Sabtu, 31 Desember 2016

TEMPAT RINDU YANG SAMA

sumber : JIWO

aku dan puspa masih duduk bersama menikmati susu hangat dan menikmati pemandangan yang cukup sejuk disini. sembari kami menunggu pesanan makanan soto mie bogor, puspa melihat-lihat kondisi sekitar. kami duduk di lantai atas duduk di pojok area terbuka menghadap ke bebukitan dan terlihat dibawah area bermain anak-anak. suasana puncak dengan udara sejuknya terasa disini.

aku terlalu merindukan ocit, itu alasanku sebenarnya mengajak puspa kesini, sebenarnya banyak tempat yang nyaman untuk sekedar menikmati udara puncak tapi ini tempat cukup nyaman untuk sekedar menikmati kenangan.

aku terbawa suasana memang dengan rindu ini.

cukup lah dengan susu hangat ini mewakili salam rindu yang hangat setidaknya tersirat dan tidak berani kuutarakan langsung kepada dia yang jauh disana. yang dulu sering sekali mengisi waktu ku.

puspa kembali dari bawah, melihat-lihat tempat ini, berjalan ke area bawah tempat bermain anak dan menikmati bebukitan.

"mbak bagus ya"

aku kemudian kaget

"eh kamu udah dari bawah"
"mbak kenapa sih kok jadi ngelamun aja, gak asik ih"
"enggak apa-apa kok"
"ah bohong, pasti mbak rindu sama seseorang"

aku tidak bisa memungkiri hal tersebut, rinduku sudah terlalu menumpuk dan aku mengunjungi tempat-tempat yang semakin mebuat rinduku menguat. dia yang masih ada di hatiku begitu baik ku tinggalkan, memang benar ya penyesalah selalu datang di akhir.

"iya mbak rindu dek"
"rindu siapa sih? orang nya di mana? biar  aku hubungin dia" puspa terus memaksaku.
"udah dek gak apa apa kok"
"ini nih, aku juga cewek mbak, kalau udah ngomong gak apa-apa tapi masih ngelamun berarti ada apa-apa itu, ayolah mbak. cerita, sebenarnya siapa itu ocit dan dia ada dimana sekarang?" puspa terus memaksaku.

"oke deh, kamu kan tau si ocit ada di makassar"
"tapi nama sebenarnya dia siapa mbak? biar nanti ku bantu cari dan kusuruh mas buat bantu juga"
"nama nya yudhasena"

kemudian si puspa kaget, entah apa yang membuat kaget, setelahitu beberapa menit dia diam, dan aku juga semakin bertanya-tanya kenapa dia tiba-tiba diam sedangkan tadi dia memaksaku untuk mengatakan apa penyebab kegalauan ku. tak lama kemudian puspa mengambil handphone yang dia taruh di atas meja, kemudian dia seperti mengetik pesan singkat dan mengirim ke seseorang.

"dek kok jadi kamu diam? kamu kenapa? kamu kenal yang namanya yudhasena?"
"iya mbak aku kenal, dan kenal banget sama dia"

kali ini tatapan puspa kepadaku begitu dalam, aku masih belum mengerti arti tatapannya itu.

"kamu udah menghubungin mas mu?"
"iya udah mbak, malahan ini tadi aku minta bantuan dia kok"
"minta bantuan nyari yudhasena? mas mu kenal sama yudhasena?"
"bukan mbak, tunggu mbak, nanti semua akan terjawab"

tak beberapa lama handphone puspa berbunyi, setelah itu dia meletakkan handphonenya di meja dan mengeraskan suara telpon nya.

"assalamualaikum" dari ujung telpon itu, sepertinya aku tidak asing dengan suara itu.
"dekk, kenapa kok nyuruh aku telpon?" masih terdengar dari ujung telpon tersebut suara seorang laki-laki yang sangat akrab di telingaku. namun puspa masih diam saja.

"dek, kok diem aja? tumben? kamu gak apa-apa kan?" suara laki-laki diujung telpon tersebut masih terdengar menunggu balasan suara dari pemilik telpon. aku masih heran saja kenapa puspa tidak mau berbicara, jelas-jelas laki-laki ini menyapa dia dan begitu perhatian dengannya.

"dek, kenapa kamu gak jawab?" tanya ku penasaran.

setelah itu tidak ada suara dari ujung telpon itu.

"mbak pasti kenal betul dengan orang di ujung telpon itu" jelas puspa.
"aku memang tak asing dengan suara di ujung telpon itu, tapi aku tidak mau menduga takut aku salah, memang siapa itu dek?"
telpon masih menyala, masih ada orang diujung telpon itu. belum ada respon berikutnya, pasti dia masih mendengar pembicaraan ini.

"orang yang kita rindukan sama mbak, kita bermuara pada satu rindu yang sama"
"maksutmu? aku masih belum mengerti.. coba jelaskan"
"iya mbak benar, itu adalah mas yudha"
"kammu serius?"
"iya aku yudha ndi" suara itu dari ujung telpon

sebetulnya aku sangat bahagia mendengar suara yudha kembali, ocit yang kurindukan itu. tapi sejujurnya aku tidak enak hati dengan puspa. aku merindukan orang yang saat ini melabuhkan rindu nya. ada kebahagiaan sekaligus kecemburuan yang memerah ada didepanku.

"dek, kamu kenapa diem aja sih?" suara yudha dari ujung telpon itu.
"sudah yudh, mending kamu matikan dulu telponmu, aku akan berbicara dengan puspa dulu."

telpon tersebut kemudian tertutup. kemudian puspa mengambil nafas panjang.

"mbak maaf aku sedikit emosi tadi"
"kamu kenapa kalo lagi marah kayaknya kamu bakal serem ya"
"maaf mbak, aku hanya gak percaya aja, nemuin masalalu mas dengan gak sengaja, dan mbak cerita dan mbak membahas orang yang sama, mbak merindukan orang yang sama denganku"
"iya ya, kenapa bisa begini ya"
"iya mbak mas dulu pernah cerita banyak tentang mbak, mas juga dulu sangat merindukan mbak, cuman akhirnya mas kecewa mbak meninggalkannya begitu aja"
"iya aku memang salah, tapi bagaimana dia bisa memilihmu?"
"aku juga bingung kenapa aku bisa sampe sekarang sama mas, dia gak pernah nembak aku secara langsung sih, cuman yang deket aja"
"aku tadai sampe takut loh ngelihat kamu yang kayaknya hampir marah"
"yah memang mbak, aku takut kehilangan mas yudha, dia udh baik banget sama aku dan tulus, walaupun aku sebenarnya sadar bahwa mas memang masih belum benar-benar bisa ngelupain mbak"
"apa benar ocit masih mengharapkan ku? aku rasa dia sangat memperhaitikan kamu betul, dan kamu juga sepertinya begitu juga, lantas kamu masih mengira ocit akan kembali lagi menemuiku?"
"sepertinya dia akan mencoba untuk kembali ke mbak, aku bisa merasakannya mbak, kita perempuan pasti akan mengkhawatrikan hal itu, itu wajar mbak"
"lantas apakah dia masih mau dengan ku yang sudah meninggalkan nya begitu saja."
"aku hanya khawatir mbak" jelas puspa dengan mata yang mulai berair
"sudahlah dek, kamu jangan khawatir berlebihan, aku memang merindukan ocit, tapi tetap saja mas yudhasena sudah memiilih kamu. jagan pernah kamu sia-sia kan dia"
"kenapa mbak begitu ikhlas dengan melepas rindu mbak begitu saja?"
"karena aku sekarang tahu dia berada di orang yang tepat"

aku sebenarnya masih sangat mengharapkan yudha kembali padaku, namun sosok puspa membuatku sadar bahwa memang orang yang tulus akan bertemu dengan tulus, mungkin memang waktu itu sudah aku sia-siakan dia dan kemudian waktu bergulir dimana aku kemudian menyesal melepas dia. tapi rasa penyesalan itu kemudian menjadi buliran ombak yang akan kembali kelaut dan menjauh dari daratan. mungkin sudah saat nya aku memilih untuk meninggalkan yudha, namun bulir ombak tidak akan melupakan daratan dan pastinya akan merindukan akan daratan lagi mungkin daratan yang berbeda yang siap menerima nya.

aku dan puspa pun menyepakati itu, aku merelakan yudhasena. oh bukan maksutku aku merelakan rinduku untuk tidak lagi mengharapkan labuan yang sama dengan orang yang sudah tulus menemani dia yang terpuruk karenaku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar