Rabu, 25 Februari 2015

Setengah Gelas Capoccino

ilustrasi gambar di unggah dari instagram

Memang pertemuan ku dengan puspa minggu lalu menjadikan kedai ini menjadi pilihan favoritku utuk menikmati liburan dan sore.

Sebagai seorang perantau, liburan dihari weekend itu merupakan 30 persen obat pelepas penat. bukan penat dikantor namun penat karena kesepian yang semakin lama semakin mendarah daging dalam tubuh ini.

Teman bicara mungkin adalah sebuah solusi mengatasi sebuah kesepian. layaknya kemarin pertemuanku dengan wanita cantik yang bernama puspa itu. aku pun selalu berharap dengan pertemuan berikutnya. pertemuan yang aku harap bisa mengenal dia lebih dalam, pertemuan yang aku harap seperti capoccino yang sudah teraduk bercampur gula, manis dan menyegarkan.
seperti biasa segelas capoccino dingin menemani saya kembali di sore itu tanpa ada pahit yang menyelimuti, karena saya tidak lupa mengaduk capuccinonya.

Duduk di sebuah meja dengan 2 buah kursi, dimana mata terkadang terlempar melihat kursi yang kosong tanpa ada yang ingin mencoba untuk duduk disana. beberapa pasang mata dengan obrolan ringan mulai memenuhi kedai di sore weekend itu.

Tak adil rasanya segelas capoccino itu sendiri di atas meja kayu kotak tanpa ada teman. kemudian datanglah seporsi ubi goreng rasa bawang yang menemani gelas dimejaku. ubi goreng itu memiliki rasa dengan oksidan tinggi, bawang. bagaikan sebuah penawar radikal bebas dalam tubuh disajikan seolah memeberikan tanda bahwa bayang masa lalu yang begitu radikal dan bergerilya dalam pikiran akan segera di netralkan dengan cemilan itu. gurih sedikit asin dan membuat setiap kunyahan menjadi begitu lembut. seakan langkah kaki yang mulai meninggalkan bayangan semu yang aku sesbut itu masalalu. 

Sambil menikmati sebuah novel romantis, aku pun sesekali meraih sedotan yang ada di gelas es capuccinoku. lembar demi lembar terbaca, kata demi kata terluapkan meramaikan sore di kedai kopi itu. Angin laut yang menembus beberapa bangunan didepan kedai mulai merayu hati itu menikmati sore itu tanpa harus memikirkan dia yang sudah bahagia dengan orang lain tentunya.
capuccino ku pun mulai terminum dan membasahi kerongkongan disetiap tegukannya. mulai habis memasuki menembus usus dan menyegarkan pikiran. hingga volume capuccino itu pun mulai berkurang setengah dari gelas, kamu tak kunjung datang untuk mengisi kursi kosong yang memang aku sediakan buat kamu menemaniku sore itu.

Hingga matahari pun mulai terlihat ditenggelamkan bangunan-bangunan rumah yang terlihat dari atas kedai itu kamu pun belum terlihat. ah sudah lah mungkin gelas berembun ini sedah mampu menghiburku dengan isyarat bahwa hatiku mulai seakan merindukanmu.

Ubi goreng rasa bawang itupun sudah masuk ke lambung dan tersisia bubuk-bubuk remahan dalam sebuah mangkok unik stainlis itu. sudah habis? ya sudah lah sekarang gelas capoccino yang isi nya tinggal setengah yang menemaniku. seakan memberikan suatu pilihan antara kedatanganmu berpeluang 50:50. masuk pada lembar pertengahn novel itu terlihat sebelah meja dua pasang sejoli hendak meningglkan mejanya. meninggalkan meja dengan sidikit konflik antar mereka yang membuat muka keduanya begitu kusam seperti kertas tisu yang kupegang untuk membersihkan butiran garam yang tersisa di tangan kanan.

Kulanjutkan untuk melewati lembar demi lembar buku ini. sembari sesekali melihat waiters mulai membersihkan meja sebelah. cukup mengagetkan seorang wanita berambut panjang dengan kardigan biru itupun mengisi meja yang sedang di bersihkan waiters tepat disebelahku. dengan earphone putih yang masih menempel dikedua telinganya dan beberapa buku ditangan kiri nya.

Tidak sia sia embun di gelas capoccino ku itu menemaniku, embun itu menyuruh ku untuk tetap duduk seolah dia mengerti bahwa wanita itu akan datang. ya wanita berkardigan biru itu tidak begitu asing dengan kedua bola mataku ini. perlahan dia mulai meletakkan buku-bukunya dan memanggil waiters. sengaja saya tidak menyapa dia terlebih dahulu karena nampaknya dia sedikit terburu-buru hingga lupa melihat sekitarnya dan hanya terfokus pada kursi yang kosong yang dibersihkan waiters itu. perlahan melepas earphone dari kedua telingamu itu mataku tak lepas dari sosok wajahmu.
mata bulat mu itu kemudian melirik dan seakan membalas tatapanku. wajahmu yang kemudian berubah menjadi kaget membuat aku kebingungan.

P: lah kita ketemu lagiki, sudah lama disini?

logat makassar kentalmu itu seakan membuat aku sejenak terpental ke minggu lalu. pertemuan pertama kita yang tidak disengaja, sedikit berbeda karena sekarang posisimu disebelah mejaku.
A: ah, iya puspa.... (sedikit terpukau)
bagaimana aku tidak terpukau, begitu terbayar semua yang kulakukan di kursi ini, dan begitu terbayar sudah dengan gelas berembun yang dari tadi seakan ikut menunggu kehadiranmu. kehadiran seorang
wanita berambut panjang pecinta capuccino dingin.

P: sendirian?
A: iya sendiri menunggu kamu....

senyuman itu mulai melebar dan bergegas merapikan buku dimejanya itu dan ingin bergegas menduduki kursi yang sudah hampir 2 jam kosong dan belum sempat diduduki siapapun.

P: ah kamu bisa aja mas. heheh

Akhirnya hal itu terjadi, dia sudah mulai mencoba membuat akrab dengan ku. aku pun menyambutnya dengan sangat baik.
Kata demi kata pembuka pun mulai terucap, lembar buku novel tadi yang berniat aku selesaikan mulai kututup dan aku mulai berinteraksi dengan dunia nyata ku yaitu dia puspa.
adzan pun mulai terdengar berkumandang menandakan waktu sholat magrib. puspa pun merogoh coklat nya dan mengeluarkan mukenah. begitu tidak menduga sama sekali, walaupun dia bukan seorang hijabers namun dia selalu mengingat sholat terbukti dengan sebuah mukenah yang dikelaurkan dari tasnya. kutengok kanan kiri banyak para hijabers yang bahkan memiliki kecantikan yang super sekali langsung redup ketika adzan berkumandang mereka malah asyik melanjutkan perbincangannya bahkan semakin keras. berbeda dengan wanita berambut panjang ini yang mulai diam hening menunggu adzan berkumadang selesai.

P: ayo mas sholat
A: iya ayo.

Sembari menghabiskan capuccino dingin kami beranjak menuju musollah kecil yang ada di kedai yang kebetulan 6 langkah dari meja kami.

Adegan paling mengejutkan terjadi, setelah mengambil wudli kami puspa dengan lembut mengatakan, mas jadi imam ya. hati semakin berdebar, walaupun aku tidak begitu dalam memahami agama seperti ustad di televisi, aku pun memberanikan diri.

Ya sebagai seorang laki-laki kita harus mampu menjadi imam dalam keadaan apapun dan dimanapun, karena seorang wanita itu membutuh kan imam yang baik, walaupun terkadang kemampuan berpikir wanita jauh lebih tinggi dari seorang laki-laki, tetap mereka membutuhkan seorang imam untuk membimbing dirinya. (aha nice quote)

Setelah sholat saya dan puspa pun kembali ke meja nomor 22 tempat kami duduk tadi. tak lama kemudian telepon puspa berbunyi dan terdengar suara sama ditelingaku bahwa dia harus kembali keperpustkaan kampus untuk mengambil kartu mahasiswanya yang terbawa oleh temannya,
setengah gelas capuccino yang ada didepan ku semenjak kedatang puspa juga sedah mulai habis,
puspa pun juga merapikan barangnya dan bergegas keluar bersama saya. sesampainya dikasir ternyata puspa sudah menyodorkan uang pembayaran kepada kasir.

K: ini dihitung berdua mbk?
P: iya mbak sekalian yaa

aku pun kaget, puspa membayar pesanan di meja 22. kemudian sembari jalan ke parkiran motor, aku pun menyodorkan uang untuk membayar pesanan ku tadi. puspa pun mengelaknya dan berkata:
"udah mas gak usah, anggap aja minggu depan gantian yang bayar"

whattttttt???
konflik di hatiku mulai berkecambuk, puspa secara tidak langsung memberikan sebuah pilihan dimana minggu depan kami harus bertemu lagi.
akhirnya saya pun memberanikan diri untuk meminta no hape nya

A: berapa no hape puspa?
P: oh iya ya, dari kemarin kita belum tukeran nomor hape nya, aduuuhhhh pantes kok ada yang kurang.. hehehehe

ahhh nada itu membuatku hanyut dan tak berdaya, membuat aku berprasangka kalau puspa seolah melakukakn kesalahan yang sama di minggu lalu. yaitu tidak meminta no hape. heheeheh

akhirnya dengan motor maticnya puspa meninggalkan parkiran dan berkata.

SELAMAT BERJUMPA MINGGU DEPAN MAS...... :) :) :) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar