentang indri adalah barisan kisah dan rentetan hujan kemudian akann di akhir oleh pelangi. memang aku terlalu malas untuk merapikan hati basah yang selalu tersiram hujan itu. dilain hal aku sangat menjaga belahan hati yang selalu sejuk dan selalu seperti senja.

mungkin semua tampak semu
hal yang membuat menyambut asa, namun diam tak akan menyelesaikan.

bercerita dan membuka bagian hati yang terlalu basah itu dan menceritakan di kala senja adalah hal yang meyakin kan dawai itu berbicara sumbang, suara terdengar hingga bisik duniamu.

namun aku selalu yakin senja akan menjadi alasan yang sama untuk kamu tidak ingin menjadi pelangi.

"jadi gini dek, sebenarnya selalu menjadi tanda koma antara mas dan indri. makanya mas selalu malas membahasnya. tapi karena ini kamu mas akan mencoba membukanya"

aku cukup sangat hidup dengan indri, menjadi manusia di luar batas ketika aku dengan nya, namun akhir kisah yang menjadikan koma membuat manusia lewat batas itu hancur dan tidak ada gairah untuk sekedar menikmati manisnya sore. namun ketika bertemu dengan kamu, aku selalu yakin bahwa setiap sore akan datang senja, tenang dan cukup syahdu.

akan ada pelangkap kopi sempurna dengan hangatnya dan pahit serta kombinasi manis yang pas itu datang di meja kita. berbalut ketidak sengajaan yang akhirnya jadi hal yang harus disengaja mewarnai kita untuk menikmati sore dan menutup tanah basah yang ditinggal pelangi bersama gerimisnya.

indri memang bab yang selalu tertunda dan bahkan enggan untuk diselesaikan. tidak ada yang perlu dibahas. namun lebih tepatnya aku tidak tahu bahasan yang terlalu membuat kau menjadi terbawa perasaan.

senja akan selalu janji akan kembali disetiap sore, namun aku takut pelangi lebih awal dari senja. walaupun pelangi tidak pernah pasti akan datang sedikit lebih lama di hati ini.

bersambung.........


Sabtu, 11 Juni 2016

SECANGKIR KEBAHAGIAAN


Waktu itu, kamu masih disitu,
kamu yang memang tidak menolak ajakanku
pergi menikmati sore
tak lupa kopinya

seduhan hangat itu
selalu menjadikan kita semakin dekat
bertukar haru pilu
menemanimu dan memikatmu

Waktu semakin berlalu
Kamu semakin dekat denganku
Namun satu hal yang membuat aku perlahan mundur
Kamu meninggalkan seribu ketidakpastian

Memang Aku yang salah
Kamu belum cukup matang untuk itu

Kamu masih ingat berapa jarak yang ku tempuh?
Tidak pernah kuhitung Tepatnya
Namun aku selalu ingin duduk bersamamu
Berbincang dan menikamti sore kita

Kamu yang begitu manja
Namun kamu punya tekad yang Luar biasa
Hanya saja kamu
Tidak menangkap maksutku.

beberapa pertemuan bersama kamu, adalah hal yang paling membahagiakan bagiku. ribuan kilometer yang kutempuh selalu tidak pernah aku sampaikan ke kamu. yang aku  hanya tau aku bisa menikmati secangkir kopi bersamamu dan bergurau. 

aku sudah menetapkan hati padamu, aku berusaha untuk membaca maksutmu, tapi aku selalu menahan untuk tidak terlalu menuruti mu, karena aku akan menurutimu atas bahagiamu, namun aku juga ingin kamu bahagia disampingku. 

aku pernah bekerja keras tak mengenal waktu, bahkan aku merela kan apapun untuk bisa setidaknya bertemu dengan kamu yang jaraknya tidak begitu dekat dengan tempat aku beradu ini. 

kamu tau apa yang aku suka dari kamu? sampai saat ini aku tidak bisa menjawabnya, karena semua tentang kamu aku sangat menyukainya. 

perjalanan kita berdua bahkan rencana kita berdua selalu ku ingat.

kemudian waktu itu, seorang menasehatiku.

"tinggalkan apapun itu yang meragukan"

kemudian aku mencoba menimbang semua perkataan dan tindakanku. kemudian aku mencoba selalu mencerna semua apapun tentang kamu.

ketika itu aku menimbang, pernah beberapa kali aku meminta sebuah kepastian dari kamu. kamu masih belum benar-benar menjawab, seperti ada yang kamu jaga perasaan nya. sedangkan aku selalu berfokus padamu. 

cukup adil kah ini? aku hanya meminta kepastian saja dan aku agar aku melangkah dengan pasti. cukup pasti untuk menjawab masa depan. 

tapi akhirnya semua ketidakpastian itu harus aku tinggalkan
bagaimanapun waktu akan terus berjalan, dan kita sudah sangat berjalan dengan ketidakpastian kita masing-masing. kemudian aku memutuskan untuk tidak menambah ketidakpastian itu.

pertanyaan terakhirku, kamu jawab sangat menggantung, dan aku ingat kau bilang untuk "TUNGGU"
setelah itu aku putuskan memesan segelas kopi di coffe shop yang biasa aku datangi. kali itu hanya aku pesan sebuah kopi. dan menuliskan kata "MAAF" yang bahkan aku tidak sempat mengirimnya ke kamu. karena kata mu itu masih tanda koma.

kemudian aku mencoba untuk mengambil sikap dan diam kemudian kopi itu datang,

"mas, spesial today, kopi kebahagiaan"

ya aku pesan secangkir kopi kebahagiaan untuk tidak menunggu ketidakpastiaan itu dan mengganti tanda koma dari kamu dengan titik.

ku harap, kamu selalu bahagia....

(Kopi Malam Minggu)