Selasa, 14 April 2015

Kopi Di Sebrang Utara 1

Dokter muda di ujung pulau

Begitu pedihnya perpisahan itu, tapi kita harus sadar bahwa disetiap perpisahan itu akan ada pertemuan baru.

Tuhan tidak membiarkan kita takabur dengan mengabulkan semua permintaan kita dan doa kita dalam satu waktu, tuhan begitu mencintai kita, tuhan ingin merangkul kita dan tuhan begitu rindu dengan sujud kita. sesungguhnya yang mempunyai sifat takabur adalah dan hanya tuhan. kita manusia tidak pantas takabur. tuhan membiarkan kita berpikir.

Kedekatanku dengan puspa kini tak lagi bisa dipertanyakan lagi, kita memang sama-sama sudah memiliki rasa untuk adiktif satu dengan yang lain. Bahkan setiap setidaknya ada pesan singkat “selamat pagi” yang selalu menghampiri handphone kita dan membuat aku harus senyum-senyum sendiri setiap pagi di meja kantor.

Hari ini tepat 2 hari setelah pertemuan kami di losari, namun rindu sudah mendera begitu hebatnya, seiring rindu yang datang dalam hati dan menyandra logika, datang melayang surat tugas dinas luar daerah mendarat tepat diatas meja kerjaku dan membuat aku sedikit tercengang melihat tujuan dan lama dinasnya.

Dalam surat resmi dengan stempel dan tanda tangan dari atasan tertulis kota Halmahera Utara dan waktu dinas 6 hari. Ini sama artinya aku harus menahan rasa rindu ku untuk segelas cappuccino di meja no 22 bersamanya. Tanggal keberangkatan pun tertulis besok subuh dengan rute kota ternate kemudian menyebrang ke tidore.

Akhirnya aku pun bersiap kembali kekostn untuk menyiapkan segela sesuatu dan kebutuhan untuk 6 hari kedepan di Halmahera. Tak lupa aku pun memberi kabar kepada puspa bahwa sepertinnya kita harus menahan rindu karena ada tugas kantor. Bahkan balasan pesan mu masuk di handphoneku pun begitu membuat aku semakin merindukanmu. Perhatianmu yang begitu apa adanya membuat aku semakin terhipnotis dan semakin adktif.

“yahhh, gak ketemu seminggu ya mas. Huft…. L… ya udah mas hati-hati ya. Pokoknya selalu kasih kabar ke aku ya. Biar aku gak khawatir… mas siap siap dulu nanti jangan tidur malam-malam ya”

Perhatianmu itu begitu kurasa seolah kamu sedang ada di sampingku membantu mengemas baju-baju ku di dalam travel bag ku.

Hari semakin sore, satu persatu kuselesaikan semua administrasi kedinasan dan segela tools untuk di Halmahera, aku pun mengambil tiket dan kembali ke kostn.

Hari semakin malam, kamu pun hampir tak lepas dariku melalui kotak jaringan ini. Hingga yang membangunkan ku pun adalah kamu di tepat jam 3 pagi. Rasa perhatian memang tak bisa dipungkiri dari saling nyaman diantara kita.

Tepat jam 4 aku beranjak menuju bandara dengan menaiki taxi yang sudah menunggu didekat jalan kostn. Perjalanan tugas kali ini memang agak begitu membuat khawatir karena setelah dilihat di peta yang terpajang dikantor, daerah yang kutuju adalah pulau paling utara di provinsi Halmahera.

Pagi jam 8, aku pun landing manis di bandara sultan baabullah ternate. Kemudian aku pun menaiki sebuah mobil angkutan umum menuju pelabuhan speedboat untuk membawaku ke pulau tidore. Sesampainya di pelabuhan aku pun menunggu team dari ternate untuk melanjutkan perjalanan.

Sambil menunggu aku menyempatkan menikmati suasana pelabuhan yang masih terbilang tidak begitu padat dan mataharinya pun masih mendayu-dayu menyapa dengan vitamin D nya. Ombak kecil menghantam sisi pelabuhan dan menghasilkan buih-buih air laut. Dari kejauahan sudah mulai aktif lalu lintas selat dengan speedboat nya yang sudah mulai lalu lalang. Aku pun sengaja menelpon mu untuk sekedar membangunkanmu.

Aku menyadari pasti puspa sengaja begadang untuk sengaja membangunkan aku di tepat pukul tiga, kebiasaan tidur kembali di hari rabu selalu aku hafal betul, karena dihari itu jadwal kuliah dia sebenarnya kosong sehingga bisa untuk melanjtkan balas dendam terhadap tidur.

“halo, assalamualaikum dek, pasti lagi tidur ya?” sapaku dari ujung telpon
“heheh, waalaikum salam… heheh iya mas, masih ngantuk, udah sampe ternate mas?” jawab nya penuh perhatian
“udah dek, ini udah mau nyebrang ke pulau tidore.. ya udah kamu lanjut tidurnya lagi.. bentar lagi giliran speedboatku jalan”
“iya mas, kamu hati-hati ya… kasih kabar kalo udah sampe lokasi” jawabnya sambil nada sayu merdu..

Telpon pun kemudian berakhir dan terlihat ada seorang bapak-bapak menghampiriku.
“mas agus dari Makassar ya?” bapak dengan gaya seperti ustad dan berjenggot menghampiriku
“iya pak, bapak iqbal bukan?” tanyaku balik
“iya mas, saya iqbal.  

Pertemuan ku dengan pak iqbal adalah pertemuan kali pertamanya, pak iqbal merupakan seorang ahli analisis dampak lingkungan, pak iqbal merupakan seorang master dalam bidang agama. Walaupun studi sarjananya adalah lingkungan, pak iqbal memilih melanjutkan studi master di bidang agama dikarenakan alasan yang cukup simple. Untuk mencari dan memperkuat bekal rohani dimanapun berada.

Dibantu dengan beberapa karyawannya yang kira-kira seumuran dengan aku, barang-barang kami pun masuk satu persatu di speedboat yang sudah menjadi langganan pak iqbal. Perjalanan ke ternate pun hanya aku dan pak iqbal. Beberapa karyawan perusahaan yang dimiliki pak iqbal tadipun mulai tidak ikut dalam perjalanan menuju tidore.

Speedboat yang hanya diisi oleh 5 orang ini termaksut abk speedboat, melaju memecah perairan tenang menuju tidore. Tak lam, hanya 45 menit aku pun sampai di pulau tidore.

Sekeluarnya aku dan pak iqbal dari speedboat kami disambut 2 anak muda dan seorang bapak-bapak, barang-barang kami pun diangkut dari speedboat menuju sebuah mobil kijang hitam dengan gaya nyetrik penuh stiker dan hiasan dalam.

2 anak muda tersebut adalah anggota yang akan menemani saya menuju Halmahera nanti
Sedangkan bapak-bapak itu adalah driver dari mobil kijang yang kami tumpangi. Mobil pun melaju menyusuri daratan pulau tidore.

Didalam mobil kami pun sempat mengobrol sedikit untuk mengobati jenuh di  perjalanan. Dalam perbincangan itu pun aku mengetahui bahwa 2 anak muda itu adalah zul dan jay mahasiswa yang baru saja menyandang gelar sarjana dalam bidang oceanografi di salah satu universitas negeri di kota ternate. Mereka sering diajak pak iqbal dalam segala kegiatannya akhir-akhir ini.

Dua jam 30 menit kami akhirnya sampai di penginapan di kota tobelo, kami pun meletakkan barang kami di kamar masing-masing, kemudian kami melanjutkan perjalanan kesebuah pelabuhan untuk pengambilan data oceanografi yang dilakukan oleh zul dan jay sedangkan aku hanya mengambil beberapa data yang tidak mengharuskan aku harus menginap di pelataran dermaga seperti zul dan jay.

Sore pun datang tepat pukul 17.00 aku dan pak iqbal memutuskan untuk kembali ke penginapan dan meninggalkan jay serta zul dikarenakan mereka harus pemantauan semalaman.

Keesokan harinya aku dibangunkan oleh kamu, di ujung telpon ini, kamu begitu merdu pagi ini, setidaknya aku merasakan semangat pagi oleh suaramu.

“ih mas, kok gak ngabarin sih udah sampe mana? Aku tungguin juga” nada manjamu begitu membuat hati ini langsung luluh.

“maaf nah, aku kecapean semalam, disini juga kan beda sejam dari sana” jawab ku begitu enteng.

“yaudah kalau gitu, mas jangan lupa sholat subuh ya, aku mau sholat dulu. Ok” perhatian puspa pagi ini sudah menyandraku.

Tak lama setelah kututup telpon, diluar kamar pun terdengar suara pak iqbal yang membangunkanku untuk mengajak sholat di masjid dekat penginapan.

Seusai sholat subuh, tak lama mobil kijang hitam sudah terparkir di depan pengenipan membawa zul dan jay. Seusai sarapan kami pun akhirnya menuju pelabuhan untuk menuju Halmahera dengan speedboat yang sudah disewa pak iqbal. Barang-barang pun masuk dalam speedboat warna merah dan kuning itu.

Mesin berbahan bakar minyak tanah itu sudah mulai menyala, tetapi pak iqbal kenapa masih diatas (tanyaku dalam hati). Kemudian pak iqbal memanggilku keluar speed dan menjelaskan rute perjalanan dengan zul dan jay.

“Speedboat itu sudah kita sewa selama tiga hari sebagai transportasi kalian disana nanti. Saya masih harus menyelesaikan beberapa kegiatan di kota tobelo. Jadi mas agus nanti ditemani oelh zul dan jay bersama abk speedboat lainya". ungkap pak iqbal 

Rute perjalanan kami adalah menuju Halmahera utara, 1 diantaranya pulau dama yang terpisah letaknya dengan pulau Halmahera.

Perjalanan dimulai kurang lebih hampir 3 jam kami berada di speed dan diterjang ombak laut pasifik. Tiba lah siang kita di kepulauan posi-posi dan durame. Data pun kami ambil sesegara mungkin di dua pulau ini. 2 pulau ini memang sudah jarang sinyal telepon, bahkan handpone saja harus digantung didepan rumah untuk mendapatkan sinyal yang seolah sinyal lewat selintas kemudian hilang lagi.

Tanpa media komunikasi modern, mungkin mereka melalui hari-hari disini begitu teduh dan tanpa gaduh nada dering handphone. Anak-anak hanya bermain mencari ikan dangkal di pantai, tumbuh besar dengan sedikit radiasi dari signal. Semua begitu harmoni, namun sayang fasilitas kesehatan dan pengetahuan kesehatan masih sangat minim disini. Hanya ada satu puskesmas di setiap pulau, itu pun puskesmas pembantu dengan tenaga medis seorang bidan. Dokter pun mungkin hanya sebulan sekali datang dari kota tobelo, itu pun sangat sebentar dan terbatas.

Aku pun sembari ditemani penduduk sekitar untuk mengantar ke tempat pengambilan sampel di pantai. Pak johan biasa disebut pak han menemaniku dalam pengambilan sampel hingga mobilitas dari desa satu kedesa yang lain. Pak han merupakan sekertaris desa, pria keturunan ambon ini sangat ramah, hingga menjelaskan seluk beluk desa sedetil mungkin. Pak han yang meruapakan sekolah kedinasan di manado ini sudah hampir 20 tahun menjadi sekdes desa durame. Desa yang baru saja pemekaran menjadi kecamatan ini memang terletak dipesisir pantai dan dilalui jalan poros penghubung setiap desa.

Pak han pun bercerita kalau masyarakat disini jarang sakit dan memiliki tubuh yang cukup prima dalam segala hal, cuman biasa anak-anak sakit demam atau flu. Ketika mereka sakit memang bu bidan desa yang selalu menjadi dokter di desa ini. Tetapi katika dokter datang para warga sangat antusias untuk bertemu dan meminta pendapat ataupun hanya sekedar mendengarkan penyuluhan.

“biasa ada pak dokter dari tobelo pak yang kesini setiap sebulan sekali, cuman bulan lalu pak dokter ditemani bu dokter yang masih muda, katanya dari Jakarta” ujar pak han sembari memarkir motornya dibawah pohon kelapa

Saya awalnya biasa saja, maklum akses kepualau ini memang sangat susah. Lagipula itu pun sudah untung dokter nya mau datang kesini sebulan sekali, maklum penyebaran tenaga medis di wilayah timur ini memang tidak merata, bisa jadi satu dokter menangani 2 pulau terluar dari pulau utama. Tapi aku menjadi penasaran ketika pak han bilang bahwa ada dokter muda. Antara takjub dan bangga masih ada dokter dari Jakarta jauh-jauh mengabdi kesini, dugaanku memang dokter muda ini sedang mengabdi sebelum diangkat oleh pemerintah.

Pembicaraan pun berlanjut antara aku dan pak han dibawah pohon kelapa yang melindungi kami dari sengatan matahari siang ini, pak han pun menyebutkan bahwa dokter wanita itu sekiranya seumuran denganku. Parasnya yang begitu ramah dan berkacamata tersirat dalam paparan pak han diselimuti suara ombak yang datang silih berganti menghantam karang.

“wah pasti dokter muda nan cantik itu membuat bapak-bapak disini betah di ruang puskemas ya pak?” Tanya ku jahil

“wah betul sekali pak, cara nya manyampaikan materi membuat warga betah dan semangat untuk hidup sehat” ujar pak han dengan mata berbinar

Seolah semikin seru pembicaraan kita hingga tak terasa matahari sudah sedikit demi sedikit tenggelam di ujung laut.

Ombak semakin besar dan laut pun surut membuat speedboat yang kami tumpangi tiba-tiba lenyap dari tempat sandar. Barang kami padahal masih dalam speed. Tapi menurut pak desa mungkin speed mencari tempat sandar di pulau sebelah.

Pak desa dengan baik hati menawarkanku untuk menginap dirumahnya, sedangkan zul dan jay ada didesa sebelah meninap diatas dermaga yang belum jadi di desa sebelah.

Warga desa yang cukup ramah, walaupun tanpa listrik mereka membentuk lingkaran kecil dengan kursi untuk hiburan mereka dikala malam, lampu eletrik yang sudah di charge dengan genzet pun menerangi malam di desa ini, bahkan ribuan bintang menjadi atap kami berdiskusi untuk sekedar melepas penat. Diskusi ringan yang khas dengan aksen ambon yang kental. Senyum dan tawa kecil disela pembicaraan membuat aku ikut larut walaupun terkadang aku tidak begitu paham apa yang mereka obrolkan.

Bahasan ini itu mengisi ruang diskusi didepan rumah pak desa, salah satu bahasan yang aku suka adalah bahasan tentang seorang dokter muda yang mulai aktif di pulau durame dan dama. Dokter muda yang sudah di ceritakan terlebih dulu oleh pak han kepadaku tadi siang membuat aku punya bahan dan pengetahuan dalam diskusi ini.

Menurut kabar dokter muda itu kini seminggu ada di pulau sebelah yaitu pulau dama. Pak desa menjelaskan bahwa bu dokter kali ini akan sendirian satu minggu di pulau dama dan lanjut satu minggu di kecamatan durame. Bu dokter pun sekarang sudah mulai dilepas oleh pak dokter anto yang biasa sebulan sekali ke kecamatan ini.

Kebetulan sekali bahwa tujuan kami selanjutnya adalah pulau dama. Mungkin saja saya bisa sedikit banyak berbagi pengetahuan kepada bu dokter, mengingat aku juga kuliah di Jakarta. Setidaknya ada bahan obrolan yang sudah aku siapkan untuk bertemu dengannya nanti di pulau dama.

Mata pun semakin mengantuk, ucapan selamat malam pak desa menutup diskusi malam ini. Handphone yang seolah menjadi bangkai ini selalu tersimpan di dalam tas kecil ku. Aku pun tidak bisa membari kabar ke puspa karena jaringan signal provaiderku tidak ada. Jangankan chating, telpon saja setengah mati rasanya.

Pagi pun menghampiri, nelayan dengan ikan segar turun dan terlihat lalu lalang didepan rumah pak desa. Pak han tiba-tiba datang dengan hasil tangkapan bermodal tembak busur, menghampiri ku dan menunjukkan hasil tangkapannya selama subuh tadi berendam di perairan dangkal. Cukup lumayan banyak bisa dibuat makan sehari itu ikan untuk 10 orang. Tapi saya mungkin hanya bisa menikmati untuk sarapan saja, dikarenakan dari kejauhan jay dan zul sudah terlihat yang menandakan tugas pengambilan data mereka sudah selesai, dan kita harus segera ke pulau dama untuk melanjtkan tugas.

Tepat pukul 6 pagi, kami melihat speedboat yang kami sewa datang dari arah utara dan bersandar. Tak lama setelah kami semua berberes dan mandi. Pak desa menawarkan sarapan kepada kami. Nasi dengan beberapa potongan ikan goreng segar di sajikan diatas meja makan. Tak lupa mie instant tepat mendarat ditengah-tegah. Hanya ada aku,zul,jay, pak desa dan pak han menikmati masakan yang cukup nikmat dari istri pak desa.

Pukul 9 pagi kami harus pamit undur diri menuju pulau dama, perlahan satu persatu alat masuk ke dalam speedboat. Jangkar pun mulai dinaikkan mesin bertenaga minyak tanah mulau mendayung menuju lautan. Ucapan selamat tinggal dan lambaian tangan yang ramah dari warga membawa kami menuju perbatasan laut pasifik menuju pulau dama.

Tak lama satu jam pun kurang, kami mendarat di pulau dama, pantai pasir putih dengan dataran berbukit terlihat di pelupuk mata, sangat indah. Tiangpancang dermaga yang belum selesai akibat proyek pemerintah yang kekurangan dana terlihat juga. Speedboat mulai bersandar di dermaga kecil kayu buatan warga. Pulau nya cukup bersih, sinar matahari siang yang sudah menghampiri mengiringi kita menuju dan mencari rumah pak desa.

Terihat sebuah puskesmas pembantu yang masih terawatt didekat bagunan masjid itu mengingatkanku dengan bahasan dan paparan dari warga desa durame yang menceritakan ada bu dokter muda dari Jakarta. Kebetulan hari itu adalah hari minggu jadi tidak ada aktifitas di bangunan pustu itu. Kami pun bergegas menuju tempat pak desa berharap diberikan tumpangan meginap dikarenakan di pulau ini tidak ada tempat untuk menginap.

Sementara jay menanyakan alamat kepada warga setempat, zul pun ke puskesmas untuk mencari data kesehatan sesuai dengan perintah pak iqbal.

Dalam batinku, ah zul beruntung akan bertemu dengan dokter itu. Aku pun karena tidak bisa bahasa daerah hanya membuntuti jay kemana pun dia pergi.

Tak lama kemudian aku dan jay menemukan rumah pak desa, berhubung pak desa sedang ada dikebun karena musim panen cengkeh, kami pun hanya ditemani ibu dari pakdesa sembari menikmati teh manis hangat yang sudah diseduh oleh sang punya rumah.  

Tak lama zul kembali diboceng lelaki berumur 50 tahunan, ternyata laki-laki itu adalah pak desa. Datang dari puskesmas bersama zul.

Muka zul begitu sumringah seolah bertemu bidadari, senyum senyum sendiri. Pak desa menyalami kami dan perlahan duduk berbincang dengan kami, walaupun sempat terjadi mis komunikasi dengan kedatangan kami. Pak desa tetap sangat menyambut kami dan memboleh kan kami menginap dirumahnya.

Tepat setelah sholat dhuhur dan makan siang dirumah pak desa, zul dan jay pun menunju ke speedboat mengambil alatnya yang kemudian langsung melakukan pengamatan dan pengambilan sampel di dermaga. Begitupun aku langsung bergegas mengambil alat dan melakukan pengambilan data di perkampungan. Belum sempat menanyakan kenapa zul tadi senyum-senyum sendiri setelah dari puskesmas, aku pun langsung menabak bahwa dia baru saja bertemu dengan bu dokter yang sedang mengabdi ditempat ini.

“wuih mantep aku tadi ketemu dokter cantik sekali, muda kayaknya beda setahun denganku” ujar zul dengan senyumnya yang masih melebar.

“ah serius?.... yang bener…?” lontaran pertanyaan spontan jay
“serius boy…. Sebentar mungkin ketemu” jawab zul dengan aksen ternate yag kental

Aku pun hanya ikut senyum senyum saja, padahal aku juga penasaran. Persimpangan jalan desa membagi kita menuju jalan berbeda, saya bekerja sendirian sedangkan zul dan jay ke dermaga untuk pengamatan.

Pak desa pun begitu baik meminjamkan motor pak dinas nya kepada ku untuk mobile dalam pengambilan sampel. Beberapa tempat aku ditemani pak desa dalam pengambilan sampel, kemudian akhirnya aku harus mengambil sampel di pantai yang letaknya tak jauh dari puskesmas.

Sembari senyum pak desa menyuruhku mengambil sampel disana sendirian dan apabila ada kesulitan bisa meminta bantuan di puskesmas.

“mas agus, saya tidak bisa temani lagi ya, saya ada urusan dengan pak sekdes. Nanti kalau ada apa-apa mas agus bisa bertanya ke bu dokter atau bu bidan yang ada dirumah dinas dekat puskesmas.” Ujar lelaki 50 tahun itu

“ok pak siap, mungkin jam 6 saya sudah balik kembali” jawabku sembari mulai menenteng alat dan menghidupkan motor pak desa.

Sekitar 5 menit sampai di depan puskesmas, aku pun memarkir motor pak desa di pelataran puskesmas, dan menemui seseorang ibu-ibu yang masih berada di dalam puskesmas.

“maaf bu, saya tamu nya pak desa yang akan mengambil sampel air di depan sana, saya meminta izin untuk parkir motor dan menaruh beberapa alat saya disini” izin ku ke pada ibu-ibu berumur 40 an yang kuduga adalah bu bidan

“iye, silakan ” sahutnya ramah

Sembari menengok kanan kiri, bola mataku ini mencari keberadaan dokter muda yang diceritakan warga durame dan di ceritakan zul tadi siang

Akhirnya aku pun bergegas ke pantai dan duduk diantara bebeatuan untuk segera mangambil beberapa sampel. Tak lupa sambil memesang beberapa alat pengukur udara aku pun menunggu menikmati sore itu

Sembari melihat handphone yang sudah kehilangan fungsinya aku pun mulai membuka folder foto hasil jepretan setiap perjalananku. Tak sengaja ada folder lama yang masih menempel di memori handphone. Folder lama berisikan foto ku jaman sma, masa masa yang bisa dikatakan perfect abis, puncak abg lah… sembari senyum-senyum sendiri aku pun menikati terpaan ombak yang perlahan menghantam karang.

Tak lama suara perempuan terdengar mengucapkan salam

“assalamualaikum mas” suara merdu itu menghempaskan segala lamunan ku

“waalaikum salam” sembari menengok kebelakang
Kulihat sosok yang begitu tak asing di kepala, sosok begitu ku kenal betul. Wanit berkaca mata itu dengan rambut ikalnya. Yang paling kukenal adalah senyum manisnya yang entah kenapa tidak hadir dalam sahutan salam ku.

Kita sama sama terpaku dalam satu sudut pandang. Memandang mata masing masing penuh kekagetan, bahkan beberapa detik aku dan dia terperangkap pola napas yang kacau.

Ya kaget, begitu kaget


Aku kenal dia, dia adalah uty,

Putri Dewi Mustika.......


Nantikan Kelanjutan Ceritanya ya...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar