Sabtu, 22 Agustus 2015

SORE MANIS TANPA DRAMA



credit by : agus.ultramen
Sendiri itu tenang. 
Menikmati dan melihat begitu luas. 
Rindu tentang kamu sudah aku simpan dalam. 
Aku yakin suatu saat aku akan melupakannya. 
Jika senyummu adalah anugrah maka akan ikut ku simpan bersama rindu tadi. 

Seringkali menikmati dengan sendiri. Disebuah kedai kopi sore dengan alunan music live band ini nampak begitu pas. Menyaksikan tawa dan melihat senyum disetiap meja dengan musik yang mendayu-merayu kebersamaan di setiap sore itu. Jendela kaca yang hangat dengan sinar matahari sore yang menghangatkan. begitu menghangatkan, seperti rinduku yang selalu mendayu dalam hati. ketahuilah ketika aku membayangkanmu tersenyum, aku ingin membuatmu tersenyum kembali, bersamaku, lantas aku ikut merasakan senyummu, kemudian aku bahagia. 

Beberapa penulis selalu mencoba menceritakan sore yang begitu indah dan menginspirasi. Jika itu memang indah, aku akui itu benar adanya. Setiap sore memiliki sudut keindahan masing-masing. Layaknya pagi yang selalu menyugukan embun. Maka sore selalu menyugukan ekspresi untuk menutup hari karena malam akan segera menjelang. 



Lampu-lampu yang tergantung sudah mulai menyala sayu menerangi dan menjemput gelap. Aku tau kamu masih disana melangkah mengejar apa yang seharusnya kamu kejar entah itu cinta atau cita, yang jelas kamu harus tau bahwa tak ada yang salah jika kita sudah melangkah. Jikapun salah, tuhan sudah punya sesuatu spesial didepan langkah kita selanjutnya. jika menunggu adalah sebuah reaksi maka sabar adalah satuan pasti. memang menunggu adalah proses, yang terkadang menunggu adalah pejuangan. memperjuangkan orang yang selalu ada untuk bisa selalu menjaganya, jika cinta adalah perjuangan atau perlawanan lantas kenapa selalu saja orang yang kamu cintai terkadang tak mengharapkan kamu untuk disitu menunggu. sayu lampu itu menyambut gelap, awalnya tak berarti namun ketika mentari sudah terbenam di barat, lampu sayu yang awalnya tak ada yang mengartikannya, kini begitu berarti



Ini hanya masalah prasangka. Berbaik sangkah adalah hal yang selalu terbayang dan menjadi renungan disetiap sendiri. Berbicara lewat kata setidaknya membuat aku tau bahwa setiap langkah itu butuh coretan kecil untuk sekedar menjadi hal pengingat. Jika kita tau apa yang akan terjadi kedepan tentunya kita akan selalu di hadapkan dengan hal yang bersifat menunggu. Bahkan meraih mimpi saja butuh terbangun dari kegagalan untuk berlari mengejarnya. Ketika berlari pun kita yang tau kapan kita berhenti untuk sejenak mengambil nafas dan kembali berlari. Hal-hal tersebutlah secara verbal di artikan sedikit hiperbola dan itu adalah menunggu.

Kita tidak pernah di ciptakan untuk sekedar diam tanpa bergerak. Jika hidup adalah gerak, maka bergerak ke arah mu adalah salah satu langkahku. 


sore ini memandakan sudah enam tahun tanpa lebih sedetik pun, aku disini. bertaruh dengan waktu untuk mengejar dan mencermati lembar-demi lembar materi kehidupan menjadi perantau. Bogor. sudah enam tahun menapakkan kaki ini disini. bersama sahabat-sahabat yang baru saja menghengkangkan kaki nya dari rumah jelek yang penuh kenangan bahkan terkadang disinggahi kecoa ataupun tikus yang besarnya mirip kucing kampung. 

tawa dan canda mereka kini hilang, mereka memulai hidup baru mereka masing-masing. mereka sekarang lebih realistis. Kertas ajaib itu yang kita dapat dari lembar-lembar materi yang kita pelajari dan cermati setiap malam dengan pencahayaan yang redup di kota hujan ini membuat kami melangkah bermodal harapan baru. harapan untuk sukses di dunia baru ini. sore ini akan menjadikan aku penghuni terakhir di rumah sewa jelek ini. rumah yang berladang kecil yang terkadang kita manfaatkan untuk menanam cabe dan ilalang liar yang menjulang tinggi menutup pemandangan pemakaman yang tepat di sebelah ladang kami. 

suara adzan ashar yang berkumandang menutup tawa canda kami di rumah jelek ini. sore ini bogor begitu melankolis, para ambius penghuni rumah jelek bernama al-hikmah ini akan menyambut dunia dengan genggaman mimpi yang masih begitu panas membara terkepal ditangan seolah ingin dilepas. kami ber-lima orang al-hikma camp, turun temurun menghuni rumah jelek ini dan kami adalah generasi terakhir di rumah ini, karena sudah tidak ada lagi yang mau menghuni rumah ini yang letaknya tidak strategis melewati 45 anak tangga. oh ini bukan strategis ini hanya rumah yang tidak menerima penghuni manja. 

kami selalu dikecewakan dengan harapan, harapan akan cinta. cinta yang membuat kata kerja menunggu itu membuat setiap dari kami hampir terjatuh dan tersungkur begitu dalam hingga mau tidak mau satu sama lain saling menguatkan dan menghibur jika salah satu dari kami kecewa terkadang terlalu mendramatisir kekecewaan akan cinta itu. tapi satu hal yang selalu kami percaya bahwa harapan itu membuat kita kuat dan hidup hingga tertawa bersama menertawakan cinta yang selalu tidak pernah bersikap manis kepada kami penghuni al-hikmah. 

malam tadi kami berdiskusi kecil di ruang tamu dengan jendela terbuka dan beberapa kasur yang sudah kami atur sengaja untuk malam ini tidur bersama bercerita menutup perjuangan kami di kota hujan. 

kami hanya bercerita saja, mengevaluasi setiap awal dan perjalanan kami yang begitu indah. seperti biasa sarung busuk kami selalu menghiasi setiap diskusi dari malam kemalam jika memang ada yang harus didiskusikan. kita yang biasa berdebat masalah jumlah taguhan air dan listrik yang selalu menunggak, kini kami berdiskusi tenang dengan angin malam bogor waktu itu yang sangat dingin. ruangan kami begitu hangat degan diskusi kecil ini. menceritakan mimpi dan tujuan kedepan kami yang seolah nyata, benar-benar nyata seakan mimpi itu sudah ada didepan mata. 

kami semua laki-laki yang selalu tak bersahabat dengan senyuman cinta dari lawan jenis kami, selalu saja ada cara yang menyelamatkan kami dari kejelekan cinta itu.

pembicaraan kami pun sudah mulai random dengan ciri khas tawa canda yang mulai menggema di ruang tamu ini. kami tertawa lepas menertawakan setiap kisah kami. itu malam tadi yang sudah berlalu. pelukan hangat satu persatu dari kami membuka pagi kami. satu persatu saling tolong menolong mengantar dan berebut membawa barang bawaan nyang harus kami bawa ke tempat baru. ke terminal lanjut stasiun lanjut ke perempatan deket batas kota melangkah satu persatu hingga tak terlihat dengan janji akan bertemu kembali dan bercerita kisah masing-masing. 

pagi tadi aku masih bersama erfan yang sedang asik bersiap untuk kembali ke tanggerang dengan motor bebek yang tak termakan zaman. 

kemudian pertanyaan itu datang. 

"boy gimana indri? udah diselesaikan belum?"

pertanyaan erfan itu membuat sedikit drama itu bermain dalam pikiran.

"udah lah boy, nih minum kopi... "
belum sempat aku menjawab pertanyaan tadi erfan sudah menyeduhkan kopi terakhir persediaan terakhir dapur kami. semua mengetahui bahwa aku begitu menyukai kopi. karena kopi yang membuat kisahku dengan masalalu. kopi yang membuat deretan cerita yang selalu membuat mereka menertawakan. karena kami selalu tau cara menanyakan dan menertawakan cerita dengan cara kami sendiri.

sekarang aku masih termenung, memikirkan sebuah nama yang begitu lama membuat kisah ini terhenti dan aku tak mau melangkah jauh lagi, jauh meninggalkan dia. beberapa tahun lalu uty yang meninggalkan kisah persahabatan yang dibuahi oleh cinta telah pergi jauh. bukan karena kesepakatan satu pihak tapi ini tanpa kesepakan dengan mempertaruhkan mimpi kami masing-masing. sekarang indri yang bagaikan mimpiku sehingga aku tidak mau bangun dan aku inginkan dia dengan menunggu.

"udahlah boy, lo harus selesaikan ini boy. lo bentar lagi kan ke makassar, masa lo lagi-lagi pergi tanpa dan jauh tanpa kejelasan."

aku masih menikmati kopi hitam buatan erfan tadi sembari melihat dia yang sibuk menceramahi aku dengan kegiatan nya merapikan semua buku dan bajunya ke dalam tas carielnya.
cerita ku dan indri seakan koma, semenjak kelulusan ku beberapa hari lalu, kami kehilngan kontak saling diam bahkan tak tahu membuat titik dibagian mana.

besok adalah hari keberangkatanku ke makassar, kota ratauan baruku, sekaligus kota yang selalu di dambakan kami dalam acara ilmiah waktu tahun lalu yang tidak bisa kami hadiri. besok tanah bugis aku menjadi alas tidurku dan tempat memupuk mimpi ku.

aku masih belum bisa bertemu dengan indri. entah apapun itu halangannya, yang jelas selalu ada. namun aku setidaknya mulai sadar bahwa sesuatu yang ditunggu itu mebuat waktu kita berarti dan dengan menunggu kita menyelamatkan kita dari sesuatu yang sifatnya tergesa-gesa,

kopi ini sudah mulai kelihatan ampasnya. sudah beberapa menit aku memandangi erfan yang sibuk dengan cerielnya. aku masih belum tau hatus menunggu hingga berapa lama, kesannya aku memang sulit melangkah dari titik ini, terkadang aku membayangkan duduk didepanku dalam kedai tempat kita pertama bertemu kemudian bercerita, tangan yang sembari memegang cappoccino dingin dan bercerita begitu random tentang apapun, pandangan mata yang tertuju ke mata mu yang sedari tadi memperhatikan ceritaku, kemudian aku tersenyum walaupun gula cair manis itu masih belum kutumpahkan dalam bejana dingin caffein ini, melihat mu tersenyum. Tersenyum dan kemudian aku terseyum.

ini sudah sore, pelukan terakhir erfan dan serah terima kunci gandaan yang terakhir ini membuat sekarang aku tersenyum bahagia, bahkan pertanyaan erfan tadi masih belum aku jawab hingga hari sesore ini.

"semangat boy, ingen jangan menyerah dan jangan lupa tertawa" kemudian erfan pergi dengan motor bebeknya.

aku mulai masuk menata semua barang bawaan yang akan ku bawa ke makassar. memandangi setiap sudut ruangan yang sudah berjasa atas kami hingga saat ini. semua dinding itu kosong, lukisan-lukisan dan kaligrafi dipta teman sekamarku sudah tidak ada. tersisa papan tulis diskusi yang kami buat dari bekas selotip kegiatan kampus.

memandangi handphone kemudian aku ketik beberapa kalimat yang hendak aku kirim ke indri,

jika memang sore ini begitu dramatis, aku yakin kamu disana merasakan hal yang sama, setidaknya kita masih belum dalam belahan waktu yang berbeda, tapi alangkah baiknya jika aku berpamit kepadamu, aku menaruh semua harapan yang kamu berikan, aku titipkan dan bungkuss rapi harapan itu kepada pesan ini, memang pesan ini akan terhapus setidaknya aku berharap kenangan kita tidak akan terhapus walaupun sore akan segera berakhir dan malam selalu menjadi pengahapus sore. setidaknnya kita pernah dalam sore yang sama bercerita kemudian tersenyum. 

pesan itu akupun kirim ke indri, aku hanya berharap besok siang keberangkatan ku ke makassar masih bertemu dengan senyum nya dengan beberapa jawaban yang aku pertanyakan semenjak kelulusanku waktu itu..

bersambung......

Tunggu Minggu Depan ya Gais.... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar