credit by R.I |
Hari ini tepat hari ke 20 puasa ramadhan, bertepatan
dengan hari dimana jadwal sidang kelulusan kamu di uji, setelah beberapa hari
dan malam kita saling membahas kertas yang terbendel berisi tentang
materi penelitianmu, akhirnya hari ini kamu maju di kursi persidangan kelulusan
dimana hasil ini akan menentukan. Salah satunya adalah menentukan perjumpaan
kita tidak akan seperti biasanya. Tentunya dengan gelar sarjana mu yang kamu
raih dan dengan beberapa sks mata kuliahku yang akan aku tempuh semester depan.
Kamu tidak akan sering lagi berkunjung dikampus ini,
ya setidaknya mulai terhitung dari beberapa hari sekarang tak akan lagi aku
lihat kamu di taman kampus ungu itu.
Bahkan aku masih belum sepenuhnya menyangka bahwa kedekatan kita akan berbeda
lagi bahasan. Kamu sebentar lagi akan sibuk dan mendapatkan pekerjaan, tentunya
sudah lama sekali kamu mencita-citakan ini. Bagiku semester terakhir dan
penelitian mu adalah bagian dari mata kuliah yang tidak masuk dalam daftar
nilai indeks prestasi. Ini hanya sebatas ujian mahasiswa semester akhir,
tentunya aku yakin kamu setidaknya tidak akan beranjak cepat dari kampus ini
karena beberapa keperluan selepas sidang yang akan bakal menyibukkan diri di
kampus.
Tepat pukul 7 siang kamu memberikan kabar kepadaku
melalui pesan singkat bahwa sidang kelulusan mu akan dilaksanakan hari ini,
namun kehadiranku tidak dimungkin dikarenakan pekerjaan ku di hari ini
sangat tidak bersahabat.
Obrolan kita tadi malam memang sangat lama bahkan
tak selama biasanya, bahasan tentang materi ujian mu dan presentasi buatanmu
itu membuat mala mini kite terhubung di ujung telepon serta berdiskusi seolah
tak berjarak. Kamu yang sedari awal telpon khawatir akan hari esok dimana dosen
penguji yang belum memastikan kehadirannya, namun kamu juga beruntung
mendapatkan pembimbing luar yang begitu bersahabat karena satu almamater dan
sahabat dari salah seorang pamanmu.
Aku pun agak khawatir akan hari ini, jam sidang mu
pukul 10 akan dimulai beberapa jam lagi.entah siapa yang hadir menemani kamu di
kampus, aku hanya khawatir akan kelancaran sidangmu, aku hanya khawatir kamu
salah ngomong. Tapi aku yakin kamu bisa melewati ini. Dan aku pun hanya disini
berdoa agar kamu lulus dengan nilai yang memuaskan.
**
Tepat pukul 10 dan aku yakin kamu sudah ada dideapan
3 orang penguji untuk memaparkan hasil penelitianmu. Semoga kamu tidak lupa
yang kita pelajari di ujung telpon tadi malam, dan semoga segera mengabariku
akan hasil dari sidang ujian hari ini.
Berjam-jam hingga sore aku menunggu kabar darimu,
Tepat sebelum adzan ashar berkumandang kamu datang
lewat beberapa kalimat yang hadir dalam handphone ku.
“assalamualaikum, pasti masih kerja ya?
Alhamdulillah aku sudah selesai sidang, dan sekarang aku harus ke bogor untuk
sidang lanjutan karena dosen pengujiku tidak bisa hadir dan aku sidang dirumah
beliau”
Sangat senang sekaligus lega perasaan ku, setidaknya
aku bisa menemani nya hingga detik-detik kelulusanya, lebih tepatnya aku lega
bisa ada di saat detik-detik kelulusannya.
Dulu aku memang pernah sedikit berangan bahwa aku
bisa ada dan membantu sekuat tenaga di detik detik kritismu. Sekarang itu
terwujud, aku disini sedari beberapa bulan lalu aku menemani mu tanpa
memperdulikan keadaan ku sendiri yang seolah bekerja dan bertindak semua
melebihi kapasitas yang aku miliki, layaknya biasa aku mengejar kelas dan ujian
di sore hari.
Aku sadar saat ini bahwa kekuatan itu ada di tekad
dan niat, seberapa lemah kita, kita masih memiliki kekuatan yang tak terbatas disaat
kita diselimuti tekad. Kata menyerah memang tidak masuk dalam kamus kehidupanku.
Bahkan sedari awal aku dekatmu tak kukenal kata menyerah.
Ada dan selalu ada, hal yang kucoba untuk menjadi
harga tawar mendapatkan hati mu. yang ku tahu bahwa hatimu baru saja sembuh, atau
beberapa waktu lalu terluka. Tentunya bukan aku yang memberikan luka, aku hanya
menjadikan penawar entah itu memiliki arti atau tidak, setidaknya aku disini
sudah disini dan siap menunggu kamu untuk tetap di sini dan kesana melangkah
bersama ku.
Memang hati mu sudah meradang bahkan begitu terluka.
Aku hanya ingin menjadi antibiotic agar luka hatimu tidak menginfeksi jiwa mu.
Karena aku yakin bahwa hal yang dilakukan dengan hati akan sampai ke hati juga.
Sekarang, kamu baru saja merayakan kebahagian mu
atas terwujudnya cita-cita mu untuk lulus dari kampus yang sudah berjasa dalam
pertemuan kita. Kamu sangat senang. Tentunya, aku ikut merasakannya. Begitu
damai kurasa, karena aku bahagia. Bahagia ini adalah ikut merasakan dan membuat
orang lain bahagia, orang lain itu tak lain tak bukan adalah kamu yang beberapa
bulan beberapa bulan lalu sangat sering berjumpa denganku, aku yang telah jatuh
hati padamu sejak pertama kali kita, oh maaf salah bukan kita tapi aku. Aku
yang menata matamu dari kejauhan, menatapmu dalam kesedihan.
Namun
semua itu sudah terlewati, sekarang kamu bagaikan candu. Tak ada nomor lain
yang mampir di handpone ku ini kecuali nama kamu. Tak ada gambar lain di layar
pembuka handphoneku, kecuali gambar tangan kita berdua yang sudah aku abadikan
dan aku selalu pasang di layar handphoneku. Gambar itu adalah satu-satunya
gambar yang berhasil aku ambil dan tak adalagi, walaupun cuman gambar tangan
kita berdua dan cappuccino dingin yang kita pesan waktu itu.
Sekarang kamu akan lulus, kamu akan memiliki dunia
baru, dan kamu akan pergi. Aku harap kamu gak benar benar pergi dariku. Karena
kamu masih belum tau dan aku menyimpan rasa itu. Aku hanya tidak ingin membuat
dunia yang selalu kita buat dengan segelas cappuccino itu akan segera berakhir.
Sore akan segera berakhir dan ini adalah sudah masuk
libur semester. Seusai absen, aku masih diam di depan kantor duduk diatas motor
menunggu kabar dari kamu yang masih menjalani sidang dirumah dosen penguji di
daerah bogor. Lama tak kunjung ada kabarmu, senja yang sudah memerah membuat
aku memutuskan untuk jalan menuju sebuah mall yang tak jauh dari kantor, aku
ingin sekedar makan dan duduk-duduk disana sambil menikmati sore.
Tak lama setelah aku masuk dalam mall itu,
handphoneku berbunyi dan itu kamu memberikan kabar bahwa kamu sudah dinyatakan
lulus dan hanya sedikit revisi terhadap hasil penelitianmu. Sangat lega
tentunya kurasa, setelah pertemuan beberapa bulan terakhir yang di warnai
dengan diskusi dan pedebatan yang kadang membuat kita terlalu serius menghadapi
lembaran-lembaran yang isi nya terkadang terlalu ilmiah untuk diperdebatkan
dalam sebuah kedai kopi dengan mata
berinteraski hampir dalam setiap kalimat yang berbuah paragraph itu.
Tumpukan buku tebal yang penuh dengan teori kajian ilmiah membuat kamu dan aku
selalu observatif dengan tema penelitianmu. Bahkan aku belum sampai ditahap
yang kamu lalui, aku hanya mencoba membaur dan menyatu dengan teori-teori yang
pasti akan membosankan jika aku hanya mempelajarinya sendiri, begitu pun dengan
kamu yang pasti malas menyentuh buku-buku tebal hasil kajian ilmiah
sebelum-sebelumnya.
Pertemuan kita beberapa bulan itu membuat kita mengerti akan hal-hal yang tidak kita mengerti sebelumnya, teori penelitian, jurnal penelitian, dasar-dasar penelitian, kualitatif dan kuantitatif serta satu hal yang mengeinisiasi tanpa bantuan katalis masuk merusak sistem logikaku, hal itu adalah dasar teori nyaman dalam hati yang sebetulnya tidak ada dalam kumpulan kajian ilmiah ituaku masih dalam lamunan, di salah satu kedai kopi dalam mall ini. masih berangan-angan.
kemudian kamu datang depan mataku
senyum manismu menghampiri aku dan memecahkan lamunanku.
"aku udah lulus dong, kamu kenapa gak bilang ada disini.. chatku di cuekin coba"
"masyaallah aku lupa... maaaf maaf"
"ya udah yuk pindah tempat, aku sama papa tadi kesini, rumah pengujiku tadi deket sama mall ini, aku lihat kamu tadi duduk disini makanya langsung aku hampiri."
"wah kebetulan kalo gitu ya"
"yaudah buruan ayokk kita kesana"
aku dan indri menuju ke restoran sebelah kedai tempat aku melamun sedari tadi. sesampainya di restoran cepat saji itu, aku dipertemukan dengan papa indri. senyum orangtua paruh baya ini begitu menghangatkan dan terlihat begitu penyayang. indri yang merupakan anak sulung dan satu-satunya anak perempuan dalam keluarganya itu memang sangat dekat dengan papanya. kedekatan dan keakraban mereka sangat terlihat dari cara indri berbicara dengan papanya. begitu pun papa nya yang sangat memperhatikan indri. bahkan aku hanya bisa diam dan sangat canggung.
"pap, ini agus yang aku sering ceritain ke papa waktu itu, dia yang suka nemenin ndi kalo habis bimbingan pa"
aku pun mengelurkan tanganku untuk berkenalan dengan papa indri. senyumnya yang ramah itu menandakan bahwa keberadaanku tidak begitu mengganggu, dan akhirnya aku pun ikut makan bersama mereka.
selamat berjumpa minggu depan gais...
see yaaaaa...... :)