Selasa, 28 April 2015

Kopi Di Sebrang Utara 2

ilustrasi gambar 

Seorang teman dekat ku ketika sekolah menengah atas

Putri Dewi Mustika

Gadis berparas putih tinggi dan berisi itu adalah orang yang mengajarkanku mengenal arti peduli dan mimpi. dimana aku tidak pernah berni untuk bermimpi, aku yang hanya seorang anak laki-laki biasa dan hanya tau organisasi serta kantin. bahkan tas ku pun hany berisi buku catatan tanpa ada buku materi, pernah beli tapi dipinjam teman dan ditaruh dilaci bangku. mimpi itu, ya bagaikan hal indah yang ada dilamunan dan aku terlalu takut untuk berspekulasi dan mengimplementasikan. putri lah cahaya semangat mimpi dan orang yang berhasil menggugahku untuk bermimpi dan meraihnya

Sudah hampir 7 tahun aku tidak pernah melihatnya, kesibukan berfokus pada studi masing-masing membuat kita hampir lupa. Tapi mungkin kita tidak bisa akan lupa, karena kita pernah berkonflik dalam satu bingkai kisah. Kisah manis di putih abu, bahkan aku ingat betul dia adalah orang yang paling cerdas di bidang eksakta. Mungkin jikalau pertemuan di ruang osis itu tidak pernah terjadi, aku tidak akan mengenal dia sedalam ini. Dia memang gadis biasa dan pintar. Bahkan semua lelaki seangkatanku waktu sma segan terhadap dia, wanita berkaca mata itu sudah terkenal dengan nilai pelajaran eksaknya yang begitu tinggi.

Bahkan semua guru sudah mengakui kecerdasan intelekual. Juara olympiade kimia tingkat nasional sudah dia jajaki dengan juara satu mengharumkan nama sekolah kami. Ketua kelompok ilmiah remaja ini memang berhasil memukau seluruh sekolah didaerah kami, acara-acara kegiatan berbasis ilmiah di lingkung kabupaten sukses terlaksana.

Kedekatanku dengan “uty” nama panggilan akrab ku ke dia, berawal dari pengurusan berkas dan surat di osis, aku yang waktu itu berada di sekbid 6 kepengurusan osis tahunku membawai 2 ekstrakulikuler di sekolah, salah satunya adalah ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang diketuai oleh uty. Uty yang waktu itu ke ruang osis menunggu untuk penandatanganan administratif proposal kegiatan bazar ilmiahnya untuk proses penurunan dana, begitu termenung dan terlihat pusing.

Aku yang baru saja merekap dokumen kegiatan diruangan 6x8 meter tepat di belakang lemari yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan sekbid 6 dan 7 tak sengaja menjatuhkan tumbukan map yang ada diatas lemari karena lemari tua itu tersenggol oleh badanku. Sontak kaget uty menambah kepanikanku, aku mengira tidak ada orang yang ada di ruang. Aku kira hanya aku sendiri yang ada disitu. Ternyata uty sudah ada disitu kurang lebih 10 menit yang lalu. Kerena kebiasaanku yang suka  mendengarkan music lewat earphone membuatku tidak menyahut salam uty yang berungkali hingga dia memutuskan untuk duduk di ruang tamu sembari menunggu.

“aaaaaahhhh” teriak kaget uty
“masyaallah, ada orang, maaf maaf putri saya kira tidak ada orang diruangan.” Jawabku
“ah kamu gus bikin aku kaget saja, tolong tanda tanganin proposal kegiatanku dong.
“oke sini” jawabku tegas
“jutek banget sih” respon uty

Semenjak saat itu aku pun mulai dekat dengan uty. Aku yang selalu slengean dan sering sekali bolos di jam pelajaran kimia untuk sekedar berbaring dan becanda diruang osis dan kantin dengan teman teman yang punya jam kosong karena tidak ada guru.
Berbeda dengan uty, kutu buku yang kelasnya bersebelahan dengan kelasku itu selalu melihatku keluar sebelum jam pelajaran kimia di mulai.

Karena seringnya putri mengurus administrasi dan rapat bidang dengan ku membuat kedekatan kami semakin bertambah. Putri yang selalu disegani dan sedikit teman yang akrab itu kini menambah teman akrabnya yaitu aku. Sedangkan aku yang terlalu terkenal dan sangat famous di sekolahan sehingga tak jarang adik-adik kelaspun suka sekedar mencari perhatianku, membuat pengumpaan bagi langit dan bumi.

Semenjak kelas 11 kami pun mulai dekat hingga akhirnya di kelas 12 aku dan uty satu kelas dan memutuskan untuk duduk sebangku di kelas ipa 1. Reputasiku dalam pelajaran kimia yang buruk membuat uty prihatin dan mencoba untuk mengubahku. Sedikit demi sedikit aku diajarkan uty untuk memahami setiap pelajaran kimia, bahkan terkadang ketika ujian tengah semester aku diberi contekan putri walaupun aku tidak meminta.

Uty lah salah satu sosok yang mengubahku lewat pelajaran kimia. Uty yang selalu sabar mengajariku pekerjaan rumah pelajaran kimia. Dan dia selalu sabar dengan kelakuanku yang hiperaktif. Sehingga aku terkenal dengan nama panggilan bery (berubah hyperaktif). Entah teman teman begitu terbiasa akhirnya memanggilku dengan sebutan itu dan aku menerimanya, begitupun uty yang sepertinya cukup nyaman dengan panggilan itu.

Sejak selesai ujian nasional, uty memberikan perhatian yang begitu lebih terhadapku. Kebiasaan untuk pulang lebih sore dari biasanya  hanya untuk sekedar mengobrol diruangan KIR ataupun kebiasaan nonton film komedi di kota Surabaya setiap hari minggu, membuat hal itu tidak biasa. Tapi aku tidak pernah peka, aku tidak pernah merasakan bahwa perhatiannya lebih dari sekedar teman. 

Aku begitu nyaman dalam posisi ini sehingga aku lupa bahwa wanita itu butuh kepastian dan ikatan.

Selesai upacara kelulusan sikapku masih sama ke uty, dia pun juga. Hingga pengumuman PMDK membuat aku sedikit merasakan hal berbeda. Aku diterima PMDK jurusan kimia di Intitut Pertanian Bogor. Sedangkan putri mendapatkan beasiswa karena prestasinya dan diterima di kota gotingen jerman dengan mengambil jurusan kedokteran.

“yah kita pisah dong ber, aku harus jauh” ujar uty sedih sembari meletakkan kepalanya dipundakku

Tepat didepan kelas ipa 1 sore itu hanya kami berdua di kelas yang paling tertua di sekolah ini.


Rasa sedih itu tiba-tiba mendera kami. Berdua dalam kursi beton merah itu. Tiba-tiba mulut kita terkunci. Aku tak bisa berbuat apa-apa, bahkan aku harus membohongi rasa kehilanganku itu. Sedangku kurasa uty sedang membutuhkan ungkapan rasa sayangku untuknya. 


Sampai Jumpa Minggu Depan gais......

Selasa, 14 April 2015

Kopi Di Sebrang Utara 1

Dokter muda di ujung pulau

Begitu pedihnya perpisahan itu, tapi kita harus sadar bahwa disetiap perpisahan itu akan ada pertemuan baru.

Tuhan tidak membiarkan kita takabur dengan mengabulkan semua permintaan kita dan doa kita dalam satu waktu, tuhan begitu mencintai kita, tuhan ingin merangkul kita dan tuhan begitu rindu dengan sujud kita. sesungguhnya yang mempunyai sifat takabur adalah dan hanya tuhan. kita manusia tidak pantas takabur. tuhan membiarkan kita berpikir.

Kedekatanku dengan puspa kini tak lagi bisa dipertanyakan lagi, kita memang sama-sama sudah memiliki rasa untuk adiktif satu dengan yang lain. Bahkan setiap setidaknya ada pesan singkat “selamat pagi” yang selalu menghampiri handphone kita dan membuat aku harus senyum-senyum sendiri setiap pagi di meja kantor.

Hari ini tepat 2 hari setelah pertemuan kami di losari, namun rindu sudah mendera begitu hebatnya, seiring rindu yang datang dalam hati dan menyandra logika, datang melayang surat tugas dinas luar daerah mendarat tepat diatas meja kerjaku dan membuat aku sedikit tercengang melihat tujuan dan lama dinasnya.

Dalam surat resmi dengan stempel dan tanda tangan dari atasan tertulis kota Halmahera Utara dan waktu dinas 6 hari. Ini sama artinya aku harus menahan rasa rindu ku untuk segelas cappuccino di meja no 22 bersamanya. Tanggal keberangkatan pun tertulis besok subuh dengan rute kota ternate kemudian menyebrang ke tidore.

Akhirnya aku pun bersiap kembali kekostn untuk menyiapkan segela sesuatu dan kebutuhan untuk 6 hari kedepan di Halmahera. Tak lupa aku pun memberi kabar kepada puspa bahwa sepertinnya kita harus menahan rindu karena ada tugas kantor. Bahkan balasan pesan mu masuk di handphoneku pun begitu membuat aku semakin merindukanmu. Perhatianmu yang begitu apa adanya membuat aku semakin terhipnotis dan semakin adktif.

“yahhh, gak ketemu seminggu ya mas. Huft…. L… ya udah mas hati-hati ya. Pokoknya selalu kasih kabar ke aku ya. Biar aku gak khawatir… mas siap siap dulu nanti jangan tidur malam-malam ya”

Perhatianmu itu begitu kurasa seolah kamu sedang ada di sampingku membantu mengemas baju-baju ku di dalam travel bag ku.

Hari semakin sore, satu persatu kuselesaikan semua administrasi kedinasan dan segela tools untuk di Halmahera, aku pun mengambil tiket dan kembali ke kostn.

Hari semakin malam, kamu pun hampir tak lepas dariku melalui kotak jaringan ini. Hingga yang membangunkan ku pun adalah kamu di tepat jam 3 pagi. Rasa perhatian memang tak bisa dipungkiri dari saling nyaman diantara kita.

Tepat jam 4 aku beranjak menuju bandara dengan menaiki taxi yang sudah menunggu didekat jalan kostn. Perjalanan tugas kali ini memang agak begitu membuat khawatir karena setelah dilihat di peta yang terpajang dikantor, daerah yang kutuju adalah pulau paling utara di provinsi Halmahera.

Pagi jam 8, aku pun landing manis di bandara sultan baabullah ternate. Kemudian aku pun menaiki sebuah mobil angkutan umum menuju pelabuhan speedboat untuk membawaku ke pulau tidore. Sesampainya di pelabuhan aku pun menunggu team dari ternate untuk melanjutkan perjalanan.

Sambil menunggu aku menyempatkan menikmati suasana pelabuhan yang masih terbilang tidak begitu padat dan mataharinya pun masih mendayu-dayu menyapa dengan vitamin D nya. Ombak kecil menghantam sisi pelabuhan dan menghasilkan buih-buih air laut. Dari kejauahan sudah mulai aktif lalu lintas selat dengan speedboat nya yang sudah mulai lalu lalang. Aku pun sengaja menelpon mu untuk sekedar membangunkanmu.

Aku menyadari pasti puspa sengaja begadang untuk sengaja membangunkan aku di tepat pukul tiga, kebiasaan tidur kembali di hari rabu selalu aku hafal betul, karena dihari itu jadwal kuliah dia sebenarnya kosong sehingga bisa untuk melanjtkan balas dendam terhadap tidur.

“halo, assalamualaikum dek, pasti lagi tidur ya?” sapaku dari ujung telpon
“heheh, waalaikum salam… heheh iya mas, masih ngantuk, udah sampe ternate mas?” jawab nya penuh perhatian
“udah dek, ini udah mau nyebrang ke pulau tidore.. ya udah kamu lanjut tidurnya lagi.. bentar lagi giliran speedboatku jalan”
“iya mas, kamu hati-hati ya… kasih kabar kalo udah sampe lokasi” jawabnya sambil nada sayu merdu..

Telpon pun kemudian berakhir dan terlihat ada seorang bapak-bapak menghampiriku.
“mas agus dari Makassar ya?” bapak dengan gaya seperti ustad dan berjenggot menghampiriku
“iya pak, bapak iqbal bukan?” tanyaku balik
“iya mas, saya iqbal.  

Pertemuan ku dengan pak iqbal adalah pertemuan kali pertamanya, pak iqbal merupakan seorang ahli analisis dampak lingkungan, pak iqbal merupakan seorang master dalam bidang agama. Walaupun studi sarjananya adalah lingkungan, pak iqbal memilih melanjutkan studi master di bidang agama dikarenakan alasan yang cukup simple. Untuk mencari dan memperkuat bekal rohani dimanapun berada.

Dibantu dengan beberapa karyawannya yang kira-kira seumuran dengan aku, barang-barang kami pun masuk satu persatu di speedboat yang sudah menjadi langganan pak iqbal. Perjalanan ke ternate pun hanya aku dan pak iqbal. Beberapa karyawan perusahaan yang dimiliki pak iqbal tadipun mulai tidak ikut dalam perjalanan menuju tidore.

Speedboat yang hanya diisi oleh 5 orang ini termaksut abk speedboat, melaju memecah perairan tenang menuju tidore. Tak lam, hanya 45 menit aku pun sampai di pulau tidore.

Sekeluarnya aku dan pak iqbal dari speedboat kami disambut 2 anak muda dan seorang bapak-bapak, barang-barang kami pun diangkut dari speedboat menuju sebuah mobil kijang hitam dengan gaya nyetrik penuh stiker dan hiasan dalam.

2 anak muda tersebut adalah anggota yang akan menemani saya menuju Halmahera nanti
Sedangkan bapak-bapak itu adalah driver dari mobil kijang yang kami tumpangi. Mobil pun melaju menyusuri daratan pulau tidore.

Didalam mobil kami pun sempat mengobrol sedikit untuk mengobati jenuh di  perjalanan. Dalam perbincangan itu pun aku mengetahui bahwa 2 anak muda itu adalah zul dan jay mahasiswa yang baru saja menyandang gelar sarjana dalam bidang oceanografi di salah satu universitas negeri di kota ternate. Mereka sering diajak pak iqbal dalam segala kegiatannya akhir-akhir ini.

Dua jam 30 menit kami akhirnya sampai di penginapan di kota tobelo, kami pun meletakkan barang kami di kamar masing-masing, kemudian kami melanjutkan perjalanan kesebuah pelabuhan untuk pengambilan data oceanografi yang dilakukan oleh zul dan jay sedangkan aku hanya mengambil beberapa data yang tidak mengharuskan aku harus menginap di pelataran dermaga seperti zul dan jay.

Sore pun datang tepat pukul 17.00 aku dan pak iqbal memutuskan untuk kembali ke penginapan dan meninggalkan jay serta zul dikarenakan mereka harus pemantauan semalaman.

Keesokan harinya aku dibangunkan oleh kamu, di ujung telpon ini, kamu begitu merdu pagi ini, setidaknya aku merasakan semangat pagi oleh suaramu.

“ih mas, kok gak ngabarin sih udah sampe mana? Aku tungguin juga” nada manjamu begitu membuat hati ini langsung luluh.

“maaf nah, aku kecapean semalam, disini juga kan beda sejam dari sana” jawab ku begitu enteng.

“yaudah kalau gitu, mas jangan lupa sholat subuh ya, aku mau sholat dulu. Ok” perhatian puspa pagi ini sudah menyandraku.

Tak lama setelah kututup telpon, diluar kamar pun terdengar suara pak iqbal yang membangunkanku untuk mengajak sholat di masjid dekat penginapan.

Seusai sholat subuh, tak lama mobil kijang hitam sudah terparkir di depan pengenipan membawa zul dan jay. Seusai sarapan kami pun akhirnya menuju pelabuhan untuk menuju Halmahera dengan speedboat yang sudah disewa pak iqbal. Barang-barang pun masuk dalam speedboat warna merah dan kuning itu.

Mesin berbahan bakar minyak tanah itu sudah mulai menyala, tetapi pak iqbal kenapa masih diatas (tanyaku dalam hati). Kemudian pak iqbal memanggilku keluar speed dan menjelaskan rute perjalanan dengan zul dan jay.

“Speedboat itu sudah kita sewa selama tiga hari sebagai transportasi kalian disana nanti. Saya masih harus menyelesaikan beberapa kegiatan di kota tobelo. Jadi mas agus nanti ditemani oelh zul dan jay bersama abk speedboat lainya". ungkap pak iqbal 

Rute perjalanan kami adalah menuju Halmahera utara, 1 diantaranya pulau dama yang terpisah letaknya dengan pulau Halmahera.

Perjalanan dimulai kurang lebih hampir 3 jam kami berada di speed dan diterjang ombak laut pasifik. Tiba lah siang kita di kepulauan posi-posi dan durame. Data pun kami ambil sesegara mungkin di dua pulau ini. 2 pulau ini memang sudah jarang sinyal telepon, bahkan handpone saja harus digantung didepan rumah untuk mendapatkan sinyal yang seolah sinyal lewat selintas kemudian hilang lagi.

Tanpa media komunikasi modern, mungkin mereka melalui hari-hari disini begitu teduh dan tanpa gaduh nada dering handphone. Anak-anak hanya bermain mencari ikan dangkal di pantai, tumbuh besar dengan sedikit radiasi dari signal. Semua begitu harmoni, namun sayang fasilitas kesehatan dan pengetahuan kesehatan masih sangat minim disini. Hanya ada satu puskesmas di setiap pulau, itu pun puskesmas pembantu dengan tenaga medis seorang bidan. Dokter pun mungkin hanya sebulan sekali datang dari kota tobelo, itu pun sangat sebentar dan terbatas.

Aku pun sembari ditemani penduduk sekitar untuk mengantar ke tempat pengambilan sampel di pantai. Pak johan biasa disebut pak han menemaniku dalam pengambilan sampel hingga mobilitas dari desa satu kedesa yang lain. Pak han merupakan sekertaris desa, pria keturunan ambon ini sangat ramah, hingga menjelaskan seluk beluk desa sedetil mungkin. Pak han yang meruapakan sekolah kedinasan di manado ini sudah hampir 20 tahun menjadi sekdes desa durame. Desa yang baru saja pemekaran menjadi kecamatan ini memang terletak dipesisir pantai dan dilalui jalan poros penghubung setiap desa.

Pak han pun bercerita kalau masyarakat disini jarang sakit dan memiliki tubuh yang cukup prima dalam segala hal, cuman biasa anak-anak sakit demam atau flu. Ketika mereka sakit memang bu bidan desa yang selalu menjadi dokter di desa ini. Tetapi katika dokter datang para warga sangat antusias untuk bertemu dan meminta pendapat ataupun hanya sekedar mendengarkan penyuluhan.

“biasa ada pak dokter dari tobelo pak yang kesini setiap sebulan sekali, cuman bulan lalu pak dokter ditemani bu dokter yang masih muda, katanya dari Jakarta” ujar pak han sembari memarkir motornya dibawah pohon kelapa

Saya awalnya biasa saja, maklum akses kepualau ini memang sangat susah. Lagipula itu pun sudah untung dokter nya mau datang kesini sebulan sekali, maklum penyebaran tenaga medis di wilayah timur ini memang tidak merata, bisa jadi satu dokter menangani 2 pulau terluar dari pulau utama. Tapi aku menjadi penasaran ketika pak han bilang bahwa ada dokter muda. Antara takjub dan bangga masih ada dokter dari Jakarta jauh-jauh mengabdi kesini, dugaanku memang dokter muda ini sedang mengabdi sebelum diangkat oleh pemerintah.

Pembicaraan pun berlanjut antara aku dan pak han dibawah pohon kelapa yang melindungi kami dari sengatan matahari siang ini, pak han pun menyebutkan bahwa dokter wanita itu sekiranya seumuran denganku. Parasnya yang begitu ramah dan berkacamata tersirat dalam paparan pak han diselimuti suara ombak yang datang silih berganti menghantam karang.

“wah pasti dokter muda nan cantik itu membuat bapak-bapak disini betah di ruang puskemas ya pak?” Tanya ku jahil

“wah betul sekali pak, cara nya manyampaikan materi membuat warga betah dan semangat untuk hidup sehat” ujar pak han dengan mata berbinar

Seolah semikin seru pembicaraan kita hingga tak terasa matahari sudah sedikit demi sedikit tenggelam di ujung laut.

Ombak semakin besar dan laut pun surut membuat speedboat yang kami tumpangi tiba-tiba lenyap dari tempat sandar. Barang kami padahal masih dalam speed. Tapi menurut pak desa mungkin speed mencari tempat sandar di pulau sebelah.

Pak desa dengan baik hati menawarkanku untuk menginap dirumahnya, sedangkan zul dan jay ada didesa sebelah meninap diatas dermaga yang belum jadi di desa sebelah.

Warga desa yang cukup ramah, walaupun tanpa listrik mereka membentuk lingkaran kecil dengan kursi untuk hiburan mereka dikala malam, lampu eletrik yang sudah di charge dengan genzet pun menerangi malam di desa ini, bahkan ribuan bintang menjadi atap kami berdiskusi untuk sekedar melepas penat. Diskusi ringan yang khas dengan aksen ambon yang kental. Senyum dan tawa kecil disela pembicaraan membuat aku ikut larut walaupun terkadang aku tidak begitu paham apa yang mereka obrolkan.

Bahasan ini itu mengisi ruang diskusi didepan rumah pak desa, salah satu bahasan yang aku suka adalah bahasan tentang seorang dokter muda yang mulai aktif di pulau durame dan dama. Dokter muda yang sudah di ceritakan terlebih dulu oleh pak han kepadaku tadi siang membuat aku punya bahan dan pengetahuan dalam diskusi ini.

Menurut kabar dokter muda itu kini seminggu ada di pulau sebelah yaitu pulau dama. Pak desa menjelaskan bahwa bu dokter kali ini akan sendirian satu minggu di pulau dama dan lanjut satu minggu di kecamatan durame. Bu dokter pun sekarang sudah mulai dilepas oleh pak dokter anto yang biasa sebulan sekali ke kecamatan ini.

Kebetulan sekali bahwa tujuan kami selanjutnya adalah pulau dama. Mungkin saja saya bisa sedikit banyak berbagi pengetahuan kepada bu dokter, mengingat aku juga kuliah di Jakarta. Setidaknya ada bahan obrolan yang sudah aku siapkan untuk bertemu dengannya nanti di pulau dama.

Mata pun semakin mengantuk, ucapan selamat malam pak desa menutup diskusi malam ini. Handphone yang seolah menjadi bangkai ini selalu tersimpan di dalam tas kecil ku. Aku pun tidak bisa membari kabar ke puspa karena jaringan signal provaiderku tidak ada. Jangankan chating, telpon saja setengah mati rasanya.

Pagi pun menghampiri, nelayan dengan ikan segar turun dan terlihat lalu lalang didepan rumah pak desa. Pak han tiba-tiba datang dengan hasil tangkapan bermodal tembak busur, menghampiri ku dan menunjukkan hasil tangkapannya selama subuh tadi berendam di perairan dangkal. Cukup lumayan banyak bisa dibuat makan sehari itu ikan untuk 10 orang. Tapi saya mungkin hanya bisa menikmati untuk sarapan saja, dikarenakan dari kejauhan jay dan zul sudah terlihat yang menandakan tugas pengambilan data mereka sudah selesai, dan kita harus segera ke pulau dama untuk melanjtkan tugas.

Tepat pukul 6 pagi, kami melihat speedboat yang kami sewa datang dari arah utara dan bersandar. Tak lama setelah kami semua berberes dan mandi. Pak desa menawarkan sarapan kepada kami. Nasi dengan beberapa potongan ikan goreng segar di sajikan diatas meja makan. Tak lupa mie instant tepat mendarat ditengah-tegah. Hanya ada aku,zul,jay, pak desa dan pak han menikmati masakan yang cukup nikmat dari istri pak desa.

Pukul 9 pagi kami harus pamit undur diri menuju pulau dama, perlahan satu persatu alat masuk ke dalam speedboat. Jangkar pun mulai dinaikkan mesin bertenaga minyak tanah mulau mendayung menuju lautan. Ucapan selamat tinggal dan lambaian tangan yang ramah dari warga membawa kami menuju perbatasan laut pasifik menuju pulau dama.

Tak lama satu jam pun kurang, kami mendarat di pulau dama, pantai pasir putih dengan dataran berbukit terlihat di pelupuk mata, sangat indah. Tiangpancang dermaga yang belum selesai akibat proyek pemerintah yang kekurangan dana terlihat juga. Speedboat mulai bersandar di dermaga kecil kayu buatan warga. Pulau nya cukup bersih, sinar matahari siang yang sudah menghampiri mengiringi kita menuju dan mencari rumah pak desa.

Terihat sebuah puskesmas pembantu yang masih terawatt didekat bagunan masjid itu mengingatkanku dengan bahasan dan paparan dari warga desa durame yang menceritakan ada bu dokter muda dari Jakarta. Kebetulan hari itu adalah hari minggu jadi tidak ada aktifitas di bangunan pustu itu. Kami pun bergegas menuju tempat pak desa berharap diberikan tumpangan meginap dikarenakan di pulau ini tidak ada tempat untuk menginap.

Sementara jay menanyakan alamat kepada warga setempat, zul pun ke puskesmas untuk mencari data kesehatan sesuai dengan perintah pak iqbal.

Dalam batinku, ah zul beruntung akan bertemu dengan dokter itu. Aku pun karena tidak bisa bahasa daerah hanya membuntuti jay kemana pun dia pergi.

Tak lama kemudian aku dan jay menemukan rumah pak desa, berhubung pak desa sedang ada dikebun karena musim panen cengkeh, kami pun hanya ditemani ibu dari pakdesa sembari menikmati teh manis hangat yang sudah diseduh oleh sang punya rumah.  

Tak lama zul kembali diboceng lelaki berumur 50 tahunan, ternyata laki-laki itu adalah pak desa. Datang dari puskesmas bersama zul.

Muka zul begitu sumringah seolah bertemu bidadari, senyum senyum sendiri. Pak desa menyalami kami dan perlahan duduk berbincang dengan kami, walaupun sempat terjadi mis komunikasi dengan kedatangan kami. Pak desa tetap sangat menyambut kami dan memboleh kan kami menginap dirumahnya.

Tepat setelah sholat dhuhur dan makan siang dirumah pak desa, zul dan jay pun menunju ke speedboat mengambil alatnya yang kemudian langsung melakukan pengamatan dan pengambilan sampel di dermaga. Begitupun aku langsung bergegas mengambil alat dan melakukan pengambilan data di perkampungan. Belum sempat menanyakan kenapa zul tadi senyum-senyum sendiri setelah dari puskesmas, aku pun langsung menabak bahwa dia baru saja bertemu dengan bu dokter yang sedang mengabdi ditempat ini.

“wuih mantep aku tadi ketemu dokter cantik sekali, muda kayaknya beda setahun denganku” ujar zul dengan senyumnya yang masih melebar.

“ah serius?.... yang bener…?” lontaran pertanyaan spontan jay
“serius boy…. Sebentar mungkin ketemu” jawab zul dengan aksen ternate yag kental

Aku pun hanya ikut senyum senyum saja, padahal aku juga penasaran. Persimpangan jalan desa membagi kita menuju jalan berbeda, saya bekerja sendirian sedangkan zul dan jay ke dermaga untuk pengamatan.

Pak desa pun begitu baik meminjamkan motor pak dinas nya kepada ku untuk mobile dalam pengambilan sampel. Beberapa tempat aku ditemani pak desa dalam pengambilan sampel, kemudian akhirnya aku harus mengambil sampel di pantai yang letaknya tak jauh dari puskesmas.

Sembari senyum pak desa menyuruhku mengambil sampel disana sendirian dan apabila ada kesulitan bisa meminta bantuan di puskesmas.

“mas agus, saya tidak bisa temani lagi ya, saya ada urusan dengan pak sekdes. Nanti kalau ada apa-apa mas agus bisa bertanya ke bu dokter atau bu bidan yang ada dirumah dinas dekat puskesmas.” Ujar lelaki 50 tahun itu

“ok pak siap, mungkin jam 6 saya sudah balik kembali” jawabku sembari mulai menenteng alat dan menghidupkan motor pak desa.

Sekitar 5 menit sampai di depan puskesmas, aku pun memarkir motor pak desa di pelataran puskesmas, dan menemui seseorang ibu-ibu yang masih berada di dalam puskesmas.

“maaf bu, saya tamu nya pak desa yang akan mengambil sampel air di depan sana, saya meminta izin untuk parkir motor dan menaruh beberapa alat saya disini” izin ku ke pada ibu-ibu berumur 40 an yang kuduga adalah bu bidan

“iye, silakan ” sahutnya ramah

Sembari menengok kanan kiri, bola mataku ini mencari keberadaan dokter muda yang diceritakan warga durame dan di ceritakan zul tadi siang

Akhirnya aku pun bergegas ke pantai dan duduk diantara bebeatuan untuk segera mangambil beberapa sampel. Tak lupa sambil memesang beberapa alat pengukur udara aku pun menunggu menikmati sore itu

Sembari melihat handphone yang sudah kehilangan fungsinya aku pun mulai membuka folder foto hasil jepretan setiap perjalananku. Tak sengaja ada folder lama yang masih menempel di memori handphone. Folder lama berisikan foto ku jaman sma, masa masa yang bisa dikatakan perfect abis, puncak abg lah… sembari senyum-senyum sendiri aku pun menikati terpaan ombak yang perlahan menghantam karang.

Tak lama suara perempuan terdengar mengucapkan salam

“assalamualaikum mas” suara merdu itu menghempaskan segala lamunan ku

“waalaikum salam” sembari menengok kebelakang
Kulihat sosok yang begitu tak asing di kepala, sosok begitu ku kenal betul. Wanit berkaca mata itu dengan rambut ikalnya. Yang paling kukenal adalah senyum manisnya yang entah kenapa tidak hadir dalam sahutan salam ku.

Kita sama sama terpaku dalam satu sudut pandang. Memandang mata masing masing penuh kekagetan, bahkan beberapa detik aku dan dia terperangkap pola napas yang kacau.

Ya kaget, begitu kaget


Aku kenal dia, dia adalah uty,

Putri Dewi Mustika.......


Nantikan Kelanjutan Ceritanya ya...


Senin, 13 April 2015

Kopi Disebrang Utara



entah bagaimana aku memulainya, memulai membiasakan jauh
Jauh adalah Kata yang Pantas aku dapat, sesuai dengan apa yang menjadi garis
aku harus membiasakan memulai untuk tidur lebih cepat
aku harus membiasakan menaruh handphone jauh dari telinga
aku harus membiasakan tak mendengar lagi suaramu

kamu yang biasa mengatahui apa kesukaanku
kamu yang selalu mengerti berapa sendok gula yang kamu tuang dalam cangkirku
kamu  yang selalu membiarkan aku menikmati setiap senyummu
kamu yang kini hilang dan jauh

begitu adilkan?
adil kenapa?
aku atau kamu?
bukan kita lagi kan?

kini perasaanku tereduksi dan menjadi radikal
aku dan kamu tak lagi menjadi senyawa diazo yang begitu unik dan memiliki ciri khas

aku tak kuasa menahanmu pergi
seakan kaki ku lemas dan tak bergerak
membiarkanmu pergi
tanpa rasa

hai aku sekarang sedang berada di tempat kita menghabiskan waktu
kedai kopi itu, kamu masih ingatkan?

kenapa kamu hanya diam?
kau membenciku?

tolong jawablah!!
jangan matikan aku dengan diam mu

kenapa kamu tidak menoleh kebelakang terlebih dahulu ketika kau hendak pergi...
kenapa kamu melepas genggamanku?

hei jangan pergi jangan pergi! tetap disini

begitu pedihnya perpisahan itu, tapi kita harus sadar bahwa disetiap perpisahan itu akan ada pertemuan baru.
 tuhan tidak membiarkan kita takabur dengan mengabulkan semua permintaan kita dan doa kita dalam satu waktu, tuhan begitu mencintai kita, tuhan ingin merangkul kita dan tuhan begitu rindu dengan sujud kita. sesungguhnya yang mempunyai sifat takabur adalah dan hanya tuhan. kita manusia tidak pantas takabur. tuhan membiarkan kita berpikir.
jarak itu adalah ujian buat kita, pertemuan pun merupakan ujian bagi kita,
sebuah tugas diluar pulau dan paling ujung di utara maluku, aku harus mengabaikan segala macam media eletronik, semua gedget pun menjadi sampah, bahkan listrik pun sangat susah

duduk di sebuah dermaga kayu yang sudah mulai kehilngan bagiannya karena digerus ombak
aku duduk dalam kegelapan beratap bintang dan purnama
cahaya senter itu menjadi bukan satu satunya lampu dalam malam kita.
menjadi terang ketika aku bertemu lagi dengan kamu

beberapa kali mata ini tertuju ke atas melihat bintang yang begitu jelas, gemuruh ombak menjadi alunan musik sendu, mengingatkan aku tentang kamu dan semua tentang aku.

begitu damainya kurasa malam itu, senduh teduh dan tenang.
tak ada gemuruh berisik musik dan suara kendaraan
masyarakat begitu tenang menghadapi malam

hiburan mereka hanya duduk melingkar mendiskusikan sesuatu higga kantuk datang
berdiskusi, akrab dan bercengkramah
tanpa keegoisan pun kulihat

barangkali mereka tidak pernah mengerti dan sempat mersakan galau di pulau ini
angin malam begitu dingin aku tetap menikmati nya
hingga perlahan kopi yang kuseduh dari rumah pak desa ini mulai mendingin

kini kurasakan kembali
setiap dingin aku rasakan kamu
sikap kamu begitu dingin
waktu itu

aku belajar dan hanya bisa mersakan lewat secangkir kopi ini
entah apa yang sedang kamu lakukan waktu itu
di belahan waktu berbeda di sana
bahkan ini begitu adil, pertemuan ditanah berbeda

disini aku mengerti arti kehilangan kamu
disini aku mengerti bahwa aku memang masih jauh dari kata pantas
apabila kita saling bertukar posisi
mungkin aku dan kamu mengerti dan paham akan sebuah conclution jarak

Kini aku dan kamu bertemu dalam payung purnama
Mengubah dan mencoba menghias semua tentang kita dalam sebuah kopi malam ini


 Prosa dari Secangkir Kopi Di Sebrang

berbagi adalah cara unik dan manusia butuh itu

nantikan cerita nya beberapa hari kedapan

Kamis, 02 April 2015

Secangkir kopi dan sunset


Adzan berkumandang, pagi begitu buta bahkan aku terbangun mendahului sang muadzin masjid sebelah kostn. Minggu pagi ini, begitu berbeda dengan pagi sebelumnya. Bahkan aku harus menanam banyak alarm di handphone agar aku tidak telat pagi ini. Mengingat aku punya janji kepada puspa untuk meluangkan berolaraga. Seusai sholat subuh, aku pun kembali masuk kekamar untuk segera meraih handphone, dan berharap ada pesan masuk dari dia. Dugaan ku kali ini tidak salah. Seusai dari masjid dan masuk kekamar ada sebuah pesan dari dia.
“mas, udah bangun belum? Jangan lupa sholat subuh ya. Mungkin jam 6 aku udah dilosari”
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.20.
aku pun bergegas meraih kunci motor dan melaju motor  menuju pantai losari. Jalanan pagi ini begitu sepi. Aku pun sampai pas jam 6 di pelataran parkir dekat sebuah hotel ternama di pantai losari. 

Sambil memarkir motor yang sudah hampir penuh, di parkiran itu aku melihat kanan kiri. Kumpulan orang mulai memadati seluruh bagian jalan pantai losari. kemudian memasuki kerumunan demi kerumunan untuk mencari dia. Entah tindakan ceroboh telah ku lakukan, aku tidak membawa handphone ku sehingga aku pun tidak bisa menghubungi puspa untuk mencari tahu keberadaan dia. Sambil lari-lari kecil aku pun melewati dan menerobos kerumunan orang yang memadati pantai losari.

Aku hanya berharap aku menemukan dia, dan akupun berharap dia mencariku diantara ribuan orang yang ada dijalanan pantai. Hanya rasa yang aku gunakan dalam mencarinya. Rasa ini yang kuharap mempertemukan kita dalam keramaian ini tanpa dimanja teknologi.

Ternyata perasaan ku membawakan kesebuah sudut ajungan pantai dimana disitu  ada kamu terlihat gelisah menanti seseoarang yang ku harap itu adalah aku. Kuraih dua botol air mineral dari seorang pedagang asongan yang melintas mondar mandir disitu. Langkah yang mengendap endap menghampiri kamu. Melihat mu dari kejauhan yang semakin lama semakin gelisah, membuat rasa jahilku muncul dan ingin mengagetkan kamu.

Tapi rencana jahilku pun gagal, karena kamu sudah melihatku terlebih dahulu. Muka mu pun mengkerut menandakan kamu sudah bosan terlalu lama menunggu.

“gimana sih mas, kok dihubungin dari tadi gak bisa” kata dari bibir tipis mu itu memandakan suatu kekhawatiran dan menunggu agak lama
“mas gimana sih, mas handphonenya kemana? Aku hubungin susah banget” belum ada pembelaan dariku, kamu sudah lebih dulu berstatment.
“cieeee,, posesif banget sih… ini kamu minum dulu, pasti haus, kan nunggu itu bikin haus kan ya, haus akan kasih sayang. ups” canda ku mencoba memasukin amarah mu.

Kamu pun tersenyum begitu senang dan tenang, seolah bosanmu sudah lenyap dengan tegukan air yang membasahi tenggorokanmu..

“ihhh mas ihhh, kemana handphonenya? Aku hubungin kok gak bisa” kamu masih menanyakan hal yang sama.

“ketinggalan dek, soalnya tadi buru-buru. Aku sudah gak sabar ketemu kamu” rayuan kembali kulempar kearahnya.

“gombal mulu ihhhh…. Yuk mulai jogingnya” ajaknya

Kami pun mulai berlari kecil menyisiri jalanan aspal dan melewati orang demi orang, berputar kembali dari ujung jalan ke ujung jalan satu nya. Keringat sudah mulai mengalir, nafasmu yang mulai terengah-engah membuatku menyuruhmu untuk sejenak istirahat dan kembali meneguk air mineral dalam botol plastic yang kita tenteng dari ujung jalan ke ujung jalan lainnya.

Sinar mentari pun mulai menyapa dengan hangat nya. Suasana mulai ramai dengan berbagai kalangan dan jalan pun padat dengan pedagang asongan. Keringat pun sudah lumayan deras mengucur, kami pun berhenti sejenak di dekat anjungan masjid apung. Suasana pagi itu memang sangat hangat, apalagi aku harus sengaja dan ditemani seorang wanita cantik disampingku ini. Dahaga yang terkuras akan keringat pagi ini tak begitu terasa, bahkan air mineral yang kita pegang dari tadi tidak lah habis begitu banyak berukurang volumenya.

Canda tawa mengisi perbincangan kita sembari mengipas dan mengelap keringat yang membasahi badan. Seorang ibu penjual kopi seduh lewat depan kami. Kami pun memesan dua gelas kopi seduh sachet, kopi rasa mocca ini pun terseduh begitu cepat dan tersaji begitu panas. Kami letakkan kopi itu disamping kami, dengan duduk berlesahan kami memandang lepas kearah pantai. Matahari terbit yang sinarnya mendayu-dayu menyapa kami, hembusan angin pantai yang begitu sepoy membuat kami semakin nyaman duduk berselonjor di ajungan ini.

Keringat yang mulai kering terbasu angin dan kopi yang sudah mulai hangat kami sruput begitu nikmat. Nikmat nya mengalahkan dahaga yang romantic ini. Dahaga atas kerinduan akan rasa “saling” begitu melengkapkan pagi ini. Seyum puspa begitu sangat memiliki arti, manis nya semakin bertambah meningkat dalam romansa pagi dilosari ini.

Kopi pagi ini memang beda dengan kopi di malam sabtu biasanya. Sederhana, kopi mocca yang begitu manis ini membuat kita terbuai akan sinar mentari yang mulai masuk dilapisan kulit epidermis kita.
Walaupun baru tadi malam kita lepas tatap muka, rasa ini begitu mendera membuat jantung berdebar begitu kencang, apa ini kasmaran?
Mungkin pertanyaan itu tidak akan pernah kami berani tanyakan satu dengan yang lain. Setidaknya kita saling tau dan saling merasakan rasa yang sama. Begitu cepat kah? Kurasa ini hal yang wajar, bagaimana tidak. 
Kekosongan yang sudah lama kita lalui membuat kita terlihat begitu saling menanti, menanti orang yang tepat tanpa begitu banyak syarat. Kekosongan yang kita jalani begitu ikhlas kini berubah menjadi rasa saling mengisi. Entah kapan ini akan didelegasikan antara hati dan hati. Yang jelas saat ini kami begitu merasakan rasa manis.
Manis yang melebihi sacharin yang ada dalam kopi sachet ini. Begitu merasakan romansa kebersamaan di sinari mentari di pinggir pantai losari. Hingga kami akan lupa tentang arti kekosongan yang selama ini berjalan tidak sebentar waktunya.

Sengaja atau tidak yang jelas anjungan ini menjadi saksi romansa kopi pagi ini, tidak ada pasang mata yang ada didekat kita, begitu sepi. Semua sibuk dengan kegiatan masing masing, mondar-mandir melewati kami tanpa ada yang berani mendekat, mungkin mereka memahami kita atau mereka tidak ingin mengganggu kita.

Waktu sudah tidak lah pagi lagi, kini sinar mentari memberikan aba-aba bahwa dia akan lebih ganas dari mentari pagi. Akhirnya kami pun bernajak dari tempat kami menjauh dan meninggalkan 2 buah gelas plastic yang sudah kehilangan volume nya.

Bagi kami, perasaan kami berbeda dengan nasib gelas kosong yang makin lama makin kita beri jarak dan kita tinggalkan. Kekosongan yang kami tinggalkan perlahan hingga kami lupa untuk menengok kebelakang. Menengok bahkan berucap selamat tinggal pada gelas kosong bekas kopi tadi.

Langkah beriringan menuju parkiran dan melewati jalan yang sudah mulai sepi dan semakin ramai dengan debu oleh petugas penyapu jalan. Debu sudah mulai bertebangan membuat puspa harus melangkah lebih cepat, dikarenakan dia alergi debu.

“ayo mas, debunya banyak banget aku bisa alergi kalo debu kayak gini”. Sembari memegang tangan ku menarik untuk mempercepat langkah meninggalkan area pantai.

Aku yakin ini hanya ketidaksengajaan dia menggandeng tangan ku, yang jelas bila ini memang ketidaksengajaan aku harus benar-benar merasakan tangan lembut puspa walau langkah harus semakin cepat.

Sesampainya di parkiran motor, muka puspa pun begitu memerah. Aku fikir ini mungkin efek alergi debu.

Tapi ternyata tidak,
“maaf mas, aku gak sengaja” sambil melepas genggaman tangannya dari tanganku
“ah tidak apa-apa kok, ini boleh segaja gandeng lagi sekarang” ku ulurkan tanganku kembali
“ihhhh, maunya” dengan mukanya makin memerah
“mau kemana lagi kita?” Tanya ku mencoba untuk meredahkan rasa malu dalam hati ini.
“yuk, sarapan yuk.. kita makan bubur paling enak di Makassar” ajak dia sembari meletakkan helm di kepalanya.

Kami pun akhirnya menuju jalan mapanuki untuk sarapan di bubur mbak sri.
Dengan mengikuti nya dari belakang karena tidak tau jalan, akhirnya tidak lama kurang lebih 15 menit kami sampai di warung mbak sri.

Sembari memarkir, ada tukang parkir menghampiri kami. Sembari memarkir puspa pun tersenyum kepada tukang parkir, seolah kenal akrab.

“eh mbk upa, baru kesini lagi. Udah lama gak lihat kesini” kata abang parkir
“iya pak, sibuk banyak tugas kuliah” sembari senyum terlempar menjawab pertanyaan tukang parkir
“hayo ini siapa hayo? Biasanya sendiri” pertanyaan abang parkir seolah menggoda puspa sembari menunjuk ke arahku

“teman pak…” puspa pun tertawa geli
“oh saya kira pacarnya” sahut abang parkir
“teman special maksunya pak” ujarku berniat menggoda puspa.

Muka puspa pun memerah.. “udah ah ayo masuk buruan aku laper”
Aku pun masih tertawa geli sembari jalan berdekatan menuju tempat memesan bubur.
Dua mangkok bubur pun tersaji didampingi mangkok kerupuk dan beberapa sajian meja lainnya.
Kami berdua pun akhirnya menikmati bubur yang tak lama datang setelah kami pesan. Memang bubur ini sangat ramai dikala minggu pagi seperti ini, bahkan terkadang harus mengantri menuju dan mencari meja kosong yang ada.

Bubur ini begitu halus dan lembut, rasa ayam suwir dan ati ampela itu begitu terasa jelas, menghiasi setiap kunyahan dalam mulut perlahan masuk dalam lambung yang dari pagi kosong. Begitu nikmat!!

Ku perhatikan cara makan bubur puspa begitu unik, dia mengunyah setiap sendok bubur itu dengan mata terpejam di setiap 3 detik kunyahan pertama. Begitu menikmati dan seolah menunjukkan rasa.

Dari kejauhan seorang wanita paruh baya menghampir meja kami dengan menyugukan beberapa tusuk ati ampela tambahan, dan menyapa puspa begitu akrab.

“eh upa, dari tadi ki?” logat Makassar yang begitu cepat dilontarkan ke upa

Ternyata wanita paruh baya itu adalah mbk sri sang pemilik bubur fenomenal ini. Memang begitu lama ternyata puspa menjadi langganan setiap pagi di mbk sri. Sehingga tak heran mbak sri yag begitu ramah itu sangat hapal betul pelanggan setianya.

Perbincangan bahasa bugis pun terjadi begitu cepat sehingga aku sulit mengerti setiap kata yang ada. Yang jelas sepertinya bahasan mereka tertuju pada pria gembal wajah jawa yaitu aku.
Tak lama setelah ituu mbak sri kembali ke spotnya untuk melayani pelanggan lain yang makin lama makin memadati warung sederhananya.

Tak lama aku menanyakan bahasan yang begitu kuduga adalah tentang aku.
“ngomongin apa aja sih tadi dek?”
“ah mauuuuu taauuuuu aja,salah sendiri gak mau belajar bahasa bugis, jadi kan gak tau. Hehhe”
“huh dasar kamu ya… bener ni gak mau ngasih tau? Kalau gak mau ngasih tau aku habisin bubur ini”
“hahahhaha biarin”
Akhirnya dia pun tidak mau ngejelasin, dan akhirnya akupun harus menghabiskan bubur yang super enak ini. Heheh

Bubur sudah habis kita makan, rindu pun sudah habis dan terobati, perut yang terisi kenyang membuat kami tak ingin segera hengkang dari bangku kayu warung mbak sri. Entah karena perut kenyang atau sengaja untuk saling menikmati suasa romansa mentari losari yang masih terbawa sampai warung bubur ini.


Karena antrian makin lama makin panjang memaksa kami untuk meninggalkan bangku kayu itu. Artinya kami harus segera kembali dan tak tatap muka hingga minggu depan lagi.

Selamat Ketemu Minggu Depan......