Pintu itu
perlahan tertutup
Kukira
itu yang menutup catatan putih abu kita
Panggilan
boading itu membawamu
Tapi aku
hanya terdiam dari kejauhan
Melihatmu
terbawa oleh besi terbang
Membawa
mu semakin jauh ke benua lain
Membuat
ku terbawa
Terbawa
dengan suasana ketakutan
Ketakutan
kehilanganmu
Tapi aku
tidak tahu kalau itu sementara
Aku menganggap
aku benar-benar kehilangan kamu
Aku lupa
itu sementara
Ketika
kamu berjuang untuk segera bertemu kembali dengan ku
Aku
bahkan lupa akan janji ku
Janjiku
kepadamu untuk sekedar menikmati kafein itu
Hanya
berdua
Aku dan
kamu
Aku salah
Aku
menutup catatan yang belum selesai itu
Hanya
buku kimia halaman 65
Dan
mimpimu yang tidak pernah ku tutup
Aku
terlalu mencintai diriku sendiri
Ku kira
yang sayang kamu hanya aku
Ku kira
yang tidak mau kehilangan kamu
Hanya aku
Ternyata
semua itu sama
Semua
yang kurasa kamu juga merasa.
Jarak itu
sekarang hanyalah ilusi yang terkikis waktu, aku yang dulu selalu melihat kamu tersenyum
bahkan tertawa lepas disetiap jalan di lorong sekolah sepulang sekolah. Kini..
aku melihat kamu menangis, mungkin tangisan itu sudah lama kamu sembunyikan dan
kamu bendung di benua biru itu. Kamu menangis begitu dalam, tangisan yang
membuat aku bersalah, bersalah.
Kenapa tidak aku susul kamu dan ketemui kamu di pintu
bandara sebelum besi raksasa itu mebawamu pergi ribuan kilometer dari tempat
kenangan kita, kenapa aku tidak memberanikan diri untuk menemuimu setidaknya
hanya untuk bersalaman sapa dan memberikan semangat, kenapa aku tidak berani,
aku hanya takut, takut akan kehilangan kamu. Bukan aku tidak menyayangi kamu,
aku sangat menyayangimu sehingga membuat aku takut kehilangan sahabat yang
membangun dan memberanikan aku bermimpi.
Tangismu
kini mulai meredah, ku hanya melihat kamu sesudah itu, bahkan bintang pun
seolah menghujaniku dengan jalan sisi gelapnya langit malam. Kamu mencoba
meneguk kopi buatanmu yang sudah mendingin kehilangan panasnya terkena angin malam di dermaga kayu ini.
“kok gak
diminum lagi kopi buatan ku ber? Manisnya udah gak pas ya”
Aku masih
terpukau dengan mata mu yang masih becek akan air mata tadi, padahal larutan
kafein ini yang sudah pas konsentrasi nya sudah ikut kehilangan panasnya,
seperti aku yang ikut memilih meninggalkan kenangan kita dikota kelahiran kita.
Aku mulai
meraih gelas yang tertutup dari kamu, berisi larutan kafein dengan resep darimu.
Perlahan mulai kusruput kopi itu, begitu nikmat dan pas, namun tak sepas
pertemuan kita ditempat dan suasana seperti ini. Kurang tepat aja, seharusnya
kita sudah dipertemukan tidak dalam suasana seperti ini, seharusnya kita tidak
dipertemukan di gelap malam seperti ini, apakah ini memang suratan yang kuasa
ketika kita ditemukan tanpa ada gangguan apapun, dipulau kecil nan damai tanpa
bising motor dan gadget yang tak berfungsi tanpa kita terganggung media sosial
dan nuasa perkotaan yang membuat kita tidak pernah fokus terhadap obrolan.
Rembulan
dan ribuan bintang di atas kita mungkin menjadi saksi akan terciptanya kopi
hitam yang sudah lama tidak pernah aku rasakan hingga 7 tahun lamanya. bahkan
eropa tidak pernah mengubahmu sedikit pun,
Hanya saja eropa kini mengajarkanmu
akan kerinduan dan keterbukaan. Sama hal nya diriku, bogor dan Jakarta memang
berhasil mengubahku secara keseluruhan namun metropolitan tidak berhasil
mengahapus semua nya tentang kamu. Hanya tersisi satu yaitu impian mu yang kau tanamkan
ke aku.
Dari hal ini yaitu mimpi mu akan kimia adalah kunci yang tak sengaja
kau tinggalkan untuk ku, ya untuk membuka kotak kenangan putih abu dihati kita masing-masing. Seharusnya
dari awal aku dan kamu tidak perlu memporak porandakan kotak kenangan yang
sudah kita simpan lama dihati kita masing-masing. Seharusnya kita dengan tenang
dan berdamai dengan kenangan serta mencoba membukanya pelan dan indah itu kita
dapat. Lagi-lagi air mata yang membecekkan mata dengan bulu lentiknya itu tak
seharusnya keluar dan membuat kamu berhasil menyadarkanku akan kehilangan, ya
rasa kehilangan yang tidak pernah aku coba usik dan hanya aku buang jauh seolah
aku tidak pernah mengenalmu. Namun aku gagal.
Sekarang
jika kau Tanya siapa yang merindukan masa itu
Aku jawab
dengan tegas itu aku
Sekarang
jika kau Tanya siapa yang paling menyesal
Aku jawab
dengan senyum yaitu kita
Sekarang
jika kau Tanya siapa yang sudah saling jatuh
Aku jawab
dengan sabar yaitu kita
Sekarang
siapa yang akan tahu kita dipertemukan dalam suasana yang kurang tepat namun
tepat
Aku jawab
itu adalah tuhan
Dan
sekarang apa yang akan kita lakukan?
Aku pun
menjawab tidak tahu.
Dunia mu
masih aku, sementara aku sekarang lebih suka cappuccino dinginku
Kopi
hitam buatan mu itu memang paling terenak dan terkomposisi dengan tepat. Namun
aku tetap menyukainya dan menyukai kembali setelah kehilangan
Namun
sekali lagi cappuccino ku ini sudah mengalihkan dan meninggalkan kopi hitam dan
sang peraciknya yang sudah ribuan kilometer kemarin telah jauh.
Kini kamu
terdampar di pulau ini setelah sekian lama hati mu tertinggal di kota pahlawan
itu dan raga mu telah terdidik di benua biru. Kamu yang sekarang hadir kembali,
dokter muda dan mimpi mu berkeliling Indonesia mengabdi kan ragamu. Aku selalu
mengenalmu sebagai seorang yang selalu ambisius terhadap mimpi mu, termaksud
aku adalah bagian dari mimpi mu. Sekarang aku yang berubah.
Bery yang
dulu sudah tidak lagi ada, hanya seorang agus. Sosok demokratis hati yang
selalu menikmati sabtu malamnya dengan cappuccino nya.
kamu dan ambisi, bagaikan seorang ilmuwan yang sedang membaca buku anti gravitasi, dimana dia tidak bisa menaruh bukunya... kamu -- kopi hitam -- ambisi -- dan -- aku--- adalah materi buku teori anti gravitasi....
Sampai Jumpa Minggu Depan Gais...... :) :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar