Sabtu, 18 Juni 2016

DIALOG SENJA



matahari hendak akan tenggelam.
aku dan kamu masih di sini, tempat yang sudah menjadikan hal yang biasa kita lakukan untuk sekedar tukar pikiran.
hanya sekedar membahas rindu, ini adalah situasi yang tepat.
belum ada pertemuan yang kita lakukan untuk sekedar menjadikannya ritual sabtu malam.

rambutmu terurai. menjadikan citra yang elok, keindahan yang selalu aku nikmati disetiap sabtu malam di tanah rantau. kamu masih di depanku, tentunya.
tempat yang sama, meja nomor 22. bercengkram dengan kamu di sabtu malam ini akan menjadikan sore ini menjadi hal yang akan pada umum nya manis dengan takaran pas seperti kopi kita ini.

melipur sepi, sesederhana itu perbincangan kita setiap sore di sabtu ini.
kamu selalu menjadikan dirimu pelipur sepi bagi ku.
dari  ujung barat di ujung pantai yang sebenarnya tidak pernah ada ujungnya. redup hilang sinar matahari tenggelam dan terbitlah kamu yang mempunyai senyum manis dan menjadi buah pikiran ku disetiap sabtu ini.

matahari sudah akan mulai tenggelam artinya senja akan datang dan aku tak sabar ingin melihat senja yang menjadikan kita semakin hangat dan berselimut dawaian angin laut yang selalu berhembus ke darat dan menyapu daun sehingga menciptakan melodi alam. aku selalu terlalu terbawa suasana jika membahas kamu dan senja.

"mas, aku mau magang di jakarta"
"lah kok dijakarta? gak di daerah sini aja?"
"aku pengen cari pengalaman mas, dan pengen lihat jakarta juga toh"
gaya bicara ala makassar mu menjadikan hal yang seiuspun menjadi sangat unik dan sedikit menjadikan senyum bagiku.
"di jakarta mana kah?"
sedikit menggodanya aku mencoba menggunakan logat yang sama walaupun medok ku tidak bisa benar benar hilang.
"ihh apasih kamu, niru niru tapi masih mendok"
"ya kan belajar toh... "
"hahahaha, opo toh mas" kali ini dia menggodaku dengan menirukan gaya medokku.
"yee... dasar. eh kamu magang dimana di jakarta?"
"aku rencana di jakarta selatan mas, di rumah sakit gitu, bagian administrasinya."
"oh begitu, wahh bagus tuh kalo dirumah sakit, nanti ketemu dokter dokter ganteng"
"walaupun dokternya ganteng mas tetep kok selalu di hatiku"
"hahahhaha dasar abg alay"

saling menggoda dan sesekali tertawa membuat suasana sore ini sangat menyamankan. samar kejenuhan tidak sekali membayangi kita.

senja mulai memerah,

"mas, bukannya kamu punya mantan ya di jakarta?"
tersedak aku... tadinya aku hanya ingin meminum kopi  ku yang mulai menghangat. namun pertanyaan itu akhirnya keluar juga selama kami sangat dekat seperti ini.

"iya dek, tapi aku udah gak pernah komunikasi sama dia lagi"
"siapakah namanya mas?"
cepat sekali dia langsung merespon dan menimpalkan pertanyaan yang tentunya sedikit mengulik masa lalu ku di jakarta.
"penting kah untuk di bahas?"
"mas marah ya?"

sebenarnya aku selalu tidak ingin membahas hal yang satu ini.
hal ini begitu dalam, keterpisahan yang mendalam dan di kala senja ini membuatku enggan mengingat tentang indri.

"mas, jangan diem dong"

mimik muka yang tiba-tiba diam dan terlihat sangat tidak nyaman mulai terlihat di wajahku.

puspa mencoba mendinginkan ku dan nampaknya dia juga khawatir akan pertanyaan nya itu.

"iya aku dulu punya indri dijakarta"
"kenapa mas kok gak komunikasi baik sama dia sampai saat ini?"
"karena tidak ada yang perlu dikomunikasikan lagi"

pembicaraan sore ini sedikit memberatkan suasana, rasa ingin tahumu membuatku tak nyaman. mengulik masa lalu tentang indri agak begitu membuat dada ini sesak.

bagaikan disiram hujan, tanah ini basah. namun kita akan tahu bawa rintik hujan itu aku selalu umpamakan begitu indah. ini seperti hati ini waktu  itu, sungguh bersemi merasakan indahnya suka cita waktu itu bersama indri. gerimis itu sudah redah meninggalkan sisah basah di tanah. namun hujan itu tidak benar-benar redah, gerimis sisa dari indri sungguh kapan saja menyiram hati ini yang sudah kering kerontang. bahkan aku sadar ada kamu di depan ku. yang menggantikan tempat rindu untuk berkumpul. namun aku masih sangat tidak mengerti bahwa bayanganmu tidak benar-benar hilang di hati ini. indri masih menjadi pelangi. namun pelangi itu indah dan tidak akan bertahan lama di hati ini. sekejap datang lalu pergi setelah mentari benar-benar menghangatan tanah itu.

"aku harap kamu bukan menjadi pelangi dek"
"loh mas kan pelangi itu indah toh"
"iya indah, namun datang lalu cepat pergi" aku kembali menyeruput kopi ku yang mulai dingin terkena semilir angin sore ini.

sebenarnya masih ada resah yang timbul karena sepotong nama masalalu itu, maksutku indri.
dia masih menjadi pelangi di hati ini, gerimis yang mulai reda akan menyisakan pelangi yang indah namun datang tak lama kemudian pergi begitu saja.

aku sadar bahwa indri memang menjadi sebuah memori indah yang masih beum rapi tersimpan. aku sudah memilih puspa, itu nyatanya kali ini.

"mas, nanti kalo aku di jakarta kalau aku ketemu indri. aku boleh ya ngobrol sama dia"
"iya gak apa apa dek, itu hak kamu. tapi ingat aku sudah nyaman sama kamu"
"iya mas aku tau"

senja sudah mulai kehilangan merahnya, gelap akan datang, lampu-lampu cafe ini akan menyala menerangi kita menggantikan cahaya sore yang tadinya membuat dia tergantug dan redup.

lampu itu masih tetap tergantung dan mulai bersinar.

sebenarnya kisah tentang indri adalah barisan kisah dan rentetan hujan kemudian akann di akhir oleh pelangi. memang aku terlalu malas untuk merapikan hati basah yang selalu tersiram hujan itu. dilain hal aku sangat menjaga belahan hati yang selalu sejuk dan selalu seperti senja.

mungkin semua tampak semu
hal yang membuat menyambut asa, namun diam tak akan menyelesaikan.

bercerita dan membuka bagian hati yang terlalu basah itu dan menceritakan di kala senja adalah hal yang meyakin kan dawai itu berbicara sumbang, suara terdengar hingga bisik duniamu.

namun aku selalu yakin senja akan menjadi alasan yang sama untuk kamu tidak ingin menjadi pelangi.

"jadi gini dek, sebenarnya selalu menjadi tanda koma antara mas dan indri. makanya mas selalu malas membahasnya. tapi karena ini kamu mas akan mencoba membukanya"

aku cukup sangat hidup dengan indri, menjadi manusia di luar batas ketika aku dengan nya, namun akhir kisah yang menjadikan koma membuat manusia lewat batas itu hancur dan tidak ada gairah untuk sekedar menikmati manisnya sore. namun ketika bertemu dengan kamu, aku selalu yakin bahwa setiap sore akan datang senja, tenang dan cukup syahdu.

akan ada pelangkap kopi sempurna dengan hangatnya dan pahit serta kombinasi manis yang pas itu datang di meja kita. berbalut ketidak sengajaan yang akhirnya jadi hal yang harus disengaja mewarnai kita untuk menikmati sore dan menutup tanah basah yang ditinggal pelangi bersama gerimisnya.

indri memang bab yang selalu tertunda dan bahkan enggan untuk diselesaikan. tidak ada yang perlu dibahas. namun lebih tepatnya aku tidak tahu bahasan yang terlalu membuat kau menjadi terbawa perasaan.

senja akan selalu janji akan kembali disetiap sore, namun aku takut pelangi lebih awal dari senja. walaupun pelangi tidak pernah pasti akan datang sedikit lebih lama di hati ini.

bersambung.........


Tidak ada komentar:

Posting Komentar