ilustrasi by : andi uci |
Sore itu, pertengahan tahun.
Seperti biasa aku berlari menyusuri setiap lorong
stasiun yang sudah mulai penuh sesak dengan orang keluar masuk stasiun.
Stasiun bogor yang masih di penuhi dengan pedagang
asongan di setiap lorong pintu masuk ke dalam stasiun, belum tertata dan masih
sangat padat.
Aku berlari kecil melewati satu demi satu orang
dengan kegiatan nya masing masing, selip kanan selip kiri. Berpuluh kali
terucap permisi, senyum kanan kiri dengan muka panic karena kereta listrik
pukul 16.20 telah sudah berada di jalurnya dan hendak berangkat.
Didepan loket tiket nafas ini masih terengah-engah
di hadapan antrian yang tidak cukup panjang di depan. 2 menit lagi waktu di jam
besar yang ada di stasiun menunjukkan pukul 16.20. aku sudah mendapatkan
selemar tiket menuju stasiun pondok cina.
Tepat pintu kereta tertutup aku sudah di dalam
kereta, masih dengan nafas yang terengah-engah berjalan menysuri gerbong untuk
mencari tempat duduk dan berharap dapat tempat duduk agar raga ini bisa
istirahat sejenak dalam kereta menghadapi ujian akhir semester ganjil ini.
Hampir setiap sore kaki ini tidak bisa tenang, kaki
ini melaju kencang berlari mengejar jadwal kereta dan berharap tidak telat
masuk kelas. Pekerjaan di kantor yang cukup padat membuat badan ini terasa agak
lelah. Membutuhkan istirahat, 25 menit perjalanan, selalu ku isi dengan 10
menit membaca materi yang akan di bahas di kelas dan sisanya sering ku pakai
untuk tidur di dalam gerbong.
Kali ini aku tidak bisa tidur walau badan ini terasa
lelah setelah 8 jam bekerja di laboratorium dengan sampel bulanan yang cukup
banyak sekali. Aku harus belajar, hari ini ujian akhir semester managemen sanitasi
air dan lingkungan. Aku harus dapat nilai sempurna di mata kuliah ini, ini
adalah matakuliah yang paling aku sukai di semester ini.
Bolak balik hingga kusut materi kuliah hardcopy
ditangan kubaca habis berulangkali dikereta yang sore ini tidak cukup padat.
Kemudian handphone di saku kanan baju dinas hijau
ini berbunyi menandakan ada pesan. Pesan singkat dari latif, sahabat akrab
kuliah ku yang selalu dan sering membantuku dalam segala hal perkuliahan.
“gus, bu anis sudah masuk, udah mau mulai ujiannya
di departemen, lo ada dimana?”
Kemudian aku pun semakin panic, masih 2 stasiun lagi
aku baru sampai stasiun pondok cina. Semakin aku tidak tenang. Gelisah menghampiri,
materi kuliah pun aku tutup dan ku simpang dalam tas using ku. Earphone pun aku
pasang, music pun ku nyalakan demi meredam rasa panic ini. Ya aku memang mudah panic
dan selalu ingin cepat sampai.
**
Stasiun pondok cina. Aku sudah standby di depan
pintu kereta menunggu pintu terbuka dan bersiap berlari kencang menuju kampus. Yap
pintu terbuka kaki ini membawa badan gempal berlari sesegera mungkin untuk
sampai di ruangan kampus. Selalu diluar dugaan aku bisa berlari sekencang ini
bila waktu ujian seperti ini.
Tangga department lantai 2 ku lewati dengan cepat,
di depan pintu departemen aku menghentikan laju kaki yang sedari tadi tidak
menegenal rem. Aku sudah terlambat 30 menit. Dengan senyum dan nafas
terengah-engah aku perlahan memasuki departemen dan meminta izin untuk bisa
mengikuti ujian akhir semester ini.
Finally, akhirnnya aku di ijinkan mengikuti ujian
tanpa tambahan waktu. 50 soal pun harus ketempuh kurang lebih 30 meenit yang
tersisa, sementara teman-teman ada yang sudah mulai beranjak di halaman
terakhir ujian. Aku harus segera menyelesaikan dan menjawab semua soal ini
secepatnya dan setelitinya agar aku mendapatkan nilai sempurna.
Beberapa menit berlalu, satu demi satu teman teman
beranjak mengumpulkan lembar jawaban dan menyelesaikan ujian ini. Aku masih
bertahan hingga akhirnya aku adalah orang yang tersisa di ruangan dingin ber ac
dan soal yang tinggal beberapa nomor lagi aku selesaikan. Kemudian bu anis
mengingatkan waktu sebentar lagi selesai dan dia harus segera balik kerumah ny
karena sudah terlalu sore dan departemen juga sudah mulai sepi. Dan aku pun
selesai di nomor 50 di menit ke 60 ujian berlansung. Aku pun mengumpulkan soal
di meja bu anis dan beranjak keluar departemen yang kala itu tinggal pak nas
petugas TU departemen yang terisisa dalam ruang itu.
Diluar latif dan beberapa teman lain sepertinya
belum beranjak pulang. Mereka masih membahasa soal ujian tadi. Seperti biasa
kita memang punya kebiasaan membahas soal kembali setelah ujian.
“eh gimana gus? Soalnya tadi? Bisa kan?”
“ya biasa lah tif kalo orang kepepet itu inspirasi
nya keluar”
dengan tertawa lebar aku menjawab
pertanyaan dengan gurauan yang meledak di depan departemen.
“udah ah ayo pulang pulang udah sore juga ih”
santi
dengan khas medok nya mengajak kami untuk bubar barisan dari depan departemen.
“aila… gw baru nyampe juga ih” aku mencoba menahan
mereka
“ya elu baru nyampe, kita udah dari tadi cuy”
jeany
dengan khas bataknya itu selalu ngotot dan ngeledek
Mereka berempat adalah tulang punggungku dalam
segala matakuliah, dengan nasib sks yang sama dan selalu dikelas yang sama
membuat kita semakin mendekati kelulusan semakin kompak. Mungkin kalo gak ada
mereka gak tau gimana lagi aku harus menjalani kehidupan perkuliahan di kampus
almamater kuning ini.
(kami berjalan turun dari departemen menuju taman
untuk rehat dan duduk sejenak sambil menyapa teman lain jurusan satu fakultas
kami)
Sesampainya di taman, kami pun duduk. Di bangku tak
jauh dari koperasi mahasiswa.
Tak jauh dari situ…. Indri memanggil…
“gusss….. “
Mendadak semua mata di bangku kami langsung tertuju
pada indri di bangku ujung dekat majalah dinding kampus itu.
“cieeeee, udah deh kalo ibu negara yang manggil mah
udah bakal di tinggal kita mah” kompak
suara jeany latif dan santi pecah di bangku kami…
Aku pun menghampiri indri yan terlihat duduk sendiri
tanpa diitemani teman biasanya. Dia terlihat sibuk dengan setumpuk kertas yang
terjepit dan banyak coretan , nampaknya itu adalah proposal penelitiannya yang
masih belum terselesaikan. Dan baru tadi malam aku ingat dia membahas dalam
pecakapan kita tentang hari ini dia bimbingan.
Tak lain dan tak bukan mungkin kertas penuh coretan
itu adalah proposal penelitiannya yang sudah selesai di periksa sang pembimbing
yang super sibuk.
Aku dan indri memang satu angkatan tetapi beda
jurusan, sks hasil transferan dia lebih sedikit dari pada kami. Sehingga di
bisa lulus lebih cepat dari pada kita. Sekarang dia sedang bingung kerena belum
mengambil data untuk skrip nya dikarenakan dosennya yang terlalu posesif dengan
penelitian indri.
Aku menghampiri indri dan meninggalkan bangku yang
sedari dari riweuh dengan ejekan kepada ku. Memang aku dan indri sudah dekat di
akhir semester ini dan teman-teman pun sering menjadi teman curhat ku atas
segala hal tentang indri.
Sesampainya di bangku indri dia langsung menyambutku
dengan senyumnya…
“tadi telat lagi ya kamu cit?”
Ya indri memang punya panggilan khusus kepada ku
dengan sebutan ocit.
Ternyata dia tau aku lari begitu kencang tadi
mengejar ujian..
“hehehe, iya lah kan hobi telatt mah..”\
“pantesan aku panggil gak nyaut tadi pas lari
kekencengan kayak di kejar setan”
Ternyata indri sedari tadi ada di bangku itu
nampaknya sengaja tidak pulang dulu menungguku.
“kok gak pulang sih ndi? Gmn tadi bimbingannya?”
“iya nunggu kamu, kan aku udah bbm kamu tadi aku
tunggu disini, coba kamu buka handphone kamu deh”
“oh iya aada bbm kamu, sebentar ya.. aku bales dulu
bbm dari kamu”
“ihhh gau usah,,, dasar kamu mah” dengan ketawa
manjanya itu dia mencoba menyambut guyonan ku yang agak sedikt garing.
Kita sudah seperti orang khasmaran
“habis margib kita ngopi yuk di tempat biasa.. mau
gak?”
“loh kamu gak kemalaman nanti pulangnya?” Tanya ku
“enggak kok, aku nanti nginep di bilqis aja, aku
udah bawa baju ganti kok lagian sengaja mau nginep.
Kan ini hari jumat malam,
besok kamu juga libur, jadi kamu kalo pulang malam gak masalah kan?
Memang sebenarnya hampir beberapa minggu ini kami
selalu bertemu tiap jumat malam sabtu untuk sekedar sharing dan menikmati kopi
di kafe kimung di sekitar jalanan margonda.
**
Seusai magrib di kampus kami pun menutuskan untuk ke
kiming café..
Aku dan indri dan tentunya si rio (motor matik pink
indri) berjalan menuju jalanan margonda yang masih padat macet jam pulang
kantor. Untung letak kimung tidak jauh dari jalan keluar kampus sehingga kami
tidak perlu bermacet-macet ria.
Sesampainya di kafe kimung, kami selalu mendapatkan tempat duduk special di ujung dekat kaca
jendela yang menghadap ke jalan. 2 kursi kosong itu memang selalu terfavorit
sembari menikmati kopi.
Segelas cappuccino dingin dan secangkir cappuccino tersaji
di meja kami yang tak lama tadi kita pesan.
“eits.. jangan diminum dulu ya cit biar aku yang
nuangin gulanya special buat kamu”
Indri kali ini memang jago mengukur kadar kemanisan
dalam secangkir cappuccino yang baru aku kenal ini, minuman kopi yang unik dan
cantik ini beberapa waktu lalu dikenal kan indri kepadaku. Dan dial ah yang
selalu menuangkan gula cair itu kedalam cangkir ku.
“yup udah selesai”
Sedari tadi dia sibuk dengan gula cair itu dan
akhirnya selesai juga, pandangan mata nya tertuju pada ku dan cangkir cappuccino
itu. Pandangan teduh dan penuh harap..
Setelah aku minum sruputan pertama dia selalu
bilang: pass kan?... dan aku selalu merasakan rasa yang pass, pass di senyumnya
yang sangat manis dan bola mata nya yang sangat cantik itu.
“ehhhmmmmmm…. Kali ini kurang ndi”
“kurang apa?”
“kurang lebar senyum mu…”
Kami pun tertawa lepas mencair suasana jumat malam
ini.
Kami pun membahas hasil bimbingan indri dan ujian
akhir semester ku tadi. Hampir sejam berlalu dan music music romantic di kafe
ini pun berlalu terdengar. Bahasan kami senyuman hingga tawa kami mengisi
setiap embun gelas di hadapan kami. Begitu berlalu berdua di meja ini, motor
dan kendaraan yang memadati jalan itu sudah mulai tak padat, kami pun mulai
kehabisan bahan perbincangan, mata yang saling menghadap keluar kaca menuju
jalan.
“Hampa ya cit lama-lama”
“iya ndi, Hampa…..”
“kenapa ya cit bahagia itu seakan cepat berlalu”
“yang mungkin secara teori kita kalau bahagia lupa
tuh sama waktu, sedangkan kalo gak bahagia kita menikmati proses sakit itu”
“kamu terlalu banyak berhitung cit…. jangan pake
rumus napa, coba pake hati deh”
Aku
pun langsung terdiam tak menjawab, bahasan kami kali ini begitu berubah, biasa
hanya masalah teoritis dan seputar kampus sekarang dia sudah mulai membawa
hati. Padahal sudah dari awal aku menggunakan hati ku untuknya, namun dia tidak
pernah menyadari.
Secangkir
cappuccino ini adalah bentuk apresiasi bahagia ku untuk duduk dan berbica
dengannya, disini bahkan di mana aku tidak pernah menduga sebelumnya aku bisa
sedekat ini dengannya, hanya beberapa jengkal bahkan hanya satu langkah kaki di
hadapannya.
Nafas
kami pun begitu dekat dan sangat dekat, bahkan hati ini sudah hampir dekat. Sepait
apapun cappuccino ini, ini adalah media ku dengannya tetap terasa manis bagi
ku.
“cit, kamu tau gak sih arti bahagia itu apa?”
see you next week at 22.00 PM gais.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar