Sabtu, 07 Maret 2015

Kopi Hitam Yang berjarak

kopi hitam gais
Setelah menempuh jarak berjam-jam melewati kota demi kota untuk melakukan pekerjaan, saya pun singgah di sebuah kedai kopi yang cukup unik di salah satu daerah bernama kota PALOPO, kedai tersebut sangat unik dan cukup nyaman untuk dijadikan persinggahan.

Secangkir kopi hitam ku pesan untuk mengobati rasa kantuk yang luar biasa disepanjang perjalanan. melihat-lihat sekitar suasana kedai kopi bertema serba putih itu aku mulai memainkan handpone dan fitur kamera nya. iseng memotret sana-sini dapet hasil jepretan yang cukup memiliki arti dan layak ku tulis dan ku publish dalam blog ini.

walaupun minggu ini beberapa cerita bersambung di blog ini belum aku rampungkan namun mungkin prosa tentang kopi hitam ini akan mengganti cerita minggu ini.

secangkir kopi hitam dalam gelas berbalur warna putih tulang itu membuat aksen tegas, seolah mengerti akan perasaan ini yang selalu berkecambuk setiap jeda waktu yang selalu mengganggu dalam perjalanan ku menuju kota demi kota. kamu yang merupakan masalalu itu, sebuah deretan kenangan romantis serta dramatis. bagaimana begitu mustahilnya diriku untuk tidak menyimpan memori kenangan itu dalam bagian otakku.

aku salah menyimpan dan aku lupa membuang kuncinya jauh agar tidak terbuka. kunci kotak kecil kenangan itu masih menempel jelas dan sewaktu-waktu terbuka ketika aku terlamun dan terbawa masalalu. aku memang mulai menyibukkan diri dan tidak memberi space  kosong untuk memikirkan dan membiarkan kotak itu terbuka. tapi perjalanan ini kurasakan lamunan yang membuka kotak itu.

kopi hitam ini begitu orisinil dengan rasa khas nya, mengingatmu begitu tak berbeda jauh dengan rasa orisinil kopi ini. kutambahkan gula dan kuaduk, setiap adukan demi adukan searah jarum jam ini seolah aku harus memaksa otak ini bekerja keras mengingat senyuman manis mu yang bahkan lebih manis dari pada gula.

kulihat sekitar, namun kini tidak seperti dulu. hanya beberapa rekan kerja yang sedang asik rehat dengan rokok mereka masing-masing. mendadak asap rokok itu menyekik leher ku menyadarkanku untuk kembali dari lamunanku. sudah terlalu lama aku mengaduk ternyata. ku nikmati kopi hitam ini, manisnya begitu pas, se-pas aku menikmati kamu seolah kamu sedang disisi ku menemaniku.

Namun, kutaruh cangkir itu kembali keatas meja dan tak kulihat cangkir yang sama disamping gelasku seperti setiap kali aku menikmati kebersamaan disela sibuknya tugas akhir kita dulu. 2 cangkir kopi panas cukup menahan kita dalam kedai dekat kampus sembari membahas tugas akhir mu yang begitu kacau penulisan dan ejaannya. senyum dan candamu menggodaku. membuat kita saling mengisi dan berdiskusi tentang tugas akhir itu.

Kini tidak kulihat lagi cangkir mu disamping cangkirku.
Jarak cangkir kopi kita kini sudah berjauhan bahkan tak bisa lagi kulihat dan kuingat jarak sesungguhnya diantara kita.
Dulu cangkirku dan cangkirmu begitu dekat dan tak berjarak.
Kamu dulu begitu tau diri ku bahkan yang menambahkan gula ke kopi ku adalah kamu.
Begitu manis sesuai dengan keinginanku, semakin manis dengan senyuman hangatmu itu.
Begitu lama aku tidak memesan kopi, yang aku tau kamu lah yang memesannya untuk ku.
Kini aku harus menikmati kopi dengan rasa yang berbeda, dan manisnya tak semanis kopi yang kamu pesan dulu untuk ku.

Kopi sekang cukup pahit, sepahit aku mengenangmu disetiap lamunanku.
Tapi begitu romantisnya tuhan menyelipkan setiap kenangan dipikiranku tentang kamu, seolah aku tidak harus membuangnya. aku cukup merasakan sedikit saja dan secukupnya saja, agar aku mampu menghadapi dunia lebih manis dari pada aku harus mengeluh bahwa kopi ini pahit tanpa gula.


seadainya aku dipertemukan dengan kamu kembali maka...
aku akan memesan kopi yang lain dengan tambahan susu......
setidaknya aku mencoba mengisyaratkan kamu tentang masalalu sudah kulewati...
dan kini harus sadar, bahwa susu ini menambah rasa kopi ku.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar