|
Dokter muda di ujung pulau |
Begitu pedihnya perpisahan itu, tapi kita
harus sadar bahwa disetiap perpisahan itu akan ada pertemuan baru.
Tuhan
tidak membiarkan kita takabur dengan mengabulkan semua permintaan kita dan doa
kita dalam satu waktu, tuhan begitu mencintai kita, tuhan ingin merangkul kita
dan tuhan begitu rindu dengan sujud kita. sesungguhnya yang mempunyai sifat
takabur adalah dan hanya tuhan. kita manusia tidak pantas takabur. tuhan
membiarkan kita berpikir.
Kedekatanku
dengan puspa kini tak lagi bisa dipertanyakan lagi, kita memang sama-sama sudah
memiliki rasa untuk adiktif satu dengan yang lain. Bahkan setiap setidaknya ada
pesan singkat “selamat pagi” yang selalu menghampiri handphone kita dan membuat
aku harus senyum-senyum sendiri setiap pagi di meja kantor.
Hari ini
tepat 2 hari setelah pertemuan kami di losari, namun rindu sudah mendera begitu
hebatnya, seiring rindu yang datang dalam hati dan menyandra logika, datang
melayang surat tugas dinas luar daerah mendarat tepat diatas meja kerjaku dan
membuat aku sedikit tercengang melihat tujuan dan lama dinasnya.
Dalam
surat resmi dengan stempel dan tanda tangan dari atasan tertulis kota Halmahera
Utara dan waktu dinas 6 hari. Ini sama artinya aku harus menahan rasa rindu ku
untuk segelas cappuccino di meja no 22 bersamanya. Tanggal keberangkatan pun
tertulis besok subuh dengan rute kota ternate kemudian menyebrang ke tidore.
Akhirnya
aku pun bersiap kembali kekostn untuk menyiapkan segela sesuatu dan kebutuhan
untuk 6 hari kedepan di Halmahera. Tak lupa aku pun memberi kabar kepada puspa
bahwa sepertinnya kita harus menahan rindu karena ada tugas kantor. Bahkan
balasan pesan mu masuk di handphoneku pun begitu membuat aku semakin
merindukanmu. Perhatianmu yang begitu apa adanya membuat aku semakin
terhipnotis dan semakin adktif.
“yahhh,
gak ketemu seminggu ya mas. Huft…. L… ya udah mas hati-hati ya. Pokoknya selalu kasih kabar ke
aku ya. Biar aku gak khawatir… mas siap siap dulu nanti jangan tidur
malam-malam ya”
Perhatianmu
itu begitu kurasa seolah kamu sedang ada di sampingku membantu mengemas
baju-baju ku di dalam travel bag ku.
Hari
semakin sore, satu persatu kuselesaikan semua administrasi kedinasan dan segela
tools untuk di Halmahera, aku pun mengambil tiket dan kembali ke kostn.
Hari
semakin malam, kamu pun hampir tak lepas dariku melalui kotak jaringan ini.
Hingga yang membangunkan ku pun adalah kamu di tepat jam 3 pagi. Rasa perhatian
memang tak bisa dipungkiri dari saling nyaman diantara kita.
Tepat jam
4 aku beranjak menuju bandara dengan menaiki taxi yang sudah menunggu didekat
jalan kostn. Perjalanan tugas kali ini memang agak begitu membuat khawatir
karena setelah dilihat di peta yang terpajang dikantor, daerah yang kutuju
adalah pulau paling utara di provinsi Halmahera.
Pagi jam
8, aku pun landing manis di bandara sultan baabullah ternate. Kemudian aku pun
menaiki sebuah mobil angkutan umum menuju pelabuhan speedboat untuk membawaku
ke pulau tidore. Sesampainya di pelabuhan aku pun menunggu team dari ternate
untuk melanjutkan perjalanan.
Sambil
menunggu aku menyempatkan menikmati suasana pelabuhan yang masih terbilang
tidak begitu padat dan mataharinya pun masih mendayu-dayu menyapa dengan
vitamin D nya. Ombak kecil menghantam sisi pelabuhan dan menghasilkan buih-buih
air laut. Dari kejauahan sudah mulai aktif lalu lintas selat dengan speedboat
nya yang sudah mulai lalu lalang. Aku pun sengaja menelpon mu untuk sekedar
membangunkanmu.
Aku
menyadari pasti puspa sengaja begadang untuk sengaja membangunkan aku di tepat
pukul tiga, kebiasaan tidur kembali di hari rabu selalu aku hafal betul, karena
dihari itu jadwal kuliah dia sebenarnya kosong sehingga bisa untuk melanjtkan
balas dendam terhadap tidur.
“halo,
assalamualaikum dek, pasti lagi tidur ya?” sapaku dari ujung telpon
“heheh,
waalaikum salam… heheh iya mas, masih ngantuk, udah sampe ternate mas?” jawab
nya penuh perhatian
“udah
dek, ini udah mau nyebrang ke pulau tidore.. ya udah kamu lanjut tidurnya
lagi.. bentar lagi giliran speedboatku jalan”
“iya mas,
kamu hati-hati ya… kasih kabar kalo udah sampe lokasi” jawabnya sambil nada
sayu merdu..
Telpon
pun kemudian berakhir dan terlihat ada seorang bapak-bapak menghampiriku.
“mas agus
dari Makassar ya?” bapak dengan gaya seperti ustad dan berjenggot menghampiriku
“iya pak,
bapak iqbal bukan?” tanyaku balik
“iya mas,
saya iqbal.
Pertemuan
ku dengan pak iqbal adalah pertemuan kali pertamanya, pak iqbal merupakan
seorang ahli analisis dampak lingkungan, pak iqbal merupakan seorang master
dalam bidang agama. Walaupun studi sarjananya adalah lingkungan, pak iqbal
memilih melanjutkan studi master di bidang agama dikarenakan alasan yang cukup simple.
Untuk mencari dan memperkuat bekal rohani dimanapun berada.
Dibantu
dengan beberapa karyawannya yang kira-kira seumuran dengan aku, barang-barang
kami pun masuk satu persatu di speedboat yang sudah menjadi langganan pak
iqbal. Perjalanan ke ternate pun hanya aku dan pak iqbal. Beberapa karyawan
perusahaan yang dimiliki pak iqbal tadipun mulai tidak ikut dalam perjalanan
menuju tidore.
Speedboat
yang hanya diisi oleh 5 orang ini termaksut abk speedboat, melaju memecah
perairan tenang menuju tidore. Tak lam, hanya 45 menit aku pun sampai di pulau
tidore.
Sekeluarnya
aku dan pak iqbal dari speedboat kami disambut 2 anak muda dan seorang
bapak-bapak, barang-barang kami pun diangkut dari speedboat menuju sebuah mobil
kijang hitam dengan gaya nyetrik penuh stiker dan hiasan dalam.
2 anak
muda tersebut adalah anggota yang akan menemani saya menuju Halmahera nanti
Sedangkan
bapak-bapak itu adalah driver dari mobil kijang yang kami tumpangi. Mobil pun
melaju menyusuri daratan pulau tidore.
Didalam
mobil kami pun sempat mengobrol sedikit untuk mengobati jenuh di perjalanan. Dalam perbincangan itu pun aku
mengetahui bahwa 2 anak muda itu adalah zul dan jay mahasiswa yang baru saja
menyandang gelar sarjana dalam bidang oceanografi di salah satu universitas
negeri di kota ternate. Mereka sering diajak pak iqbal dalam segala kegiatannya
akhir-akhir ini.
Dua jam
30 menit kami akhirnya sampai di penginapan di kota tobelo, kami pun meletakkan
barang kami di kamar masing-masing, kemudian kami melanjutkan perjalanan
kesebuah pelabuhan untuk pengambilan data oceanografi yang dilakukan oleh zul
dan jay sedangkan aku hanya mengambil beberapa data yang tidak mengharuskan aku
harus menginap di pelataran dermaga seperti zul dan jay.
Sore pun
datang tepat pukul 17.00 aku dan pak iqbal memutuskan untuk kembali ke
penginapan dan meninggalkan jay serta zul dikarenakan mereka harus pemantauan
semalaman.
Keesokan harinya
aku dibangunkan oleh kamu, di ujung telpon ini, kamu begitu merdu pagi ini,
setidaknya aku merasakan semangat pagi oleh suaramu.
“ih mas,
kok gak ngabarin sih udah sampe mana? Aku tungguin juga” nada manjamu begitu
membuat hati ini langsung luluh.
“maaf
nah, aku kecapean semalam, disini juga kan beda sejam dari sana” jawab ku
begitu enteng.
“yaudah
kalau gitu, mas jangan lupa sholat subuh ya, aku mau sholat dulu. Ok” perhatian
puspa pagi ini sudah menyandraku.
Tak lama
setelah kututup telpon, diluar kamar pun terdengar suara pak iqbal yang
membangunkanku untuk mengajak sholat di masjid dekat penginapan.
Seusai
sholat subuh, tak lama mobil kijang hitam sudah terparkir di depan pengenipan
membawa zul dan jay. Seusai sarapan kami pun akhirnya menuju pelabuhan untuk
menuju Halmahera dengan speedboat yang sudah disewa pak iqbal. Barang-barang
pun masuk dalam speedboat warna merah dan kuning itu.
Mesin
berbahan bakar minyak tanah itu sudah mulai menyala, tetapi pak iqbal kenapa
masih diatas (tanyaku dalam hati). Kemudian pak iqbal memanggilku keluar speed
dan menjelaskan rute perjalanan dengan zul dan jay.
“Speedboat
itu sudah kita sewa selama tiga hari sebagai transportasi kalian disana nanti.
Saya masih harus menyelesaikan beberapa kegiatan di kota tobelo. Jadi mas agus
nanti ditemani oelh zul dan jay bersama abk speedboat lainya". ungkap pak iqbal
Rute perjalanan
kami adalah menuju Halmahera utara, 1 diantaranya pulau dama yang terpisah
letaknya dengan pulau Halmahera.
Perjalanan
dimulai kurang lebih hampir 3 jam kami berada di speed dan diterjang ombak laut
pasifik. Tiba lah siang kita di kepulauan posi-posi dan durame. Data pun kami
ambil sesegara mungkin di dua pulau ini. 2 pulau ini memang sudah jarang sinyal
telepon, bahkan handpone saja harus digantung didepan rumah untuk mendapatkan
sinyal yang seolah sinyal lewat selintas kemudian hilang lagi.
Tanpa
media komunikasi modern, mungkin mereka melalui hari-hari disini begitu teduh
dan tanpa gaduh nada dering handphone. Anak-anak hanya bermain mencari ikan
dangkal di pantai, tumbuh besar dengan sedikit radiasi dari signal. Semua
begitu harmoni, namun sayang fasilitas kesehatan dan pengetahuan kesehatan
masih sangat minim disini. Hanya ada satu puskesmas di setiap pulau, itu pun
puskesmas pembantu dengan tenaga medis seorang bidan. Dokter pun mungkin hanya
sebulan sekali datang dari kota tobelo, itu pun sangat sebentar dan terbatas.
Aku pun
sembari ditemani penduduk sekitar untuk mengantar ke tempat pengambilan sampel
di pantai. Pak johan biasa disebut pak han menemaniku dalam pengambilan sampel
hingga mobilitas dari desa satu kedesa yang lain. Pak han merupakan sekertaris
desa, pria keturunan ambon ini sangat ramah, hingga menjelaskan seluk beluk
desa sedetil mungkin. Pak han yang meruapakan sekolah kedinasan di manado ini
sudah hampir 20 tahun menjadi sekdes desa durame. Desa yang baru saja pemekaran
menjadi kecamatan ini memang terletak dipesisir pantai dan dilalui jalan poros
penghubung setiap desa.
Pak han
pun bercerita kalau masyarakat disini jarang sakit dan memiliki tubuh yang
cukup prima dalam segala hal, cuman biasa anak-anak sakit demam atau flu.
Ketika mereka sakit memang bu bidan desa yang selalu menjadi dokter di desa
ini. Tetapi katika dokter datang para warga sangat antusias untuk bertemu dan
meminta pendapat ataupun hanya sekedar mendengarkan penyuluhan.
“biasa
ada pak dokter dari tobelo pak yang kesini setiap sebulan sekali, cuman bulan
lalu pak dokter ditemani bu dokter yang masih muda, katanya dari Jakarta” ujar
pak han sembari memarkir motornya dibawah pohon kelapa
Saya
awalnya biasa saja, maklum akses kepualau ini memang sangat susah. Lagipula itu
pun sudah untung dokter nya mau datang kesini sebulan sekali, maklum penyebaran
tenaga medis di wilayah timur ini memang tidak merata, bisa jadi satu dokter
menangani 2 pulau terluar dari pulau utama. Tapi aku menjadi penasaran ketika
pak han bilang bahwa ada dokter muda. Antara takjub dan bangga masih ada dokter
dari Jakarta jauh-jauh mengabdi kesini, dugaanku memang dokter muda ini sedang
mengabdi sebelum diangkat oleh pemerintah.
Pembicaraan
pun berlanjut antara aku dan pak han dibawah pohon kelapa yang melindungi kami
dari sengatan matahari siang ini, pak han pun menyebutkan bahwa dokter wanita
itu sekiranya seumuran denganku. Parasnya yang begitu ramah dan berkacamata
tersirat dalam paparan pak han diselimuti suara ombak yang datang silih
berganti menghantam karang.
“wah
pasti dokter muda nan cantik itu membuat bapak-bapak disini betah di ruang
puskemas ya pak?” Tanya ku jahil
“wah
betul sekali pak, cara nya manyampaikan materi membuat warga betah dan semangat
untuk hidup sehat” ujar pak han dengan mata berbinar
Seolah
semikin seru pembicaraan kita hingga tak terasa matahari sudah sedikit demi
sedikit tenggelam di ujung laut.
Ombak
semakin besar dan laut pun surut membuat speedboat yang kami tumpangi tiba-tiba
lenyap dari tempat sandar. Barang kami padahal masih dalam speed. Tapi menurut
pak desa mungkin speed mencari tempat sandar di pulau sebelah.
Pak desa
dengan baik hati menawarkanku untuk menginap dirumahnya, sedangkan zul dan jay
ada didesa sebelah meninap diatas dermaga yang belum jadi di desa sebelah.
Warga
desa yang cukup ramah, walaupun tanpa listrik mereka membentuk lingkaran kecil
dengan kursi untuk hiburan mereka dikala malam, lampu eletrik yang sudah di
charge dengan genzet pun menerangi malam di desa ini, bahkan ribuan bintang
menjadi atap kami berdiskusi untuk sekedar melepas penat. Diskusi ringan yang
khas dengan aksen ambon yang kental. Senyum dan tawa kecil disela pembicaraan
membuat aku ikut larut walaupun terkadang aku tidak begitu paham apa yang mereka
obrolkan.
Bahasan
ini itu mengisi ruang diskusi didepan rumah pak desa, salah satu bahasan yang
aku suka adalah bahasan tentang seorang dokter muda yang mulai aktif di pulau
durame dan dama. Dokter muda yang sudah di ceritakan terlebih dulu oleh pak han
kepadaku tadi siang membuat aku punya bahan dan pengetahuan dalam diskusi ini.
Menurut
kabar dokter muda itu kini seminggu ada di pulau sebelah yaitu pulau dama. Pak
desa menjelaskan bahwa bu dokter kali ini akan sendirian satu minggu di pulau
dama dan lanjut satu minggu di kecamatan durame. Bu dokter pun sekarang sudah
mulai dilepas oleh pak dokter anto yang biasa sebulan sekali ke kecamatan ini.
Kebetulan
sekali bahwa tujuan kami selanjutnya adalah pulau dama. Mungkin saja saya bisa
sedikit banyak berbagi pengetahuan kepada bu dokter, mengingat aku juga kuliah
di Jakarta. Setidaknya ada bahan obrolan yang sudah aku siapkan untuk bertemu
dengannya nanti di pulau dama.
Mata pun
semakin mengantuk, ucapan selamat malam pak desa menutup diskusi malam ini.
Handphone yang seolah menjadi bangkai ini selalu tersimpan di dalam tas kecil
ku. Aku pun tidak bisa membari kabar ke puspa karena jaringan signal
provaiderku tidak ada. Jangankan chating, telpon saja setengah mati rasanya.
Pagi pun
menghampiri, nelayan dengan ikan segar turun dan terlihat lalu lalang didepan
rumah pak desa. Pak han tiba-tiba datang dengan hasil tangkapan bermodal tembak
busur, menghampiri ku dan menunjukkan hasil tangkapannya selama subuh tadi
berendam di perairan dangkal. Cukup lumayan banyak bisa dibuat makan sehari itu
ikan untuk 10 orang. Tapi saya mungkin hanya bisa menikmati untuk sarapan saja,
dikarenakan dari kejauhan jay dan zul sudah terlihat yang menandakan tugas
pengambilan data mereka sudah selesai, dan kita harus segera ke pulau dama
untuk melanjtkan tugas.
Tepat
pukul 6 pagi, kami melihat speedboat yang kami sewa datang dari arah utara dan
bersandar. Tak lama setelah kami semua berberes dan mandi. Pak desa menawarkan
sarapan kepada kami. Nasi dengan beberapa potongan ikan goreng segar di sajikan
diatas meja makan. Tak lupa mie instant tepat mendarat ditengah-tegah. Hanya
ada aku,zul,jay, pak desa dan pak han menikmati masakan yang cukup nikmat dari
istri pak desa.
Pukul 9
pagi kami harus pamit undur diri menuju pulau dama, perlahan satu persatu alat
masuk ke dalam speedboat. Jangkar pun mulai dinaikkan mesin bertenaga minyak
tanah mulau mendayung menuju lautan. Ucapan selamat tinggal dan lambaian tangan
yang ramah dari warga membawa kami menuju perbatasan laut pasifik menuju pulau
dama.
Tak lama
satu jam pun kurang, kami mendarat di pulau dama, pantai pasir putih dengan
dataran berbukit terlihat di pelupuk mata, sangat indah. Tiangpancang dermaga
yang belum selesai akibat proyek pemerintah yang kekurangan dana terlihat juga.
Speedboat mulai bersandar di dermaga kecil kayu buatan warga. Pulau nya cukup
bersih, sinar matahari siang yang sudah menghampiri mengiringi kita menuju dan
mencari rumah pak desa.
Terihat
sebuah puskesmas pembantu yang masih terawatt didekat bagunan masjid itu
mengingatkanku dengan bahasan dan paparan dari warga desa durame yang
menceritakan ada bu dokter muda dari Jakarta. Kebetulan hari itu adalah hari
minggu jadi tidak ada aktifitas di bangunan pustu itu. Kami pun bergegas menuju
tempat pak desa berharap diberikan tumpangan meginap dikarenakan di pulau ini
tidak ada tempat untuk menginap.
Sementara
jay menanyakan alamat kepada warga setempat, zul pun ke puskesmas untuk mencari
data kesehatan sesuai dengan perintah pak iqbal.
Dalam
batinku, ah zul beruntung akan bertemu dengan dokter itu. Aku pun karena tidak
bisa bahasa daerah hanya membuntuti jay kemana pun dia pergi.
Tak lama
kemudian aku dan jay menemukan rumah pak desa, berhubung pak desa sedang ada
dikebun karena musim panen cengkeh, kami pun hanya ditemani ibu dari pakdesa
sembari menikmati teh manis hangat yang sudah diseduh oleh sang punya rumah.
Tak lama
zul kembali diboceng lelaki berumur 50 tahunan, ternyata laki-laki itu adalah
pak desa. Datang dari puskesmas bersama zul.
Muka zul
begitu sumringah seolah bertemu bidadari, senyum senyum sendiri. Pak desa
menyalami kami dan perlahan duduk berbincang dengan kami, walaupun sempat
terjadi mis komunikasi dengan kedatangan kami. Pak desa tetap sangat menyambut
kami dan memboleh kan kami menginap dirumahnya.
Tepat
setelah sholat dhuhur dan makan siang dirumah pak desa, zul dan jay pun menunju
ke speedboat mengambil alatnya yang kemudian langsung melakukan pengamatan dan
pengambilan sampel di dermaga. Begitupun aku langsung bergegas mengambil alat
dan melakukan pengambilan data di perkampungan. Belum sempat menanyakan kenapa
zul tadi senyum-senyum sendiri setelah dari puskesmas, aku pun langsung menabak
bahwa dia baru saja bertemu dengan bu dokter yang sedang mengabdi ditempat ini.
“wuih
mantep aku tadi ketemu dokter cantik sekali, muda kayaknya beda setahun
denganku” ujar zul dengan senyumnya yang masih melebar.
“ah
serius?.... yang bener…?” lontaran pertanyaan spontan jay
“serius
boy…. Sebentar mungkin ketemu” jawab zul dengan aksen ternate yag kental
Aku pun
hanya ikut senyum senyum saja, padahal aku juga penasaran. Persimpangan jalan
desa membagi kita menuju jalan berbeda, saya bekerja sendirian sedangkan zul
dan jay ke dermaga untuk pengamatan.
Pak desa
pun begitu baik meminjamkan motor pak dinas nya kepada ku untuk mobile dalam
pengambilan sampel. Beberapa tempat aku ditemani pak desa dalam pengambilan
sampel, kemudian akhirnya aku harus mengambil sampel di pantai yang letaknya
tak jauh dari puskesmas.
Sembari
senyum pak desa menyuruhku mengambil sampel disana sendirian dan apabila ada
kesulitan bisa meminta bantuan di puskesmas.
“mas
agus, saya tidak bisa temani lagi ya, saya ada urusan dengan pak sekdes. Nanti
kalau ada apa-apa mas agus bisa bertanya ke bu dokter atau bu bidan yang ada
dirumah dinas dekat puskesmas.” Ujar lelaki 50 tahun itu
“ok pak
siap, mungkin jam 6 saya sudah balik kembali” jawabku sembari mulai menenteng
alat dan menghidupkan motor pak desa.
Sekitar 5
menit sampai di depan puskesmas, aku pun memarkir motor pak desa di pelataran
puskesmas, dan menemui seseorang ibu-ibu yang masih berada di dalam puskesmas.
“maaf bu,
saya tamu nya pak desa yang akan mengambil sampel air di depan sana, saya
meminta izin untuk parkir motor dan menaruh beberapa alat saya disini” izin ku
ke pada ibu-ibu berumur 40 an yang kuduga adalah bu bidan
“iye,
silakan ” sahutnya ramah
Sembari
menengok kanan kiri, bola mataku ini mencari keberadaan dokter muda yang
diceritakan warga durame dan di ceritakan zul tadi siang
Akhirnya
aku pun bergegas ke pantai dan duduk diantara bebeatuan untuk segera mangambil
beberapa sampel. Tak lupa sambil memesang beberapa alat pengukur udara aku pun
menunggu menikmati sore itu
Sembari
melihat handphone yang sudah kehilangan fungsinya aku pun mulai membuka folder
foto hasil jepretan setiap perjalananku. Tak sengaja ada folder lama yang masih
menempel di memori handphone. Folder lama berisikan foto ku jaman sma, masa
masa yang bisa dikatakan perfect abis, puncak abg lah… sembari senyum-senyum
sendiri aku pun menikati terpaan ombak yang perlahan menghantam karang.
Tak lama
suara perempuan terdengar mengucapkan salam
“assalamualaikum
mas” suara merdu itu menghempaskan segala lamunan ku
“waalaikum
salam” sembari menengok kebelakang
Kulihat
sosok yang begitu tak asing di kepala, sosok begitu ku kenal betul. Wanit
berkaca mata itu dengan rambut ikalnya. Yang paling kukenal adalah senyum
manisnya yang entah kenapa tidak hadir dalam sahutan salam ku.
Kita sama
sama terpaku dalam satu sudut pandang. Memandang mata masing masing penuh
kekagetan, bahkan beberapa detik aku dan dia terperangkap pola napas yang
kacau.
Ya kaget,
begitu kaget
Aku kenal
dia, dia adalah uty,
Putri Dewi Mustika.......
Nantikan Kelanjutan Ceritanya ya...