Minggu, 16 Oktober 2016

RANTAI RINDU YANG TERUNGKAP (PART I)

ilustrasi by uci
rindu itu sudah terlanjut menginfeksi, menahan sakitnya adalah cara yang terbaik sebelum pemiliknya memang tergerogoti dan terkuras kemudian dia terdehidrasi akibat rindu yang menumpuk dan belum ada kesegaran senyum yang mengobatinya. saling menjaga rindu itu tertutup dan mmebiarkan waktu yang akan menghilangkannya. imun waktu yang bekerja efektif menghapus rindu dengan lambat, walaupun pada akhirnya ada kemungkinan rindu itu tertumpuk bertambah kembali karena kadar imun sang waktu yang belum cukup menghapus jejak-jejak manisnya beberapa hal yang sakit jika terlalu sibuk untuk dinikmati kembali. 

jakarta begitu ganas, mengingat bejana-bejana manisnya kenangan membuat satu hal yang terus berisi dan semakin lama manis tersebut akan tertumpah dan sangat bahaya ketika kita sudah terlena dan sang tuan nya sudah meninggal kan kita pergi. aku sadar betul ini hanyalah rindu yang tetumpuk dan tak bisa ku sampaikan karena aku terlalu jahat sudah menyia-nyiakan dia yang sudah lama sibuk mengisi bejana kesedian ku setidaknya dengan manis nya sikap ilmiah dia dan apa adanya itu. 

namun penyesalan itu sudah terlewat. pergi melalui jendelah hati dan terbawa angin kemudian aku terlalu gengsi ku kejar kembali. suara ku sudah terlalu serak dan mulutku terkunci melihat dia pergi begitu  saja. senja mennjadi saksi keegoisanku waktu itu. dia berjalan menjauhiku merelakkanku duduk dengan keegoisanku mempertahankan sesuatu yang tidak jelas jutrungannya. 

aku masih sangat ingat dia sempat berteriak dan memeberi aku pilihan, namun aku waktu itu sangat sulit untuk menoleh ke dia. air mata ku jatuh ketika tepat kau menoleh dia sudah pergi dan memilih untuk mengalah dan hilang. aku yang tidak begitu dewasa waktu itu, dia terlalu baik buatku yang pada akhirnya aku sesali kepergiannya. aku selalu berharap dia datang kembali kemudian memberikanku pilihan lagi. namun itu sudah terlambat. 

terkadang aku masih ingin sekali memberitahukan dia bahwa aku waktu itu hanya terlena akan sesuatu yang tidak jelas yang pada akhirnya aku sadar rasa yang dia berikan begitu tulus. ketulusan itu adalah hal yang paling bisa membuatku tenang disamping nya. 

aku masih menyimpan nomor telfon dia yang lama, namun aku sangat sadar aku sudah begitu terlambat ketika ku coba menghubungi dia dan yang berbicara hanya sosok wanita operator yang memebritahukanku bahwa nomor ini sudah tidak aktif lagi. 

kami yang awalnya terpisah laut menjadi terpisah jarak yang melebihi laut, terpisah dengan jarak yang tidak bisa kami ukur kembali. setiap malam hati ini tersayat, karena kulakukan hal yang begitu bodoh lagi. ya sangat bodoh. rindu itu membuat kita menjadi bodoh. hal yang ku sia-sia kan menjadi sangat berharga dan penuh dengan makna. 

hanya ada satu kenangan yang tidak kucoba hapus setelah beberapa bulan kami tidak lagi berkomunikasi. satu rekaman senyum dan kegilaan dia yang masih tersimpan dan kulihat ketika aku merasakan rindu dengan seyumnya itu. rekaman dimana dia menyatakan perasaan nya kepadaku. dulu aku menikmatinya dengan terbahak-bahak karena kegilaan dan kreatifnya dia membuat rekaman itu, sekarang aku menikmatinya dengan sedikit bumbu air mata yang menetes tanpa terkendali. aku sebenarnya rindu tapi aku mungkin sudah terlambat. 

hari ini memang terlihat seperti biasa. seperti senin pada umumnya yang penuh dengan deadline. suasana kantor pun tidak berubah. tapi pagi-pagi aku sudah di panggil manajer. aku masih bingung karena sepertinya hal yang sangat penting, dengan sedikit was-was aku berjalan ke ruangan menejer. walapun pak manajer memang orangnya baik namun tetap saja kalau sepagi ini aku dipanggil mungkin ada masalah serius.

ku buka pintu ruangan pak manajer dengan mengetuk 2 kali terlebih dulu.

"selamat pagi pak"
"eh indri, pagi juga ndri, duduk dulu situ ndri"

pak manajer masih sibuk menandatangani beberapa surat dan mengecek buku kegiatan dikantor untuk seminggu lalu. aku duduk dan kulihat sudah ada perempuan berambut panjang duduk di kursi tamu ruangan pak manajer. 

tak lama kemudian pak manajer menutup berkas-berkas nya dan menruh kembali di raknya. dia berjalan menhampiri kami dengan mecopot dan melipat kaca matanya yang tadi dia pakai.

"indri.. ini kenalin anak magang baru yang akan magang kerja disini selama tiga bulan"
"oh iya pak" aku melihat wajah nya dan memberikan senyum kepadanya

"jangan terlalu kaku gitu dong" pak manajer pun menegur kami

aku memang suka terlihat agak kaku kalau melihat orang yang baru kenal dan tak tertarik untuk aku mengenalnya.

"puspa, ini ibu indri yang akan kamu bantu ya, kamu nanti ikut sama bu indri satu bulan pertama baru nanti pindah bagian yang lain buat proses pembelajaran"

"iya pak, terimakasih" ujar anak magang itu.

"yaudah sekarang kamu ikut ke ruanganya nya bu indri ya, kamu tanya-tanya apapun ke bu indri pasti dia bisa jawab. bu indri itu orangnya paling rajin dan paling tekun di bagian ini" pak manajer pun memujiku dan sebenarnya agak memainkan suasan agar lebih mencair.

kemudian kami keluar dari ruangan pak manajer, berjalan dengan masih belum ada obrolan sama sekali. aku masih terbawa dengan rindu tadi malam yang ku nikmati lagi kenangan dari seseorang yang diam-diam masih aku rindukan. 

diruangkan secara kebetulan ada kursi dan meja kosong yang ditinggal resign oleh sang punya. kemudian aku menyuruh anak magang itu untuk duduk disitu. 

"ibu maaf, nama saya puspa, kita belum sempat berjabat tangan dan kenalan tadi bu" dia mencoba memberikan inisiatif untuk berkenalan yang sedari tadi tidak sempat aku menoleh. 

"oh iya puspa, maaf ya saya tadi masih gak fokus"
"iya bu tidak apa-apa, apa yang mesti saya bantu disini ya bu?"
"nanti tugas kamu bantu kerjaan saya ya, kamu bisakan pakai komputer? itu di meja ada komputer nya juga, jadi kamu bisa pakai, ada juga beberapa aplikasi administrasi yang sudah ada disitu dan sering kita gunakan disini, dan nanti kita bahas tugas kamu ya"

"iya bu siap saya akan membantu ibu"

"eh kamu jangan panggil aku ibu dong, saya masih muda kali.. udah santai aja, panggil aja saya mbak indi ya"

"iya mbak, maaf tadi"

"eh kamu suka kopi gak? aku mau buat kopi ini, aku buatin juga ya"
"iyaa bu suka, eh salah mbak maksutnya, mau bikin kopi dimana? saya ikut aja mbak, kalau boleh"

"yaudah ayo kita ke dapur, gak jauh kok letaknya dari sini,"

kami berjalan menuju dapur sembari berbincang tidak seperti tadi.

"eh puspa ya tadi, disini tuh pus, kalo tiap pagi aku bikin kopi sendiri, ada sih OB disini cuman aku suka gak pas aja rasanya, makanya aku bikin sendiri."

"mbak indi maaf, panggil uppa saja, jangan pus ya mba"
"eh iya, kayak kucing ya kalo dipanggil pus..  " sembari tertawa kecil kami mencoba untuk akrab, karena bagaimana pun dia nanti yang banyak bantu dan merepotkanku.

"eh, uppa asalnya dari mana?"
"aku dari makassaar mbak"

mendengar dia menyebut satu kota itu tiba-tiba hati ku bergetar, rasanya aku sangat akrab dengan kota itu, walaupun aku belum pernah kesana. kemudian rasa ingin tau makassar pun mencuat dan ingin rasanya mendengarkan cerita dari puspa tentang makassar.

kami sampai di dapur,  ku ambil satu toples dengan label namaku yang berisi kopi hitam jenis robusta yang masih ada dan hasil oleh-oleh dari seseorang yang memang belum habis, setauku sudah lama sekali dia memberiku oleh-oleh bubuk kopi. tapi memang tidak setiap hari aku membuat kopi dari toples ini, biasa juga aku hanya menikmati kopi sachet rendah asam. 

ku buka toples berisi kopi ini, toples kedap udara dengan karet yang melekat di seluruh bagian mulut toples menjaga aroma kopi ini.

"wah wangi kopi nya enak nih mbak? tgak kusangka mbak penikmat kopi?"

"ini kopi dari makassar loh.."

"wah pantes baunya kayak gak asing."

"kamu biasa takarannya berapa uppa? kalau aku biasa 7 gram dalam 200 ml"

"aku samain aja mbak"

"dulu aku sering loh bikin kopi sendiri pake kopi ini.. spesial ini kopi, kalau ada orang tertentu baru aku bikin pake kopi ini"

"wah, pasti dari sesorang spesial untuk orang spesial dan acara spesial  juga ya?"

"ah bisa saja kamu uppa. tapi ya begitu lah"

seduhan air panas sudah membasahi cangkir yang penuh sudah tertuang bubuk kopi, menimbulkan wangi  semerbak di dalam pantri. 

"ehmm, bau nya enak sekali mbak.. jadi kayak di makassar"  

"iya dong, kan kopi nya aja dari makassar, kamu mau berapa sendok gulanya?"

"udah mbak aku aja yang ambil sendiri, biar gak ngerepotin."

melihat puspa menuangkan gula nya ke cangkir kopinya, kulihat satu sendok makan di masukkan kedalam 200 ml larutan kopi tersebut, sedikit mengicip ujung sendok dan menambahkan seperempat sedok gula, cara mengaduk nya pun kuperhatikan, tepat 17 kali adukan dan membiarkan nya mengendap,

"harusnya pake saringan ini mbak biar gak ada ampas"

"susah nyari saringannya uppa, gak sempet aku juga nyari"

"besok deh aku bawakan mbk, biar enak. tapi tumben loh mbak baru kali ini aku lihat cewek suka kopi yang pake ampas?"

"iya dek, gak selalu sih kalo aku minum kopi tubruk kayak gini, cuman waktu yang pas aja dek baru aku minum"

sambil berjalan kembali keruangan, kami mulai asik berbicara sembari menunggu kopi kami mengendap dan keluar manisnya. 

sesampainya kami diruangan, kami membiarkan kopi kami sebentar sembari aku menjelaskan pekerjaan ku yang sebulan nanti juga akan menjadi pekerjaan nya. 

mengenalkan beberapa aplikasi dan beberapa prosedur yang terpakai. biasanya aku suka bekerja sendiri, entah kenapa dengan puspa yang tadinya sudah malas ku temani bicara menjadi sangat tertarik untuk terus mengobrol dan bercerita dengan dia. pribadi gadis berambut panjang ini cukup menarik dan memang terlihat baik dan cocok dijadikan teman cerita. kegemarannya dengan kopi juga cukup membuatku senang, karen ada teman untuk menikmati pahitnya kopi ini. 

Pertanyaan demi pertanyaan tentang tugas dan fungsi di bagian ini menjadi topik pembicaraan kami sampai siang. 

usai siang kami juga sedikit berputar ke area rumah sakit untuk perkenalan tempat kerja. hari ini juga kebetulan pak manajer juga siang ini sedang rapat dan tidak ada di tempat jadi kami agak bebas untuk berputar atau sekedar perkenalan tentang kantor.

"mbak kenapa sih kok lebih milih bekerja dirumah sakit?"

"iya, selain memang aku pengen kerja disini, aku disini juga sedang dirawat dek, bukan karena sakit akibat virus atau bakteri, bukan juga pernyakit degeneratif juga?"

"hah mbk indi, sakita apa?"

"ah udah ya gak usah di bahas, mbak cuman becanda kok"

aku pun membuat sedikit gurauan walaupun sebenernya bekerja disini merupakan perawatan atas penyakit rindu yang belum tersembuhkan.

hingga sore kami berkeliling dan bercerita tentang tugas orang dibalik layar dari pelayanan administrasi dirumah sakit.

sore pun datang dan kami mengakhiri pertemuan pertama ku dengan puspa.


bersambung............








Tidak ada komentar:

Posting Komentar